Tautan-tautan Akses

Militer AS Manfaatkan Inovasi Perusahaan Rintisan di Jagat Teknologi


Militer AS memanfaatkan inovasi perusahaan rintisan 'Capella Space' (Foto: VOA-Elizabeth Lee/Video screen shot)
Militer AS memanfaatkan inovasi perusahaan rintisan 'Capella Space' (Foto: VOA-Elizabeth Lee/Video screen shot)

Capella Space sebuah perusahaan rintisan di jagat teknologi dalam jangka waktu satu tahun telah berhasil untuk mendapatkan pelanggan yang tidak biasa, yaitu militer AS.

Capella Space selintas tampaknya sama seperti perusahaan rintisan teknologi lainnya di Silicon Valley, dengan pemandangan orang-orang yang sibuk menulis kode komputer di meja mereka. Namun hanya dalam jangka waktu satu tahun, Capella telah memimiliki satu pelanggan unik: militer AS.

“Kami senang bekerja dengan pemerintah karena kami merasa kami dapat membantu pemerintah untuk menghemat uang, memperkenalkan kemampuan yang sebelumnya tidak dimiliki, dan lewat itu mudah-mudahan dapat menyelematkan jiwa,” ujar Payam Banazadeh, salah satu pendiri dan CEO Capella Space.

Seorang imigran dari Iran, Banazadeh saat ini memproduksi jenis satelit khusus yang mampu untuk menangkap citra, meskipun terhalang awan dan pada saat malam hari. Yang membuatnya unik adalah ukurannya. Ukuran satelit itu hanya sedikit lebih besar dari kotak sepatu.

“Mereka (pihak militer) telah memilikinya sejak lama. Bahkan, ini adalah tipe teknologi militer. Masalahnya satelit yang mereka gunakan berukuran masif. Satelit tersebut seukuran bus sekolah,” jelas Banazadeh.

Tidak seperti pihak militer, Capella Space dapat membangun satelit dengan ukuran lebih kecil, biaya lebih murah, dan dengan kecepatan yang lebih tinggi ketimbang satelit tradisional militer. Militer sekarang dengan segera dapat menjadi satu dari pelanggan Capella Space untuk data satelitnya lewat sebuah kelompok baru yang berada di bawah Departemen Pertahanan AS, yang disebut Unit Eksperimental Inovasi Pertahanan, atau disingkat DIUx.

“Departemen Pertahanan adalah birokrasi terbesar di dunia. Anggotanya mencapai 3 juta orang, baik militer maupun sipil. Dalam sebuah organisasi besar, untuk melakukan sesuatu butuh waktu lama dan untuk hal-hal tertentu hal ini masuk akal,” ujar Raj Shah, mitra pengelola DIUx.

“Ada hal-hal tertentu yang sifatnya rahasia dan harus dilindungi. Dan sudah barang tentu, segalanya yang disentuh oleh para prajurit kami memiliki implikasi hidup atau mati,” jelas Shah.

Sebagai hasilnya, kalangan militer cenderung untuk menghindari risiko, dan di banyak kasus, hanya akan mengadopsi teknologi ketika teknologi itu telah mencapai kesempurnaan. Meskipun demikian, saat itu tiba, acapkali teknologinya sudah usang.

Sebaliknya kultur di Silicon Valley dan ekosistem di banyak perusahaan rintisan di jagat teknologi, risiko dan kecepatanlah yang mendorong terciptanya inovasi.

“Luncurkan produk dengan kelayakan minimal dengan cepat ke pasar dan ambil pelajaran dari itu dan ulangi serta coba untuk melakukannya secepat mungkin,” ujar Banazadeh.

Di Konferensi Global Lembaga Milken baru-baru ini, para pakar dari Silicon Valley dan kalangan militer menekankan pentingnya mengikuti perkembangan teknologi dengan bekerjasama bersama perusahaan-perusahaan rintisan yang inovatif.

“Sebagai sebuah pernyataan yang bersifat luas, sistem keamanan pemerintahan sangat buruk. Sebagai sebuah pernyataan yang bersifat luas, sistem pemerintahan tidak menggunakan bentuk sistem operasi, enkripsi, dan mekanisme terkini,” ujar Eric Schmidt, presiden direktur dari perusahaan induk Google, Alphabet.

“Dengan mempertimbangkan kecepatan kemajuan teknologi, bahwa apabila kita tidak menerima solusi kurang dari 101%, kita akan tertinggal lebih jauh lagi,” ujar Norton Schwartz, mantan kepala staf, AU AS dan presiden serta CEO, Eksekutif Bisnis untuk Keamanan Nasional.

Sebagaimana dibuktikan oleh serangan siber paling akhir, ini adalah perlombaan konstan agar selalu berada lebih unggul dari ancaman yang ada.

Dengan kantor di Silicon Valley dan di beberapa pusat teknologi lainnya di seluruh AS, misi DIUx adalah untuk menjembatani perbedaan kultur perusahaan rintisan teknologi dan militer AS untuk memenuhi kebutuhan keamanan nasional.

“Teknologi selalu berubah dan apabila anda hanya memiliki perlengkapan lama, ini memberi lebih banyak waktu bagi orang jahat untuk menggambarkan titik kerentanannya. Apabila kita selalu berevolusi, ini ibaratnya adalah permainan kucing dan tikus antara penyerang dan pihak yang bertahan dan kami ingin menjadi pihak pemenang dari permainan itu,” ujar Shah.

DIUx mengawalinya dengan menghapuskan pekerjaan administratif dan birokrasi yang secara tradisional ada apabila anda memiliki langganan dari kalangan militer. Sejak awal dimulainya 18 bulan yang lalu, DIUx telah bekerja dengan lebih dari 30 perusahaan teknologi dari seluruh AS dan dunia. Teknologinya berkisar dari robot kapal layar hingga satelit berukuran kecil.

“Ekosistem yang bersifat inovatif akan sangat cocok untuk jenis-jenis teknologi dan produk-produk tertentu dan kita harus memanfaatkan kekuatan tersebut. Mereka bukan jawaban untuk segalanya. Kami tidak berharap perusahan berikutnya di luar sana akan memproduksi pesawat jet tempur. Namun mereka mungkin dapat mengembangkan perangkat lunak yang menjadi bagian dari pesawat tempur itu,” ujar Shah. [ww/es]

XS
SM
MD
LG