Tautan-tautan Akses

Bagaimana Kehidupan Pasca Pandemi Covid-19?


Warga membeli makanan untuk berbuka puasa di hari pertama bulan suci Ramadan di Jakarta, 24 April 2020, di tengah pembatasan sosial berskala besar untuk mencegah penularan virus Covid-19. (Foto: AFP)
Warga membeli makanan untuk berbuka puasa di hari pertama bulan suci Ramadan di Jakarta, 24 April 2020, di tengah pembatasan sosial berskala besar untuk mencegah penularan virus Covid-19. (Foto: AFP)

Gaya hidup masyarakat dipastikan akan berubah setelah wabah virus corona (Covid-19) bisa diatasi di seluruh belahan dunia.

Berbagai upaya terus dilakukan guna memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di tengah-tengah masyarakat. Setiap negara memberlakukan kebijakan yang berbeda dalam memberantas virus tersebut.

Ada yang menerapkan penutupan wilayah atau lockdown, kebijakan tinggal di rumah, menjaga jarak atau physical distancing, karantina wilayah, dan banyak lainnya. Di Indonesia, pemerintah memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Tidak ada yang tahu kapan pandemi ini akan berakhir.

Dalam studi terbaru yang dilakukan oleh ilmuwan Harvard, opsi lockdown tidak cukup untuk menghentikan penyebaran. Mereka bahkan memperkirakan physical distancing atau menjaga jarak akan berlangsung hingga 2022. Ini semua perlu untuk mencegah gelombang baru perebakan virus corona.

Menanggapi hal ini, pakar epidemologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan sulit untuk menjaga jarak sampai 2022 mendatang. Namun ia yakin gaya hidup seluruh manusia akan berubah pasca pandemi ini. Diwawancarai VOA, Pandu mengatakan manusia kelak akan lebih waspada dan memperhatikan kebersihan.

Physical distancing itu untuk apa sih sebenarnya? Mungkin kita akan pakai masker kalau keluar (rumah) sampai 2022. Mungkin, bukan physical distancing, karena penularannya paling besar dari droplet. Tidak apa-apa, nanti masker bisa jadi gaya hidup. Jadi nanti kita memasuki kehidupan yang berbeda karena kita akan lebih waspada terhadap penularan-penularan,” ujarnya.

Warga menjaga jarak aman saat antre untuk mendapatkan bantuan makanan di tengah pandemi virus corona, di sebuah kampung di Jakarta, 22 April 2020. (Foto: AP)
Warga menjaga jarak aman saat antre untuk mendapatkan bantuan makanan di tengah pandemi virus corona, di sebuah kampung di Jakarta, 22 April 2020. (Foto: AP)

Ini baru berubah ketika sudah ada vaksin yang ditemukan untuk menangkal virus mematikan ini. Namun, seperti halnya banyak pakar kesehatan di seluruh dunia, Pandu tidak yakin vaksin akan ditemukan dalam waktu dekat.

“Kecuali seluruh penduduk dunia ini diimunisasi, ada vaksin. Tapi masih panjang kan. Itu kan sampai 2022 kalau tidak ada vaksin. Jadi kita mengharapkan virus itu mati semua, jadi gak ada satu orang pun kena. Susah vaksin, kalaupun ada belum tentu aman, belum lagi kalau ada efek sampingnya,” tuturnya.

PSBB Belum Buahkan Hasil Maksimal

Pandu juga menyoroti kebijakan PSBB yang sampai saat ini belum membuahkan hasil yang maksimal. Terbukti dengan terus bertambahnya kasus positif corona setiap hari. Menurutnya hal ini lebih karena kurangnya pemantauan atau pengawasan, dan edukasi yang masif pada masyarakat.

Para relawan mengenakan kostum 'pocong' agar warga mematuhi aturan tinggal di rumah untuk mencegah penularan virus corona di Desa Kepuh, Sukoharjo, Jawa Tengah, 1 April 2020. (Foto: Reuters)
Para relawan mengenakan kostum 'pocong' agar warga mematuhi aturan tinggal di rumah untuk mencegah penularan virus corona di Desa Kepuh, Sukoharjo, Jawa Tengah, 1 April 2020. (Foto: Reuters)

Menurut Pandu, edukasi mengenai virus corona seharus menggunakan bahasa yang mudah yang mudah dimengerti oleh masyarakat. Selain itu, pengawasan juga dilakukan berbasis komunitas dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat.

"Jadi komunitas bagaimana bisa diharapkan patuh kalau tidak dilibatkan. Itu kekurangannya, tidak dipahami, tidak diberikan pengetahuan yang luas dengan terus menerus," ujarnya.

"Jangan pakai bahasa yang gak dipahami, PSBB (pembatasan sosial berskala besar) emang orang ngerti? Apalagi dulu pakai social distancing. Kalau orang berpendidikan ngerti lah, tapi belum tentu juga mungkin mereka punya intrepretasi yang berbeda-beda,” jelasnya.

Korban Meninggal

Sementara itu, Juru Bicara penanganan kasus virus Corona Dr Achmad Yurianto mengatakan penambahan kasus konfirmasi positif masih terus terjadi. Pada Minggu (26/4) tercatat ada 275 kasus baru. Dengan demikian, total kasus menjadi 8.882 orang.

Suherman (45), membuat peti jenazah untuk jenazah pasien Covid-19, di sebuah tempat pemakaman di Jakarta, 8 April 2020. (Foto: Reuters)
Suherman (45), membuat peti jenazah untuk jenazah pasien Covid-19, di sebuah tempat pemakaman di Jakarta, 8 April 2020. (Foto: Reuters)

Enam puluh lima pasien juga dilaporkan sembuh hari ini, sehingga total pasien yang telah pulih dari Covid-19 mencapai 1.107 orang.

Namun 23 orang meninggal dunia sehingga menambah total korban meninggal menjadi 743 orang.

Jumlah orang dalam pemantauan (ODP) terus bertambah menjadi 203.040 orang dan pasien dalam pengawasan (PDP) menjadi 19.648 orang. Data tersebut diambil dari 34 provinsi dan 282 kabupaten/kota di Tanah Air.

Tiga Jenis Alat Uji Sampel Tiba

Tiga jenis peralatan uji sampel Covid-19 telah tiba di Bandara Internasional Soekarno Hatta, Cengkareng, Sabtu (25/4) dari China.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Balitbang Kementerian Kesehatan mengatakan akan segera mendistribusikan peralatan uji sampel tersebut kepada BPBD DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Alat uji cepat virus corona (COVID-19) di Bogor, Jawa Barat, 7 April 2020. (Foto: Reuters)
Alat uji cepat virus corona (COVID-19) di Bogor, Jawa Barat, 7 April 2020. (Foto: Reuters)

Seperangkat peralatan yang digunakan untuk menguji sampel tersebut berupa kit Viral RNA Isolation, kit Multiplex Real-time PCR dan viral transport medium.

Ketiga komponen tersebut sangat membantu untuk mengidentifikasi secara cepat kasus COVID -19. Ketiga komponen tersebut memiliki kegunaan yang saling berkaitan. Kit Viral RNA Isolation merupakan kit ekstraksi RNA. Alat ini digunakan untuk membuat RNA virus dapat diamplifikasi.

Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction atau reagen RT-PCR digunakan untuk mengetahui adanya virus SARS-CoV-2 pada sampel yang diambil dari pasien. Peralatan ketiga yakni Viral Transport Medium sebagai media pemindahan sampel setelah dilakukan tes usap atau swab. Tes usap merupakan sampel lendir atau dahak yang diambil dari hidung atau tenggorokan.

Pengadaan kit RT-PCR ini diharapkan bisa mencapai target pengujian sampel swab sebanyak 10 ribu per hari. Sehari sebelumnya Jumat, (24/4), Pemerintah Republik Korea Selatan mendonasikan alat uji RT-PCR yang mampu memeriksa 32.200 kasus dalam penanganan Covid-19. [gi/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG