Tautan-tautan Akses

Walhi Sumut: Proyek Pembangunan PLTA Berkontribusi Terhadap Longsor di Batang Toru


Tim penyelamat yang mencari korban tanah longsor akibat hujan menewaskan sedikitnya tiga orang di dekat pembangkit listrik Batang Toru di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. (Foto: BNPB via AFP)
Tim penyelamat yang mencari korban tanah longsor akibat hujan menewaskan sedikitnya tiga orang di dekat pembangkit listrik Batang Toru di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. (Foto: BNPB via AFP)

Bencana longsor yang terjadi di Batang Toru, diduga terkait proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).Walhi Sumut telah sejak jauh hari memprediksi akan terjadinya bencana akibat pembangunan PLTA Batang Toru itu.

Kekhawatiran akan terjadinya bencana ekologi di areal proyek pembangunan PLTA Batang Toru yang selama ini telah diwanti-wanti oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Utara (Walhi Sumut), akhirnya benar terjadi. Sedikitya tiga orang meninggal dan sepuluh lainnya hilang dalam insiden tanah longsor yang terjadi di areal proyek pembangunan PLTA Batang Toru, Kelurahan Wek 1, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumut, Kamis (28/4) sore.

Direktur Eksekutif Walhi Sumut, Doni Latuparisa, mengatakan sejak awal proses pembangunan proyek PLTA Batang Toru, pihaknya sudah menyampaikan kekhawatiran adanya potensi ancaman terhadap ekosistem, keanekaragaman hayati, dan bencana alam.

Kamp utama PLTA Batang Toru di Desa Bulu Payung, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. (VOA/Anugrah Andriansyah)
Kamp utama PLTA Batang Toru di Desa Bulu Payung, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. (VOA/Anugrah Andriansyah)

Selama ini Walhi Sumut juga telah mengkritisi izin lingkungan yang dikeluarkan pengembang PLTA Batang Toru, yakni PT North Sumatra Hydro Energy (NSHE). Bukan hanya itu, Walhi Sumut juga telah menggugat izin lingkungan yang dikeluarkan pemerintah untuk proyek tersebut agar dikaji ulang. Namun, langkah Walhi Sumut itu belum membuahkan hasil.

"Kami sampaikan juga bahwa lokasi tersebut rentan terhadap bencana. Apakah itu gempa, longsor, dan banjir. Itu sudah kami sampaikan (ke pemerintah)," kata Doni kepada VOA, Sabtu (1/5).

Walhi Sumut menilai proyek pembangunan PLTA Batang Toru itu menimbulkan bencana ekologi yang menelan korban jiwa tersebut.

"Wilayah itu kawasan topografi dan konturnya labil. Ketika dilakukan pembukaan lahan atau dieksploitasi dan digunakan untuk kepentingan lain dikhawatirkan akan menyebabkan dampak tadi misalnya banjir, dan longsor," ujar Doni.

Walhi Sumut menuding PT NSHE minim mitigasi kebencanaan terkait pembangunan PLTA Batang Toru. Untuk itu, Walhi Sumut merekomendasikan agar pemerintah segera mengevaluasi izin pembangunan proyek yang beroperasi di lanskap Batang Toru.

"Setelah dievaluasi, dilakukan mitigasi bencana di wilayah tersebut. Kemudian apa upaya dari pemerintah dan pengembang untuk mitigasi serta melakukan adaptasi terhadap bencana-bencana yang akan terjadi," jelas Doni.

Doni menggarisbawahi perlunya menetapkan peruntukan kawasan hutan itu untuk kepentingan pelestarian alam dan ekosistem, bukan bisnis.

Proses pencarian dan evakuasi korban longsor di areal proyek pembangunan PLTA Batang Toru, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Jumat 30 April 2021. (Courtesy: BPBD Tapanuli Selatan)
Proses pencarian dan evakuasi korban longsor di areal proyek pembangunan PLTA Batang Toru, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Jumat 30 April 2021. (Courtesy: BPBD Tapanuli Selatan)

Basarnas Masih Lanjutkan Pencarian

Diwawancari secara terpisah, Sabtu (1/5), Humas Kantor Basarnas Medan, Sariman Sitorus mengatakan masih terus mencari 10 orang yang hilang dalam musibah itu.
"Untuk data yang kami terima cuma itu. Kami masih wanti-wanti apakah nanti ada laporan kehilangan lagi atau bahkan data itu valid apa tidak. Masih itu data yang masuk ke kami," katanya kepada VOA.

Berdasarkan data dari Basarnas Medan, korban meninggal dunia yang ditemukan, yakni EW, JG, dan RG. Sedangkan 10 orang lainnya masih hilang termasuk karyawan dari perusahaan pengembang PLTA Batang Toru asal China yakni Long Quan.

Proses pencarian dan evakuasi korban longsor di areal proyek pembangunan PLTA Batang Toru, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Jumat 30 April 2021. (Courtesy: BPBD Tapanuli Selatan)
Proses pencarian dan evakuasi korban longsor di areal proyek pembangunan PLTA Batang Toru, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Jumat 30 April 2021. (Courtesy: BPBD Tapanuli Selatan)

Jubir Pemkab: Tanah Longsor Bukan karena PLTA

Sebelumnya, juru bicara Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan, Ismuth Siregar, mengatakan kejadian ini murni bencana alam akibat tingginya curah hujan selama tiga hari berturut-turut sehingga kejadian tersebut tidak ada kaitannya dengan aktivitas di PLTA Batang Toru.

"Akibat curah hujan yang cukup tinggi, sebagai tanggung jawab moral pihak manajemen PLTA Batang Toru (NSHE dan Sinohydro) menuju lokasi tersebut dengan harapan pemilik rumah dapat meninggalkan lokasi akibat curah hujan yang cukup tinggi. Namun nasib nahas tiga orang karyawan telah mengalami korban akibat longsor tersebut dan sampai saat ini masih dalam tahap pencarian," kata Ismuth melalui keterangan resminya, Jumat (30/5).

NHSE Tolak Berkomentar

Sementara, Myrna Soeryo dari A+ PR Consultant yang mewakili NHSE, enggan memberikan tanggapan terkait tudingan dari Walhi Sumut terkait keterlibatan proyek PLTA Batang Toru dalam kejadian longsor tersebut.

"Silakan mengacu kepada kronologis dan keterangan resmi dari NSHE ya. Humas Pemda juga sudah mengeluarkan pernyataan resmi bahwa ini bencana alam," katanya saat dikonfirmasi VOA, Sabtu (1/5).

Sementara, Communication and External Affairs Director PT NSHE, Firman Taufick, melalui keterangan resmi tertulisnya menjelaskan kronologis terjadinya longsor di jalan R17 K4+100 Bridge 6, lokasi proyek pembangunan PLTA Batang Toru. Karyawan asal China juga menjadi korban dalam bencana itu.

"Kejadian bermula saat karyawan K3 Sinohydro bernama Dolan Sitompul menemani dua orang bernama Long Quan dan Xie, pada 18.10 WIB mengendarai sebuah mobil proyek double cabin untuk mengecek dan mendokumentasikan terjadinya banjir lumpur setinggi 50 sentimeter yang terjadi pada pukul 16.30 WIB di jalan R17 K4+100 Bridge 6," kata Firman.

Pengecekan dilakukan karena menduga banjir lumpur itu akan memicu tanah longsor, hal yang terbukti tak lama kemudian.

Pihak Sinohydro mencurigai banjir lumpur di lokasi ini akan menyebabkan longsor sehingga pengecekan diperlukan agar dapat menyiapkan alat berat untuk mengatasinya. Setelah melakukan pengecekan dan mengambil dokumentasi sekitar pukul 18.20 WIB terjadi bencana longsor yang langsung menimpa dan menimbun para karyawan Sinohydro tersebut.

Salah satu surga tersembunyi di dalam kawasan hutan Batang Toru yakni air terjun Aek Bulu Poltak, 12 Maret 2019. (Anugrah Andriansyah)
Salah satu surga tersembunyi di dalam kawasan hutan Batang Toru yakni air terjun Aek Bulu Poltak, 12 Maret 2019. (Anugrah Andriansyah)

"Namun Xie yang sempat melihat adanya longsoran berhasil melompat keluar dari dalam mobil dan lari menyelamatkan diri. Sementara rekannya, Long Quan dan Dolan Sitompul tergulung tanah longsor," ujar Firman.

Masih kata Firman, longsoran tanah itu terus meluncur dan menyapu sebuah warung milik seorang warga yang tepat berada di bawahnya. Saat ini tim teknis lapangan sedang menelusuri korban longsor yang berada di dalam kedai milik tersebut.

"Hingga saat ini kami masih menunggu informasi lebih lanjut dari tim teknis lapangan mengenai upaya pencarian maupun situasi di lokasi,” ujarnya.

Secara administratif kawasan hutan Batang Toru terletak di tiga kabupaten, yaitu Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan dan Tapanuli Utara. Luas kawasan hutan Batang Toru diperkirakan mencapai 168.658 hektar yang di dalamnya termasuk hutan lindung Sibolga seluas 1.875 hektar. Lalu, Cagar Alam Dolok Sipirok seluas 6.970 hektar dan Cagar Alam Sibual-buali seluas 5.000 hektar.

PLTA Batang Toru di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara (Foto: Courtesy batangtoru.org).
PLTA Batang Toru di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara (Foto: Courtesy batangtoru.org).

Kawasan hutan Batang Toru meliputi hutan Batang Toru blok barat dan blok timur dengan total habitat alami yang ada diperkirakan seluas 120 ribu hektar.

Walhi Sumut telah melakukan advokasi penyelamatan hutan Batang Toru semenjak hadirnya industri ekstraktif di kawasan tersebut beberapa tahun terakhir ini, seperti tambang, perkebunan dan pembangunan PLTA Batang Toru.

Terkait pembangunan PLTA Batang Toru, Walhi Sumut telah melakukan advokasi terhadap keberadaan lokasi pembangunan proyek tersebut mulai tahun 2017 hingga 2021. Pada tahun 2018 Walhi melayangkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Medan terkait izin lingkungan pembangunan PLTA Batang Toru. [aa/ah/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG