Tautan-tautan Akses

Kampanye Radio Sukses, Terus Apa?


Radio antik milik kolektor Matthew Staunton, di Dublin, 17 September 2009. (Foto: Ilustrasi)
Radio antik milik kolektor Matthew Staunton, di Dublin, 17 September 2009. (Foto: Ilustrasi)

Tiga puluh tujuh radio di ibukota Jakarta Senin (11/12) pagi secara serempak mematikan siaran mereka selama 15 menit. Masyarakat, termasuk Presiden Joko Widodo dan Panglima TNI pun mempertanyakan hal ini lewat sosial media.

Inilah suara tune dead-air yang terdengar di 37 stasiun radio di seluruh DKI Jakarta pada hari Senin antara jam 7.45 hingga 8 pagi. Warga yang biasanya mendapat informasi berita atau fenomena menarik, laporan tentang jalan raya dan cuaca, talkshow dengan topik menarik atau lagu-lagu top hits pun tercengang. Mereka mengontak radio kesayangan masing-masing, dan lebih dari 40 juta respon terbaca di berbagai media sosial – Twitter, Facebook, Instagram dan lain-lain, mempertanyakan mengapa semua radio mendadak mati.

“Hari ini memang kita membuat kehebohan di Jakarta, tadi pagi selama 15 menit seluruh radio di Jakarta – sekitar 37 stasiun – dead air atau mati secara serentak dan menimbulkan kehebohan. Kami menyebutnya sebagai “radio day” untuk membuktikan bahwa radio masih dibutuhkan pendengar, khususnya di Jakarta,” kata Denny J. Sompie Sekjen PD PRSSNI DKI Jakarta.

Tagar #RadioGueMati dan #RadioGueGakMati dalam waktu sangat cepat menjadi “trending topic” di Twitter, terlebih karena selama tidak siaran, para penyiar di 37 radio itu memperlihatkan suasana di ruang siaran mereka yang “dead air” dan mengajak warga berbagi pengalaman “bagaimana rasanya jika tidak ada radio?” Warga pun mengirim foto, video singkat hingga cuitan yang menyiratkan kebutuhan mereka akan radio.

Termasuk di antara para pendengar setia radio itu adalah orang nomor satu di Indonesia.

“Emang enak enggak ada radio? Saya Joko Widodo, saya pendengar radio! Kalau kamu?”

Tak hanya Presiden Joko Widodo, Panglima TNI yang baru Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.

“Saya adalah pendengar radio karena pendengar radio adalah sumber informasi tercepat yang bisa diterima di seluruh pelosok negeri. Radio adalah perekat NKRI. Saya Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto. Radio gue gak mati!”

Nielsen: Ada 62,4 Juta Pendengar Radio se-Indonesia

Menurut data terbaru badan pemeringkat Nielsen, di seluruh Indonesia saat ini terdapat 62,4 juta pendengar radio; dimana 41,9 juta di antaranya terdapat di Pulau Jawa, khususnya DKI Jakarta yang memiliki pendengar radio lebih dari sembilan juta orang. Dari jumlah itu, “generasi Z” atau “millennials” yang berusia 20-30 tahun merupakan pendengar utama radio. Antara 39-40 persen “generasi Z” menghabiskan waktu hingga dua jam untuk mendengar radio setiap hari, tidak saja lewat piranti konvensional di mobil tetapi juga telefon pintar yang sekaligus menjadi alat komunikasi mereka.

Survei Nielsen lebih jauh menunjukkan bahwa para pendengar radio utamanya mencari informasi, musik, info olahraga, memasak dan jajanan atau “snacking”, dan 93% pendengar radio adalah pengkonsumsi kopi. Radio merupakan media yang pribadi atau personal karena survei itu menunjukkan bahwa sebagian besar pendengar memiliki keterkaitan emosional dengan radio – baik informasi yang disampaikan maupun penyiar atau stasiun radionya – dan menjadikan radio sebagai penambah semangat, menjalin pertemanan atau pergaulan.

Kampanye Sukses, What Next?

Kampanye Senin pagi terbilang sukses besar, tapi pertanyaannya kemudian adalah apa yang harus dilakukan radio supaya tetap bisa mempertahankan pendengarnya?

Denny J. Sompie, Sekjen PD PRSSNI, yang juga dikenal sebagai “orang radio” mengatakan, “Kita sebagai insan pencinta, pengelola dan orang radio, kini tergantung bagaimana menyuguhkan acara yang baik sesuai kebutuhan pendengar kita. Radio harus mengikuti kebutuhan/keinginan pendengar jika tidak mau ditinggalkan. Bagaimana mengkomunikasikannya, bagaimana menjawab kebutuhan mereka. Radio ini sangat personal, sangat dekat dengan pendengarnya.”

Denny juga menyoroti keberadaan pengiklan sebagai salah satu yang membuat radio bertahan. Lima puluh sembilan persen belanja iklan di radio yang mencapai 1,2 triliun rupiah, ditempatkan di radio-radio Jakarta, atau berarti hampir 708,8 miliar rupiah.

“Di antara 10 pengiklan terbesar di Jakarta, ada satu produk yaitu Shell Oil, yang hadir dalam konferensi pers kami tadi. Menurut survei kami dan data Nielsen, ia adalah salah satu pengiklan yang paling besar di radio. Mengapa? Karena menurut Shell Oil, iklan di radio itu murah dan ia tahu pendengar adalah pengguna produk itu. Ia cukup puas karena peningkatan penjualan produk mereka tiga tahun terakhir ini naik secara signifikan, karena itu mereka memilih memberi porsi iklan terbesar di radio. (VOA: Apakah Shell Oil juga beriklan di TV atau media lain selain radio?) Sejauh ini meskipun tetap beriklan di TV dan media online, tapi budget terbesarnya tetap di radio. Ia menyatakan bahwa hasil survei perusahaannya menunjukkan produknya jauh lebih dikenal lewat radio,” ujar Denny.

Radio, Medium Ketiga Paling Berpengaruh di AS

Di Amerika, radio merupakan format media ketiga paling berpengaruh dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, yang menjangkau 54% warga Amerika. Media televisi memang masih belum tertandingi karena berhasil menjangkau 75% warga, namun radio – terutama lewat online-radio kini memainkan peran signifikan dalam menyebarluaskan informasi. Siapkah radio memasuki dunia baru ini? [em/jm]

Recommended

XS
SM
MD
LG