Tautan-tautan Akses

Mahasiwa Jawab Tantangan Permasalahan Pertahanan AS yang Rumit


The Global Entrepreneurship Summit (GES) menjadi tuan rumah GES+, sebuah program intensif satu hari yang dirancang untuk menghubungkan 150 wirausaha muda baru dengan investor dan pemimpit di jagat kewirausahaan, tanggal 22 Juni 2016 di Stanford University, Palo Alto, California.
The Global Entrepreneurship Summit (GES) menjadi tuan rumah GES+, sebuah program intensif satu hari yang dirancang untuk menghubungkan 150 wirausaha muda baru dengan investor dan pemimpit di jagat kewirausahaan, tanggal 22 Juni 2016 di Stanford University, Palo Alto, California.

Mahasiswa Stanford University belajar untuk memecahkan permasalahan di dunia nyata dalam kelas yang dinamai “Hacking the Defense.”

Ada lebih dari 100 mata kuliah kewirausahaan di Stanford University. Namun hanya satu yang melibatkan mahasiswa dengan berlari menuju samudra dengan berpakaian penuh atau berpakaian seragam dengan membawa alat peledak.

Dalam sebuah kelas yang disebut Hacking for Defense, mahasiswa menjawab permasalahan yang dihadapi pasukan dan lembaga pertahanan. Mereka diharapkan untuk turun ke lapangan untuk memahami bagaimana rasanya menjadi seorang prajurit yang berjuang dengan teknologi pemetaan atau seorang veteran yang kembali dari medan tempur yang menyandang berbagai cedera tubuh.

“Mereka berusaha memecahkan beberapa dari permasalahan nyata paling sulit di dunia yang akan pernah mereka temui,” ujar Steve Blank, satu dari beberapa pengajar di kelas itu.

“Dengan segala hormat kepada Google dan Dropbox serta Facebook dan Twitter, dimana mereka memiliki semua peluang di lembah ini untuk mengerjakan apa yang dilakukan oleh para mahasiswa di sini, ini adalah beberapa permasalahan yang membuat permasalahan yang mereka kerjakan terlihat remeh temeh bila dibandingkan,” ujarnya.

Badan-badan yang menjadi bagian Departemen Pertahanan memberikan permasalahan kepada kelas tersebut. Para mahasiswa dapat tertantang untuk menemukan cara-cara untuk membantu para veteran yang menyandang beragam cedera atau berusaha untuk menciptakan teknologi sehingga para penyelam Navy Seal tidak harus berulang kali muncul ke permukaan air.

Mahasiswa mewawancara banyak orang sebagai bagian dari metodologi untuk mengubah gagasan secara cepat menjadi solusi, yang dikenal sebagai “produk dengan kelayakan minimum.” Mereka terus menerus menguji hipotesanya untuk mendapatkan sebuah jalan keluar dan dari wawancara yang mereka lakukan sering kali mereka belajar bahwa mereka harus mengulang kembali dari awal. Metodologi yang disebut “Peluncur Ramping,: digunakan oleh program National Science Foundation's Innovation Core untuk mengkomersialisasikan ilmu pengetahuan.

Mahasiswa Stanford juga harus belajar bagaimana keputusan dalam sebuah organisasi diambil.

“Penyebarluasan maknanya, darimana kita mendapatkan pendanaan?” ujar Blank. “Siapa yang harus anda yakinkan? Apakah seorang jendral, manajer program? Apakah sekumpulan orang? Siapa yang akan memproduksinya?”

Menguggah kesadaran

Mata kuliah yang tidak biasa ini yang berlangsung selama 10 pekan mengguggah para mahasiswa yang belajar dari dekat tentang beragam tantangan yang dihadapi keamanan nasional. Selain di Stanford, mata kuliah yang sama juga diajarkan di delapan universitas lainnya.

Benji Nguyen, seorang mahasiswa jurusan kebijakan publik dari Austin, Texas, sedang menangani tugas terkait keamanan siber di pelabuhan-pelabuhan di AS sebagai bagian dari USTRANSCOM, yang mengelola transportasi di Amerika Serikat.

Ia telah mendiskusikan tentang mata kuliah ini bersama kedua orang tuanya.

“Ketika saya sampaikan kepada mereka bahwa saya sedang bekerja bersama pihak militer untuk membantu memecahkan permasalahan, mereka sangat terlihat sangat tertarik,” ujarnya.

Untuk mahasiswa AS, kelas Hacking the Defense memberi mereka peluang unik untuk mengabdi kepada negaranya; namun juga kelas tersebut ternyata telah menarik mahasiswa asing dalam jumlah yang mengejutkan, ujar Blank.

“Saya terkejut dengan jumlah mahasiswa asing asal Singapura, China, dan India yang sama tertariknya untuk belajar metodologi yang sama dan membawa pengetahuan tersebut kembali ke negaranya,” ujarnya.

Beberapa mahasiswa melanjutkan dengan membangun perusahaan dari proyek yang mereka kerjakan selama belajar dari kelas ini.

Ketika ia ikut kelas Hacking for Defense tahun lalu di Stanford, Payam Banazadeh, direktur utama Capella Space, mengatakan timnya mewawancarai lebih dari 150 orang, dengan bertanya, “Apakah yang menjadi permasalahan anda? Apa yang membuat anda tidak dapat tidur? Apabila anda memiliki uang untuk dibelanjakan, kemana anda akan belanjakan uang itu?” Tim tersebut sedang merancang satelit yang dapat mengumpulkan data bahkan ketika tertutup awan atau dalam kondisi gelap.

“Apabila jawaban kita sesuai dengan teknologi yang kami miliki, maka anda telah bertemu dengan pelanggan yang sesungguhnya,” ujar wiraswata kelahiran Iran.

Baru-baru ini, Capella berhasil menggalang dana sebesar $12 juta. Di antara pelanggannya adalah Departemen Pertahanan. [ww]

XS
SM
MD
LG