Tautan-tautan Akses

Penderita HIV/AIDS di Indonesia Masih Alami Diskriminasi Akses Kesehatan


Seorang ibu memeriksakan tekanan darah di sebuah Puskesmas di Jakarta (foto: dok). Masih banyak hambatan di lapangan untuk menangani ODHA, karena masih langkanya tenaga medis khusus tentang penyakit kelamin.
Seorang ibu memeriksakan tekanan darah di sebuah Puskesmas di Jakarta (foto: dok). Masih banyak hambatan di lapangan untuk menangani ODHA, karena masih langkanya tenaga medis khusus tentang penyakit kelamin.

Pemerintah Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk memberikan akses yang lebih luas bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA).

Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia hingga kini masih merasakan adanya dikriminasi. Termasuk diskriminasi ketika melakukan pemeriksaan kesehatan, diskriminasi tersebut salah satunya dilakukan oleh para dokter.

Pemerintah Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk memberikan akses yang lebih luas bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA), termasuk akses yang lebih luas dalam bidang kesehatan. Hal ini untuk menghindari terjadinya diskriminasi terhadap para ODHA di Indonesia. Namun, dalam implementasinya para ODHA hingga kini masih merasakan terjadinya diskriminasi tersebut.

Asisten Sekjen Komunitas ODHA Bali (KOBA) Yurike Ferdinandus pada keteranganya di Denpasar Bali pada Senin sore mengungkapkan, diskriminasi dalam memperoleh akses kesehatan saat ini justru lebih sering dilakukan oleh para tenaga kesehatan. Bahkan beberapa tenaga kesehatan secara terang-terangan menolak memberikan pelayanan kesehatan ketika mengetahui pasien yang ditangani positif HIV/AIDS.

Yurike Ferdinandus mengatakan, “Itu kenyataan yang ada itu, ya paling 50 persen baru bisa berjalan, kalau orang itu memang benar-benar tahu benar penderita HIV itu seperti apa, barulah dia mau care, tapi kalau tidak lempar sana, lempar sini.”

Yurike menyatakan penanggulangan AIDS selama ini juga cendrung bersifat proyek dan bukan program penanggulangan yang bersifat berkelanjutan. Apalagi sering sekali program penanggulangan AIDS oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) memanfaatkan jasa LSM.

“Kadang-kadang tidak tepat guna, saya rasakan sendiri, ini LSM paling yang dihubungi ABCDE padahal yang diluar sana ada FJHI lagi , karena yang terjangkau hanya ABCDE yang kalau ada program lagi masuk ke LSM ya , yang dapat hanya ABCDE saja,” papar Yurike lagi.

Sedangkan Ketua Pokja Humas KPA Bali Prof. Mangku Karmaya mengakui banyak kendala dalam implementasi mewujudkan akses kesehatan universal bagi ODHA di lapangan. Mengingat jumlah tenaga medis yang paham tentang HIV/AIDS juga masih terbatas

Mangku Karmaya menjelaskan, “Masih banyak hambatan ini ya, kita butuh tenaga yang khusus tentang penyakit kelamin, kalau di puskesmas-puskesmas harus ada paling tidak itu, meskipun kita sudah punya prosedur untuk pemeriksaan sederhana.”

Berdasarkan data KPA Bali jumlah kasus HIV/AIDS di Bali kini telah mencapai 4.300 kasus. Sementara peningkatan jumlah kasus HIV/AIDS kini menjadi ancaman bagi pencapaian target Millenium Development Gools (MDGS) atau target pembagunan millennium pada 2015.

XS
SM
MD
LG