Tautan-tautan Akses

HRW Kembali Sorot Isu Perempuan dan Anak Perempuan di Indonesia


Seorang buruh perempuan pabrik sepatu pulang setelah jam kerja usai di kawasan industri Pasar Kemis di Tangerang, 13 Agustus 2014.
Seorang buruh perempuan pabrik sepatu pulang setelah jam kerja usai di kawasan industri Pasar Kemis di Tangerang, 13 Agustus 2014.

Human Rights Watch, Sabtu (19/1), mengeluarkan laporan tahunan tentang praktik hak asasi manusia di seluruh dunia. Laporan ini menyorot kemajuan dan kemunduran di 90 negara dan wilayah, mulai dari akhir 2017 hingga November 2018.

Khusus tentang Indonesia, yang menjadi sorotan adalah isu kebebasan beragama, kebebasan menyatakan pendapat dan berorganisasi, hak perempuan dan anak perempuan, identitas gender dan orientasi seksual, terorisme dan kontra-terorisme, pembunuhan di luar proses hukum atau extrajudicial killings, hingga Papua dan Papua Barat.

Isu perempuan dan anak perempuan disorot luas dalam laporan itu, terutama karena Indonesia dinilai masih belum berhasil menyelesaikan satu persoalan pelik, yaitu kawin anak.

“Pemerintahan Presiden Joko Widodo memulai langkah kecil pada 2018 untuk melindungi hak-hak warga yang paling rentan. Pada bulan April, Jokowi mengumumkan akan melarang kawin anak, tetapi gagal menentukan tenggat waktu penerapan larangan itu,” demikian paragraf pertama laporan tentang Indonesia.

Tangan seorang pengantin di Aceh yang sudah dihias menjelang akad nikah di Banda Aceh, 9 Desember 2012.
Tangan seorang pengantin di Aceh yang sudah dihias menjelang akad nikah di Banda Aceh, 9 Desember 2012.

Lebih jauh laporan itu mengatakan “Jokowi mengumumkan pada April 2018 bahwa ia sedang mempersiapkan keputusan presiden yang akan melarang kawin anak. UU Perkawinan No.1/1974 mengizinkan anak perempuan kawin pada usia 16 tahun dan laki-laki pada usia 19 tahun, dengan izin orang tua. Sekitar 14 persen anak perempuan di Indonesia kawin sebelum usia 18 tahun, dan 1 persen kawin sebelum usia 15 tahun.”

Laporan itu menggarisbawahi bahwa “belum ada tenggat yang ditetapkan Presiden Jokowi untuk menerapkan larangan kawin anak itu.”

Hal lain terkait isu perempuan dan anak perempuan di Indonesia yang disorot dalam laporan tahunan setebal 346 halaman itu adalah soal masih dilakukannya “tes keperawanan” yang kasar, tidak ilmiah dan diskriminatif” oleh Kepolisian dan TNI terhadap perempuan yang melamar untuk menjadi personil polisi dan TNI, meskipun ada tekanan publik yang kuat untuk menghapuskan praktik itu.

Pencabutan Perda Syariah Diskriminatif

Human Rights Watch juga mencatat upaya Komnas Perempuan yang meminta bantuan pada Kantor Staf Presiden untuk melawan diskriminasi terhadap perempuan.

Seorang remaja memegang lilin dan poster bertuliskan “Bersama, hentikan kekerasan seksual,” dalam doa bersama untuk seorang korban kekerasan seksual berusia 14 tahun, yang digelar di depan istana kepresidenan, Jakarta, 4 Mei 2016.
Seorang remaja memegang lilin dan poster bertuliskan “Bersama, hentikan kekerasan seksual,” dalam doa bersama untuk seorang korban kekerasan seksual berusia 14 tahun, yang digelar di depan istana kepresidenan, Jakarta, 4 Mei 2016.

“Komnas Perempuan telah memperjuangkan pencabutan peraturan daerah berbasis hukum Islam yang diskriminatif, yang semakin marak di seluruh Indonesia,” demikian petikan laporan tersebut.

Masih banyaknya anak Indonesia yang bekerja dalam kondisi berbahaya di perkebunan tembakau dimana mereka terpapar nikotin, pestisida beracun dan bahaya lain.

“Meskipun pemerintah Indonesia melarang anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun melakukan pekerjaan berbahaya, otorita berwenang belum mengubah undang-undang atau peraturan perburuhan supaya secara eksplisit melarang anak-anak bekerja di perkebunan tembakau,” tegas laporan itu.

Belum ada tanggapan dari otorita berwenang di Indonesia tentang laporan tahunan Human Rights Watch ini, khusus yang menyorot isu perempuan dan anak perempuan. [em]

Recommended

XS
SM
MD
LG