Tautan-tautan Akses

Warga AS Keturunan Vietnam Bantu Pengungsi Afghanistan


Helikopter Chinook AS terbang di atas Kabul, Afghanistan, 15 Agustus 2021 untuk membantu evakuasi staf Kedutaan Besar AS di Kabul, di tengah pengambil alihan kekuasaan oleh Taliban.
Helikopter Chinook AS terbang di atas Kabul, Afghanistan, 15 Agustus 2021 untuk membantu evakuasi staf Kedutaan Besar AS di Kabul, di tengah pengambil alihan kekuasaan oleh Taliban.

“Saya sulit tidur,” ungkap Dinh Xuan Quan ketika melihat berita dari Afghanistan.

Warga Amerika keturunan Vietnam yang dulunya bekerja di bidang pembangunan internasional itu teringat pengalamannya melewati masa-masa jatuhnya pemerintahan di Saigon lebih dari empat dekade lalu.

Foto-foto orang-orang yang putus asa dan berupaya lari dari Kabul membangkitkan kenangan sedih baginya.

“Saya ingat kejadian di Vietnam, para pengungsi, penjarahan, kekisruhan di Saigon,” kata Dinh kepada VOA dari rumahnya di kota Garden Grove, California, yang menjadi tempat tinggal bagi komunitas Vietnam terbesar kedua di AS.

Dinh Xuan Quan, seorang ekonom, pernah 7 tahun bekerja dalam bidang pembangunan internasional di Afghanistan.
Dinh Xuan Quan, seorang ekonom, pernah 7 tahun bekerja dalam bidang pembangunan internasional di Afghanistan.

Di Kabul, “untung saja tidak ada masalah penjarahan,” ujarnya membandingkan keadaan di Saigon dulu ketika bank-bank dan rumah-rumah dijarah. “Di bawah hukum Taliban, mencuri berarti tangan dipotong.”

Bagi Dinh yang pernah bekerja di Kabul selama tujuh tahun antara 2004 hingga 2016 dengan Bank Dunia, PBB, Departemen Pertanian AS dan proyek-proyek USAID, kenangan buruk di Saigon membuatnya khawatir tentang rekan kerjanya dari Afghanistan yang sudah menjadi teman-temannya.

“Istri dan anak-anak perempuan mereka tidak bisa kerja atau sekolah lagi,” ujar Dinh. Di usianya yang hampir 80, Dinh kini menjadi kontributor bagi media berbahasa Vietnam.
“Saya dipenuhi berbagai perasaan, dan tidak bisa dipungkiri saya kembali teringat Vietnam di tahun 1975,” kenangnya.

Ia pun mengisi dokumen imigrasi untuk mensponsori rekan-rekannya mengungsi ke AS. Ia tergabung dalam gerakan warga Vietnam yang tersebar di penjuru Amerika yang berusaha membantu keluarga-keluarga Afghanistan untuk mengungsi ke Amerika.

Keluarga Afghanistan yang berhasil dievakuasi dari Kabul, saat tiba di bandara internasional Washington Dulles, di luar Washington DC (23/8).
Keluarga Afghanistan yang berhasil dievakuasi dari Kabul, saat tiba di bandara internasional Washington Dulles, di luar Washington DC (23/8).

Di kota Seattle, misalnya, keluarga Vietnam keturunan Amerika memposting di Medium untuk membantu 75 keluarga Afghanistan. Menurut pernyataan kelompok tersebut, “tahun 1975 adalah tahun penting bagi banyak warga Amerika keturunan Vietnam,” karena sekitar 130.000 orang dievakuasi dan mengungsi ke luar negeri. Banyak warga Amerika keturunan Vietnam yang disponsori oleh keluarga di Amerika dan “dibantu oleh kebaikan orang-orang yang tidak dikenal yang menawarkan tempat tinggal, bantuan dan pertemanan. Di Washington, komunitas kami berkewajiban membantu,” menurut "75 Viets for 75 Afghan Refugee Families Project", yaitu gerakan 75 orang Amerika keturunan Vietnam untuk membantu 75 keluarga pengungsi Afghanistan.

Foto tanggal 29 April 1975 ini, memperlihatkan helikopter AS melakukan evakuasi pada menit-menit terakhir di Kedutaan Besar AS di Saigon, sebelum jatuh ke tangan Vietnam utara (foto: dok).
Foto tanggal 29 April 1975 ini, memperlihatkan helikopter AS melakukan evakuasi pada menit-menit terakhir di Kedutaan Besar AS di Saigon, sebelum jatuh ke tangan Vietnam utara (foto: dok).

Meskipun tidak banyak yang mempunyai pengalaman pribadi seperti Dinh, gambar helikopter militer AS yang bersiap mendarat di atap Kedubes AS di Kabul pada 15 Agustus mengingatkan pada foto ikonik pesawat yang serupa di atap gedung apartemen bagi Staf AS di Saigon, yang dipenuhi orang. Gedung itu kerap dikira sebagai Kedubes AS di Saigon. Bagi jutaan orang di dunia, kedua gambar tersebut menghubungkan kedua kejadian tersebut.

PIVOT, organisasi komunitas Amerika keturunan Vietnam yang progresif, mengeluarkan pernyataan bahwa gambar-gambar tersebut seperti déjà-vu (membangkitkan kenangan lama). Meskipun situasinya berbeda, kami pernah merasakan kejadian serupa dan apa yang mungkin akan terjadi di negara tersebut.”

“Banyak warga Vietnam yang harusnya dievakuasi akhirnya ditinggal di kantor Kedubes AS dan di tempat lain. Ratusan ribu orang akhirnya masuk di kamp-kamp penjara “reedukasi" (pendidikan ulang),di mana mereka didoktrin dengan ideologi komunis, sementara jutaan orang mencoba lari dengan cara lain, dan sebagian meninggal di laut. Kita punya kewajiban moral untuk melakukan apapun yang kita bisa untuk memastikan orang-orang Afghanistan tidak mengalami nasib serupa, atau bahkan lebih buruk,” tambah pernyataan kelompok itu.

Sementara bagi bagi Baoky Vu, gambar-gambar Kabul mengingatkan dia pada Guam, pulau milik Amerika, tempat ia dan 100.000 orang Vietnam lainnya mendarat untuk sementara pada saat sebelum Saigon jatuh dan setelahnya. Vu yang kini tinggal di Atlanta, mengatakan video viral warga Afghanistan yang memenuhi bandara di Kabul, berharap “diselamatkan oleh pemerintah AS … mengingatkannya pada kepedihan yang ia alami 46 tahun lalu.”

Warga Afghanistan yang panik dan ingin meninggalkan negaranya, naik ke atas badan pesawat di bandara internasional Kabul (foto: dok).
Warga Afghanistan yang panik dan ingin meninggalkan negaranya, naik ke atas badan pesawat di bandara internasional Kabul (foto: dok).

Vu, yang berusia 54 tahun, mengatakan pada VOA, “(Gambar-gambar tersebut) menyedihkan. Mengingatkan saya pada keadaan saat berusaha mengungsi – lari, meninggalkan tanah air dan di saat yang bersamaan menyadari kalau rezim berikutnya adalah rezim diktator.” Vu aktif secara politik dan berafiliasi dengan Partai Republik, dan pernah menjabat di pemerintahan George W. Bush dan juga sebagai wakil ketua Dewan Pemilihan di kota DeKalb, Georgia. Kini ia duduk di Dewan Sistem Perguruan Tinggi Teknik di negara bagian Georgia.

Dinh Hung Cuong, 78 tahun, adalah mantan mayor infanteri Angkatan Darat Vietnam Selatan dan kini tinggal di Fairfax, Virginia. Lahir di Hanoi, keluarganya melarikan diri ketika Vietnam utara dikuasai komunis pada 1954 dan mengungsi ke Vietnam Selatan. Awal April 1975, ia terluka ketika melawan pasukan komunis untuk mengamankan rute pasokan di provinsi Long An di mana ia menjadi kepala desa hingga Vietnam Selatan jatuh pada tahun 1975. Ia dievakuasi oleh Amerika ke Guam sebelum Saigon jatuh.

Dinh Hung Cuong mengatakan kepada VOA, “Saya sedih melihat orang-orang mengejar pesawat Amerika yang akan lepas landas, dan akhirnya beberapa jatuh dari pesawat itu ketika sudah terbang. Kejadian mengerikan itu mengingatkan saya akan apa yang terjadi di Da Nang pada tahun 1975. Orang-orang berebut naik ke pesawat penumpang sipil Amerika menuju Saigon dan beberapa orang berpegangan di sayapnya. Ketika pesawat tersebut mendarat di bandara Tan Son Nhat di Saigon, seseorang ditemukan meninggal di dekat roda pesawat.”

Nguyen Kim Khoa, mantan pilot yang kini berusia 78 tahun
Nguyen Kim Khoa, mantan pilot yang kini berusia 78 tahun

Nguyen Kim Khoa, 78 tahun, mengatakan ia adalah salah satu pilot helikopter terakhir yang terbang dari Pangkalan Udara Bien Hoa, sekitar 25 kilometer dari Saigon, pada 29 April 2975. Ia sekarang tinggal di Fresno, California dan bekerja di bidang infrastruktur rumah sakit seperti pembangkit listrik dan AC. Kota Fresno terletak sekitar 250 km dari komunitas Vietnam terbesar di AS, di San Jose, California, dan sekitar 30 km dari kota Fremont, tempat tinggal komunitas terbesar Afghanistan di AS.

Nguyen lahir di Haiphong di Vietnam Utara dan keluarganya meninggalkan Vietnam Selatan pada tahun 1954. Ia membandingkan jatuhnya pasukan Afghanistan dengan tentara Vietnam Selatan. “Meskipun ditinggalkan oleh Amerika, kami tetap berjuang dan berharap bisa mengubah keadaan dan mendapatkan bantuan dari negara-negara lain. Kami berhasil bertahan sekitar dua tahun (setelah Amerika keluar dari Vietnam), sebelum Vietnam Selatan jatuh ke tangan komunis.”

Nguyen menambahkan, “Saya tidak kaget ketika Afghanistan jatuh jauh lebih cepat daripada Vietnam Selatan. Orang-orang Afghanistan merasa ditinggalkan dan tidak melihat bantuan di sekitar mereka, sehingga kehilangan semangat untuk berjuang.”

Dinh Van, 73 tahun, mantan penerjun payung infanteri Vietnam Selatan yang kemudian menjadi teknisi mesin bubut yang mengoperasikan mesin berat, sekarang tinggal di Houston, Texas, komunitas Vietnam ketiga terbesar di Amerika. Ia mengatakan pada VOA bahwa pada tahun 1972, ia ditugaskan di provinsi Quant Tri, di mana sebagian pertempuran sengit (antara Vietnam utara dan selatan) terjadi.

“Menurut saya Amerika patut disalahkan atas kejatuhan Afghanistan,” kata warga asli Saigon itu kepada VOA.

“Orang-orang Afghanistan adalah sekutu Amerika. Amerika seharusnya melakukan pertimbangan yang lebih matang tentang kemampuan mereka (pasukan Afghanistan) menghadapi serangan dari Taliban dan seharusnya merencanakan penarikan pasukan secara lebih bertahap. Sekarang Taliban menguasai semua senjata yang ditinggalkan Amerika dan menurut saya itu sangat disayangkan.”

Phan Binh Minh, yang bekerja di Kantor Berita Vietnam di Vietnam Selatan, menjadi saksi mata jatuhnya Saigon.

Ia sekarang telah pensiun dan tinggal di Jerman dengan suami dan dua anaknya. Perempuan berusia 74 tahun itu mengatakan meskipun keadaan perang di Afghanistan dan Vietnam berbeda, ada kesamaan antara jatuhnya Kabul dan Saigon.

Ia mengatakan pada VOA Vietnam, “Kalau melihat suasana di Kabul, saya bersimpati dengan orang-orang Afghanistan karena mereka pasti sangat ketakutan dan menderita,” ujar Phan.

Saat ini, Dinh Xuan Quan mencoba menghubungi teman-teman lamanya di Afghanistan lewat jaringan internet yang masih beroperasi.
“Saya mencoba mencari mereka dan menyampaikan berita ini, dan mengingat-ingat hari-hari yang penuh kebingungan di Vietnam sebelum 30 April 1975.”

Ia, seperti teman-temannya, membandingkan dan melihat perbedaan antara keadaan di Vietnam dan Afghanistan.

“Vietnam dulu koloni Prancis, sementara Afghanistan bukan koloni Amerika Serikat,” ujarnya. Ia menekankan Taliban berpijak pada agama, dan rezim komunis Vietnam Utara yang memerintah Vietnam adalah ateis.”

Saat ini, PIVOT ingin mengubah diskusi di komunitas Amerika keturunan Vietnam.

“Banyak waktu untuk berdebat tentang kebijakan luar negeri AS, strategi miiter dan pertanyaan siapa yang ‘kalah’ di Afghanistan. Tapi sekarang bukan saatnya,” kata kelompok tersebut.

“Kita bertanggung jawab dan punya kewajiban moral sebagai orang Amerika,” untuk melindungi orang-orang Afghanistan.

“Seperti halnya yang ditunjukkan oleh komunitas Amerika keturunan Vietnam, pengungsi perang yang mengungsi di negara ini dan kemudian bisa berkontribusi bagi kehidupan dan budaya negara hebat ini,” pungkasnya. [dw/pp]

Long Nguyen berkontribusi untuk artikel ini.

XS
SM
MD
LG