Tujuh lagu berjudul “Nanti,” “Belajar,” “Masa Kecil,” “Jembatan,” “Rindu,” “Langit,” dan “Lintasan Waktu,” diluncurkan kelompok musik Friendship and Solidarity, yang terbentuk pada masa pandemi corona, ketika Kota Surabaya menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Kelompok yang beranggotakan Ranah Nirvananda, Hubert Henry Limahelu, dan Rilna Pareira, menuangkan keresahannya menghadapi situasi yang tidak menentu akibat perebakan virus corona. Para aktivis pendampingan anak dari Yayasan Arek Lintang (ALIT) ini menuangkan karyanya melalui lagu dan musik, yang ditujukan untuk menyemangati dan mengedukasi anak-anak agar tetap berkarya sesuai bakat dan keahliannya meskipun ruang gerak mereka terbatas.
Hubert Henry Limahelu, musisi yang tergabung dalam kelompok ini, mengaku sangat bersemangat terlibat dalam upaya mengedukasi dan menyemangat anak-anak Indonesia melalui musik, dengan mengangkat tema-tema seputar mencintai Indonesia beserta alamnya, menghargai perbedaan, serta solidaritas kepada sesama teman.
“Ada lagu Masa Kecil, itu di situ mengingatkan kembali ke anak-anak bahwa kita ini, banyak sekali di Indonesia ini beragam suku, bangsa, agama dan ras, dimana kita bisa bersatu. Di situ dicetuskan, ada beberapa potong syairnya itu, Wahai Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu," terang Hubert Henry Limahelu.
"Kita tetap menyuarakan itu, karena apa, anak-anak harus diberi edukasi bahwa kalian di Jawa, kalian punya saudara yang ada di Sumatera, di Aceh, di Papua, di Bali, di Kalimantan, itu saudara kalian, kita jangan terpecah. Karena dengan warna-warni perbedaan agama, suku, itu sangat indah,” lanjutnya.
Ranah Nirvananda atau akrab disapa Kojo, adalah pelajar SMA Negeri 4 Surabaya yang berusia 16 tahun. Ia turut menciptakan sejumlah lagu dalam album perdana ini. Kerinduannya pada sahabat dan sekolah, melahirkan lagu-lagu yang dapat dinikmati oleh anak-anak maupun orang dewasa. Kojo berharap setiap anak memiliki keberanian menuangkan karyanya, meskipun terbatas ruang gerak dan waktu.
“Kalau buat anak-anak, terutama seumuranku sih, apa saja yang kalian lakukan itu sebenarnya bagus kok, tinggal bagaimana kalian mengasahnya, membuat orang lain bisa menikmatinya, itu yang penting. Terus pesan juga buat Indonesia, jangan berubah. Maksudnya di new normal ini, tetaplah bersatu, jangan terpecah-pecah, itu juga aku sampaikan juga di laguku Masa Kecil,” ujar Ranah Nirvananda.
Ditambahkan oleh Hubert Henry, melalui karya ini, grup musik 'Friendship and Solidarity' ingin menyemangati dan membuka diri untuk mengajak semua anak ikut terlibat dalam karya-karya selanjutnya. Dengan berkarya, anak-anak dapat mengatasi sedikit kebosanannya menghadapi masa pandemi corona ini.
“Di sini, di 'Friendship and Solidarity' ini, aku harap semua, seluruh anak-anak Indonesia siapa pun yang punya skill bermusik atau pun tidak, di sini kita bisa belajar bersama. Itu yang aku harapkan kedepan,” kata Hubert Henry.
Pendiri sekaligus Direktur Eksekutif Yayasan Arek Lintang (ALIT), Yuliati Umrah, menyebut usia anak-anak adalah masa tumbuh kembang yang membutuhkan bimbingan dan penyaluran energi positif menjadi sebuah karya. Namun, kata Yuliati, selama masa pandemi corona ini banyak anak yang tidak terdampingi dengan baik oleh orang tuanya, karena lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan ekonomi. Sedangkan pemerintah dan sekolah belum mampu menghadirkan ruang bagi anak untuk berkreasi dan mengekspresikan dirinya.
Yuliati mengatakan, melalui karya ini diharapkan banyak orang menyadari bahwa anak-anak dapat melakukan banyak hal positif, tanpa harus banyak mengeluh menghadapi situasi pandemi corona ini.
“Bahwa dalam kondisi sesulit apapun, sebenarnya banyak hal positif, banyak lesson learn yang bisa dilakukan, apalagi era new normal itu lebih banyak lagi, banyak yang bisa dilakukan secara positif," katanya.
"Anak-anak ini kan tetap mematuhi protokol, tetap diam di rumah, tetapi tidak mengeluh, ketika dalam kondisi terbatas justru melakukan hal positif, justru menginspirasi. Dan saya kira semua anak punya bakatnya kan, bakatnya ada yang olahraga, ada yang menari, ada yang menulis, nah kenapa tidak ruang-ruang itu yang diperbanyak,” pungkas Yuliati Umrah. [pr/em]