Tautan-tautan Akses

Pengamat Ragukan Trump-Netanyahu akan Majukan Solusi Dua Negara


PM Israel Benjamin Netanyahu (kanan) saat bertemu Donald Trump (ketika itu masih Capres AS) di New York, 25 September 2016 lalu (foto: dok).
PM Israel Benjamin Netanyahu (kanan) saat bertemu Donald Trump (ketika itu masih Capres AS) di New York, 25 September 2016 lalu (foto: dok).

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu hari Selasa (14/2) tiba di Washington untuk bertemu Donald Trump pertama kali sebagai presiden. Hubungan Netanyahu yang dingin dengan pendahulu Trump, Barack Obama, sangat jelas, sehingga pernyataan Trump semasa kampanye bahwa ia akan mendukung Israel, membuat Netanyahu memiliki alasan untuk mengharapkan hubungan yang lebih baik.

Sejak berangkat ke Amerika dan bertemu untuk pertama kali dengan Presiden Donald Trump, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghindari pertanyaan tentang apakah ia masih menjunjung solusi dua-negara bagi Israel dan Palestina.

Undang-undang baru yang disetujui parlemen Israel, melegalkan permukiman Yahudi di tanah milik pribadi orang Palestina di Tepi Barat, menuai kecaman Palestina dan internasional. Kepada koran Israel pekan lalu, Trump menyatakan, permukiman itu "tidak membantu proses perdamaian."

Dan pernyataan Gedung Putih awal bulan ini menyebutkan, pembangunan permukiman baru atau perluasan permukiman yang ada, mungkin menghambat upaya mencapai perdamaian.

Duta Besar Richard Lebaron pada Dewan Atlantik mengatakan, "Menurut saya, Palestina akan mencermati pertemuan ini dan akan mencari petunjuk apa saja bahwa kebijakan Amerika secara substansial telah berubah. Mereka sudah mendapatkannya dalam cara presiden mengacu pada permukiman, jadi ada beberapa keraguan tentang bagaimana masalah ini akan diselesaikan."

Sebagian analis berpendapat Netanyahu perlu mencari cara untuk memuaskan sayap kanan Israel, terkait tuntutan teritorialnya di Tepi Barat yang diduduki.

Robert Satloff pada Institut Washington untuk Kebijakan Timur Dekat mengatakan, "Untuk mencapai pemahaman dengan Presiden Trump mengenai isu-isu peka seputar konflik Israel-Palestina, mengenai isu seputar aktivitas permukiman, sedemikian rupa sehingga Netanyahu mengantongi cukup kemenangan di sini sehingga ia bisa menghadapi tekanan apa pun di tanah air."

Namun, sebagian lain berhati-hati tentang cara merumuskan harapan yang tepat dengan Amerika, sekutu paling penting negara itu.

David Makovsky pada Institut Washington untuk Kebijakan Timur Dekat mengatakan, "Tidak diragukan lagi, tidak terlalu banyak yang dapat diharapkan karena Presiden Trump belum mempunyai tim. Jadi, lebih mudah baginya untuk mengatakan "Saya sedang dalam posisi menyimak.”

Meskipun menyatakan akan memfasilitasi perdamaian Israel dan Palestina, Presiden Trump tidak menunjukkan simpati terhadap aspirasi orang Palestina. [ka/ds]

XS
SM
MD
LG