Tautan-tautan Akses

Jaringan Internet di Papua Putus, Kebebasan Pers dan Akses Informasi Terhambat


Seorang aktivis dalam unjuk rasa di depan Kementerian Komunikasi dan Informasi di Jakarta, menuntut pemerintah membuka akses internet di Papua dan Papua Barat, 23 Agustus 2019. (Foto: AFP)
Seorang aktivis dalam unjuk rasa di depan Kementerian Komunikasi dan Informasi di Jakarta, menuntut pemerintah membuka akses internet di Papua dan Papua Barat, 23 Agustus 2019. (Foto: AFP)

Koneksi internet di sejumlah wilayah di Papua mati sejak 30 April akibat terputusnya sistem komunikasi kabel laut. Hal ini dinilai telah menghambat kebebasan pers dan pemenuhan hak masyarakat atas informasi. Pemerintah pdiminta lebih transparan soal penyebab terputusnya koneksi internet di Papua.

Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto, mengatakan jaringan internet yang belum pulih di sejumlah wilayah di Papua setelah terputus selama tiga pekan pada akhir April lalu telah menghambat masyarakat dalam mengaksesi informasi.

"Dampaknya sudah kelihatan. Masyarakat juga sudah mengeluhkan sejak jauh hari bahwa yang terganggu pertama adalah dalam segi kemampuan untuk mengakses informasi," kata Damar kepada VOA, Minggu (23/5) malam.

Koneksi internet di beberapa wilayah seperti Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom, dan Kabupaten Sarmi di Papua, terputus pada 30 April hingga 21 Mei 2021.

Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto. (Foto: Dokumen Pribadi)
Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto. (Foto: Dokumen Pribadi)

Meski Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah menyatakan jaringan internet tersebut telah pulih pada Jumat (21/5). Namun, kata Damar, informasi lapangan dan data yang diperoleh pihaknya justru menunjukkan fakta sebaliknya. Koneksi di empat daerah itu belum pulih sepenuhnya.

"Dari data yang kami ambil dari organisasi pemantau jaringan internet yang berbasis di London, yakni Netblocks, menunjukkan bahwa memang ada peningkatan jaringan. Tapi itu lewat koneksi satelit dan ini baru mencapai sekitar 57 persen kalau di Kota Jayapura. Sedangkan, di daerah lain itu tidak terlalu stabil," ucapnya.

Pendidikan dan Ekonomi Terdampak

Meski koneksi sudah mulai pulih pada 21 Mei 2021, tetapi belum kembali ke kondisi sedia kala. Hal ini merugikan masyarakat, terutama untuk kegiatan pendidikan dan ekonomi.

Misalnya, ujar Damar, pendidikan jarak jauh tidak bisa dilaksanakan, padahal para pelajar sedang memasuki masa ujian.

"Lalu, juga mesin ATM yang seharusnya berfungsi banyak yang enggak bisa. Akibatnya masyarakat harus keluar dari rumah serta pelajar ke sekolah dan itu menimbulkan risiko. Kita sedang dalam masa pandemi," ungkap Damar.

SAFNet Dorong Transparansi

Sampai saat belum diketahui secara pasti mengenai penyebab terputusnya jaringan internet di empat daerah tersebut. Berdasarkan situasi tersebut, SAFEnet mendesak agar pemerintah menyampaikan secara transparan kepada publik penyebab gangguan internet di Jayapura dan sekitarnya pada 30 April 2021 dengan menyertakan bukti-bukti pendukung.

"Kalau dikatakan bahwa penyebab matinya karena faktor alam, tapi pernyataan di media sering tidak konsisten. Mulai dari karena gempa, pergeseran lempeng bumi, bahkan sampai ada yang mengatakan karena kuat ya arus laut," ujar Damar.

Sejumlah karyawan PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) di Plasa Telkom, 30 April 2018. (Foto: Beawiharta/Reuters)
Sejumlah karyawan PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) di Plasa Telkom, 30 April 2018. (Foto: Beawiharta/Reuters)

Pemerintah diminta untuk mempercepat upaya pemulihan sistem komunikasi di Papua agar tidak memperburuk dampak sektor publik lainnya yang berkaitan dengan informasi, pendidikan, dan ekonomi. Kemudian, pemerintah harus menyediakan informasi yang akuntabel dan bisa diakses secara berkelanjutan oleh publik terkait pemulihan sistem komunikasi kabel laut Sulawesi Maluku Papua Cable System (SMPCS) ruas Biak-Jayapura.

"Kami harap diperhatikan sekali oleh pemerintah karena sejak 2019 sudah ada peristiwa seperti ini. Jadi perlu mitigasi kalau sistem komunikasi diputus jangan sampai sektor layanan publik dan lainnya itu tidak ada mitigasinya," ujar Damar.

Pemerintah juga diminta untuk mengatasi kesenjangan digital di Papua dengan menyediakan infrastruktur sistem komunikasi yang merata tanpa diskriminasi.

"Masyarakat Papua selama ini mengalami kesenjangan digital karena infrastrukturnya tidak memadai. Jadi kalau bisa diperbaiki lagi sehingga tidak ada kejadian yang kemudian semakin menjauhkan masyarakat Papua untuk mengakses hak-haknya," pungkas Damar.

Jaringan Internet di Papua Putus, Kebebasan Pers dan Akses Informasi Terhambat
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:23 0:00

Peliputan Berita Terhambat

Terputusnya jaringan internet selama tiga pekan itu juga menjadi hambatan serius bagi jurnalis di Jayapura dan sekitarnya dan tentunya menghambat kebebasan pers di empat daerah di Papua itu.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Ika Ningtyas, mengatakan para jurnalis di Papua yang wilayahnya mengalami gangguan koneksi internet tidak bisa memverifikasi informasi dengan cepat dan kesulitan mengakses serta mengirimkan berita ke redaksinya.

"Kemudian, ketika Telkom membangun internet dengan satelit dan pesan singkat atau SMS bisa digunakan. Akhirnya mengirim berita lewat SMS. Tapi itu tidak langsung terkirim jadi butuh beberapa jam untuk sampai ke redaksi," kata Ika kepada VOA.

Bukan hanya itu, koran lokal Cenderawasih Pos terpaksa harus mengurangi jumlah halaman terbit karena kekurangan bahan berita dari kabar berita nasional akibat terputusnya jaringan internet. Terhambatnya kerja-kerja jurnalis tersebut berdampak langsung terhadap pemenuhan informasi kepada publik.

"Itu beberapa hal yang menjadi hambatan serius terkait putusnya internet di Papua. Padahal, kita tahu isu Papua lebih membutuhkan verifikasi dan ada peristiwa khusus," ucap Ika.

Ika mengungkapkan ada kekhawatiran bahwa saat para jurnalis tidak bisa memverifikasi berita karena jaringan internet terputus, situasi tersebut dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk mengontrol informasi terkait Papua. Apalagi, ketika jaringan internet terganggu ada sejumlah isu krusial, seperti operasi keamanan Satgas Nemangkawi dan evaluasi Undang-Undang Otonomi Khusus Papua.

"Ini membutuhkan verifikasi yang akurat juga dari teman-teman jurnalis untuk memastikan apa yang terjadi itu tidak melanggar HAM dan sebagainya. Akhirnya karena internet mati para jurnalis menjadi terganggu untuk melakukan tugas-tugas jurnalistiknya," ujarnya.

Sejumlah tentara Indonesia yang dikerahkan untuk mengamankan malam Idulfitri di Timika, Papua, 12 Mei 2021. (Foto: Sevianto Pakiding/AFP)
Sejumlah tentara Indonesia yang dikerahkan untuk mengamankan malam Idulfitri di Timika, Papua, 12 Mei 2021. (Foto: Sevianto Pakiding/AFP)

AJI Indonesia telah mengirimkan surat ke Kominfo dan Telkom untuk meminta penjelasan tentang apa yang sebenarnya terjadi terkait matinya jaringan internet di empat wilayah di Papua tersebut. Namun, jawaban yang dikirim instansi terkait soal matinya jaringan internet dinilai tidak memuaskan.

"Jadi karena perbedaan-perbedaan ini justru membuat keraguan dari kami. Sebenarnya alasannya kenapa itu yang belum kami temukan dan tidak ada bukti pendukung" pungkas Ika.

Resolusi PBB

Pada 2016, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan resolusi yang menyatakan bahwa akses internet sebagai hak asasi manusia. Oleh karena itu, penguatan terhadap infrastruktur internet berkaitan langsung untuk menjamin akses universal terhadap hak-hak lainnya seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan hak atas kebebasan berekspresi, dan kebebasan pers.

Sebelumnya, PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) dan Kominfo mengumumkan pada Kamis (6/5) tentang terputusnya sistem komunikasi kabel laut SMPCS ruas Biak-Jayapura di dasar laut, 280 km dari Biak dan 360 km dari Jayapura sejak 30 April 2021. Putusnya sistem komunikasi ini menyebabkan matinya koneksi internet di Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom dan Kabupaten Sarmi. Kominfo menduga putusnya sistem komunikasi itu diduga disebabkan oleh faktor alam.

Juru bicara Kominfo, Dedy Permady, mengatakan pergeseran lapisan bumi dasar laut sebagai penyebab putusnya Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL).

"Penyebab putusnya kabel ini diperkirakan adalah akibat pergeseran lapisan bumi di dasar laut. Hal ini mengakibatkan seluruh layanan Telkom Group mengalami gangguan dengan total trafik sebesar 135 Gbps,” jelasnya saat dikutip dari laman resmi Kominfo, Jumat (14/5).

Namun, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan tidak ada gempa masif yang terjadi di sekitar Papua dalam dua bulan terakhir. [aa/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG