Tautan-tautan Akses

Museum Kebudayaan Pop Seattle


Salah satu pencipta Marvel Comics, Stan Lee, memperlihatkan tangannya setelah menempatkannya di cetakan semen dalam sebuah upacara di halaman latar teater TCL Chinese di Los Angeles, AS, 18 Juli 2017 (foto: REUTERS/Mario Anzuoni)
Salah satu pencipta Marvel Comics, Stan Lee, memperlihatkan tangannya setelah menempatkannya di cetakan semen dalam sebuah upacara di halaman latar teater TCL Chinese di Los Angeles, AS, 18 Juli 2017 (foto: REUTERS/Mario Anzuoni)

Museum Kebudayaan Pop Seattle awalnya dibangun sebagai penghargaan kepada musisi Jimi Hendrix, namun kini salah satu bagian menjadi tempat merayakan kebudayaan pop kontemporer yang didedikasikan untuk Marvel Comics Super Heroes, yang penciptanya – Stan Lee – meninggal dunia beberapa minggu lalu.

Museum of Pop Culture atau Museum Kebudayaan Pop di Seattle dikaitkan dengan keberadaan sebuah gitar elektrik yang agak rusak, yang merupakan penghargaan untuk gitaris legendaris Jimi Hendrix.

Museum nirlaba yang didirikan tahun 2000 oleh Paul Allen, salah seorang pendiri Microsoft, didedikasikan untuk semua yang terkait dengan budaya pop, mulai dari film fantasi dan horor, hingga buku komik dan video-game. Motto museum ini adalah mengeksplorasi dan mendukung daya kreatif yang membentuk dan menginspirasi hidup kita. Termasuk diantaranya adalah buku komik.

Sebuah pameran yang diberi judul “MARVEL: Universe of Super Heroes,” diselenggarakan untuk mengenang sejarah buku komik dan seorang tokoh yang mengubah ide menjadi sketsa dan kartun yang menarik di atas keras. Ia adalah tokoh legendaris Marvel Comics, Stan Lee, yang meninggal dunia pada 12 November lalu dalam usia 95 tahun. Kurator museum Brooks Peck mengatakan.

“Bagi banyak pengunjung kami, Spider Man adalah pahlawan super yang paling utama. Ini karena ia pertama-tama dihadirkan di buku-buku komik sebagai seorang remaja biasa yang berperawakan kurus, bukan berotot. Ia digambarkan harus menyelesaikan PR, berurusan dengan pekerjaan di rumah dan keluarganya. Jauh lebih mudah mengidentifikasi diri kita dengan Spider Man, terutama karena kita bicara tentang pembaca komik yang lebih muda, atau pembaca remaja, yang masih suka berpetualang, jahil dan sangat mudah berteman. Ia selalu bercanda, mengolok-olok penjahat, bahkan ketika melawan mereka. Ia orang yang sangat mudah didekati,” papar Brooks Peck.

Berdasarkan prinsip yang sama dan kemampuan untuk mendekati sosok seperti Spider Man, diciptakanlah “Miss Marvel” pada tahun 2016.

“Miss Marvel adalah remaja Amerika berusia 16 tahun keturunan Pakistan. Sama seperti Spider Man, ia remaja dan berjuang keras untuk memiliki kehidupan yang normal. Tetapi ada elemen komik juga, yaitu ketika orang melihatnya sebagai seorang remaja Muslim yaitu bagaimana ia melawan sterotip,” jelas Brooks Peck.

Brooks Peck mengakui bahwa memilih seorang atau beberapa orang pahlawan untuk dipamerkan bukan tugas yang mudah, karena setiap ‘super hero’ memiliki karakteristik masing-masing yang memang pantas untuk ditampilkan.

“Ini adalah pameran Marvel yang paling besar yang pernah ada, tetapi kami berbicara tentang alam semesta. Ada ribuan pahlawan, dan kami harus memilih beberapa. Kami ingin menghadirkan pahlawan klasik dan pahlawan baru, menceritakan kisah lama dan sekaligus kisah yang terjadi pada abad ke-21. Kami tahu tidak bisa menunjukkan semua pahlawan, tetapi dapat mendorong rasa ingin tahu sehingga dapat mendorong orang menjelajahi dunia Marvel,” urai Brooks Peck.

Dan meskipun karakter-karakter ini merupakan sosok yang dibuat, pengaruh mereka pada setiap kisah sangat menarik para fans di seluruh dunia karena menyentuh isu nyata sehari-hari. [em]

XS
SM
MD
LG