Tautan-tautan Akses

Polyglot, Selami Dunia Lewat Bahasa


Mira Fitria Viennita Zakaria (tiga dari kanan) memandu 'meja bahasa Jerman' dalam pertemuan Polyglot Indonesia (courtesy: Polyglot Indonesia).
Mira Fitria Viennita Zakaria (tiga dari kanan) memandu 'meja bahasa Jerman' dalam pertemuan Polyglot Indonesia (courtesy: Polyglot Indonesia).

Imersi atau membenamkan diri ke dalam suatu lingkungan berbahasa tertentu, merupakan salah satu metode paling efektif mempelajari bahasa dengan cepat. Ini bisa dilakukan, salah satunya dengan bergabung dengan komunitas pencinta dan pembelajar bahasa, seperti Polyglot Indonesia, kelompok yang beranggotakan orang-orang yang menguasai beberapa bahasa.

Tak perlu tinggal dan sekolah di luar negeri untuk bisa menguasai Bahasa asing. Hal itu dibuktikan oleh Vremita Desectia yang sebagian besar hidupnya dihabiskan di Yogyakarta.

Perempuan 30 tahun ini menguasai sedikitnya 12 bahasa dengan tingkat kemampuan berbeda. Mulai dari tingkat mahir seperti Inggris dan Perancis; menengah seperti Italia, Spanyol, Jerman, Denmark, Norwegia; sampai pemula seperti Turki dan Ceko.

Vremita Desectia menjadi moderator dalam Perkumpulan Nasional Polyglot Indonesia 2018 di Jakarta (courtesy: Polyglot Indonesia).
Vremita Desectia menjadi moderator dalam Perkumpulan Nasional Polyglot Indonesia 2018 di Jakarta (courtesy: Polyglot Indonesia).

Lulusan Sastra Perancis UGM ini dijuluki hyperpolyglot, yaitu seseorang yang bisa enam bahasa atau lebih. Semua bahasa asing itu dipelajari Vremita di Indonesia, sebagian secara otodidak lewat buku-buku atau belajar dari guru dan penutur asing.

“Kalau saya memang tidak mengalami imersi yang besar dalam waktu lama, tapi dalam setiap proses pembelajaran pasti ada ‘imersi kecil’ ketika misalnya kita di suatu komunitas penutur tersebut, kita pasti akan terpacu untuk menggunakan bahasa tersebut,” ujar Vremita.

Salah satu cara yang dilakukan Vremita adalah dengan bergabung dengan komunitas bahasa, seperti Polyglot Indonesia, yang tersebar di beberapa kota besar. Ini adalah sebuah organisasi nirlaba yang menjadi wadah bagi para language enthusiast atau pencinta bahasa untuk mempelajari lebih banyak bahasa dan budaya. Banyak anggotanya adalah polyglot, atau menguasai sedikitnya empat bahasa.

Salah satu kegiatan rutin Polyglot Indonesia sebelum pandemi adalah mengadakan pertemuan ‘meja bahasa’ yang dihadiri puluhan orang. Masing-masing meja dipimpin oleh seorang koordinator bahasa yang memandu sebuah diskusi dengan bahasa tertentu, jelas Direktur Eksekutif Polyglot Indonesia Mira Fitria Viennita Zakaria.

“Yang kita lihat dari situ adalah bahwa orang itu sangat termotivasi karena; satu, diberikan kesempatan untuk praktek; kedua, kita juga berusaha untuk menjadikan itu safe space, jadi dalam hal kita mau belajar, melakukan kesalahan, tapi kita juga kasih tahu bagaimana memperbaikinya,” tukas Mira.

Untuk terus menumbuhkan minat belajar dan memotivasi para anggotanya, kelompok ini juga kerap mengundang pakar bahasa serta polyglot lain dari mancanegara untuk berbagi ilmu.

Salah seorang di antaranya adalah Ellen Jovin, pendiri ‘Grammar Table’ di New York, yang pada 2018 menghadiri Perkumpulan Nasional Polyglot Indonesia secara virtual.

Jovin mengatakan kepada VOA bahwa untuk mempelajari bahasa secara mandiri harus menggunakan strategi. Yaitu, mengenali kelebihan dan kekurangan diri. Seperti yang dilakukannya ketika mempelajari puluhan bahasa di dunia.

“Saya berusaha memenej frustasi yang muncul dengan berdamai dengan diri sendiri dan mengatakan, OK, pelajaran audio yang saya dengarkan ini tidak efektif buat saya dan saya merasa agak frustasi karena tidak bisa mengikuti pelajaran. Jadi sekarang saya stop dulu, dan akan belajar kosakata dan menulis saja. Atau… saya akan baca dan latihan tata bahasa dulu saja,” paparnya.

Pendiri 'Grammar Table' Ellen Jovin memberikan seminar secara virtual dari New York di depan ratusan peserta Polyglot Indonesia (courtesy: Polyglot Indonesia).
Pendiri 'Grammar Table' Ellen Jovin memberikan seminar secara virtual dari New York di depan ratusan peserta Polyglot Indonesia (courtesy: Polyglot Indonesia).

Jovin mengatakan cara ini memungkinkannya belajar bahasa dengan efektif dan, yang tak kalah penting, menyenangkan. "Begitu Anda mengerti apa saja sumber daya yang tersedia, Anda bisa 'mix and match.' Menyenangkan juga. Saya merasa lebih cerdik dan bisa mengatasi kekurangan ketika belajar dengan efektif."

Bagi para polyglot, kemampuan menguasai beberapa bahasa memberi mereka banyak manfaat, salah satunya dalam bekerja.

Mira, yang menguasai bahasa Jerman, bekerja di sebuah BUMN Jerman yang berbasis di Jakarta. Sementara Vremita bekerja di Kedutaan Denmark di Jakarta, di mana dalam kesehariannya menggunakan bahasa tersebut.

“Semakin banyak bahasa yang (dikuasai) atau siapapun yang benar-benar punya skill bahasa dua, tiga atau lebih… kemampuan dalam bekerja (juga) ada pengaruh positifnya. Salah satunya, you can switch between two things very quickly.

Selama pandemi virus corona, banyak kegiatan Polyglot Indonesia beralih secara virtual. (courtesy: Polyglot Indonesia).
Selama pandemi virus corona, banyak kegiatan Polyglot Indonesia beralih secara virtual. (courtesy: Polyglot Indonesia).

Mempelajari bahasa asing juga merupakan cara mereka untuk menyelami dunia yang baru.

“Ada hal baru yang kita pelajari mengenai manusia, masyarakat, sejarah, budaya, politik dan itu sangat enriching. Kita juga jadi lebih mudah mengerti orang lain dan lebih mudah untuk koordinasi,” kata Vremita.

Sentimen senada disampaikan Jovin. “Saya merasa lebih dekat kepada lebih banyak orang. Saya meyakini kita adalah manusia. Kita adalah warga dunia. Dan bahasa memungkinkan saya merasakannya.”

Kecintaan Jovin pada bahasa, termasuk bahasa Inggris, diwujudkannya lewat ‘Grammar Table,’ di mana dia meletakkan meja dan kursi di tempat umum, dan berdiskusi dengan orang-orang yang lewat mengenai tata bahasa, kosakata, kalimat, dan lain-lain. Kegiatan ini dilakukannya secara rutin di New York City dan kota-kota lain sebelum pembatasan sosial akibat pandemi virus corona.

Selama pandemi, kegiatan tatap muka ‘Grammar Table’ yang dijalankan Jovin serta ‘meja bahasa’ yang dikelola Polyglot Indonesia, terhenti sementara guna melakukan pembatasan sosial. Namun, bukan berarti mereka berhenti belajar dan berkarya.

Banyak kegiatan beralih dari tatap muka ke virtual. Mira mengatakan sedang mengembangkan kolaborasi antara Polyglot Indonesia dengan Wikitongue untuk melestarikan bahasa daerah. Vremita mengaku sedang mengasah kemampuan bahasa Denmark, Norwegia dan Hungaria. Sementara Jovin mengatakan dia sedang menulis buku berisi pengalamannya memandu 'Grammar Table' di 47 negara bagian di AS. Buku tersebut akan dirilis pada 2021. [vm/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG