Tautan-tautan Akses

Mahkamah Konstitusi Indonesia Batalkan UU Keagamaan yang Diskriminatif


Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia Arief Hidayat (foto dok. VOA/Yudha Satriawan).
Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia Arief Hidayat (foto dok. VOA/Yudha Satriawan).

Mahkamah Konstitusi Indonesia hari Selasa (7/11) membatalkan undang-undang yang tidak mengakui dan tidak memberi hak hukum bagi para pengikut beberapa kepercayaan warga suku asli dalam suatu kemajuan tak terduga bagi kebebasan beragama di negara yang penduduk Muslimnya terbesar di dunia.

Keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut, diambil dengan suara bulat oleh panel 9 Hakim MK yang menyatakan pasal-pasal dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Adminisirasi Kependudukan itu diskriminatif dan melanggar prinsip kesetaraan secara hukum.

Hakim Ketua Mahkamah Konsititusi Arief Hidayat menyatakan “pasal-pasal tersebut tidak mengikat secara hukum karena bertentangan dengan Konstitusi 1945.”

Keputusan tersebut merupakan sebuah kemenangan tak terduga bagi kalangan moderat pada saat kalangan keagaaman yang konservatif telah menunjukkan peningkatan pengaruhnya di bidang politik di Indonesia yang dikenal sebagai negara toleransi. Undang-undang tahun 2013 itu secara tuntas mewajibkan para penganut kepercayaan yang tidak termasuk di antara keenam agama yang diakui pemerintah untuk mencantumkan salah satu agama resmi tersebut dalam kartu penduduk mereka atau mereka tidak akan menikmati hak-hak mendasar seperti pendaftaran pernikahan dan memperoleh serifikat tanah.

Keputusan tersebut, yang dimuat di situs MK, mengatakan undang-undang itu menimbulkan ketidak-adilan bagi warga suku asli yang menganut aliran kepercayaan komunitasnya masing-masing. Kesulitan dalam memperoleh kartu penduduk berarti sebagian warga tidak memperoleh pendidikan, akses ke istem pengadilan, dan berbagai hak lainnya. Indonesia selama beberaoa dekade ini hanya mengakui Islam, Protestan, Katholik, Budhha, Hindu dan Konghuchu sebagai agama, tetapi jutaan mempraktikkan animisme dan berbagai aliran kepercayaan setempat.

Mahkamah Konstitusi tahun lalu menyatakan bersedia mendengarkan gugatan terhadap Undang-undang nomor 23 tahun 2013 itu . Gugatan itu diajukan oleh empat penganut aliran kepercayaan. Mereka adalah Ngaay Mehang Tana (penganut aliran kepercayaan Komunitas Marapu), Pagar Demanra Sirait (penganut aliran kpercayaan Paralim), Arnol Purba (penganut aliran kepercayaan Ugamo Bangsa Batak), dan Carlim (penganut aliran kepercayaan Sapto Darmo).

Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo mengatakan dalam sebuah peryataan hari Selasa bahwa keputusan MK itu final dan mengikat. Dikatakan pihaknya akan mengusulkan revisi atas undang-undang tahun 2013 itu. [is]

Recommended

XS
SM
MD
LG