Tautan-tautan Akses

Gubernur DKI Jakarta akan Perpanjang PSBB


Jalan-jalan di Jakarta tampak sepi setelah penerapan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) di tengah wabah virus corona (COVID-19), Jumat, 10 April 2020. (Foto: AFP)
Jalan-jalan di Jakarta tampak sepi setelah penerapan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) di tengah wabah virus corona (COVID-19), Jumat, 10 April 2020. (Foto: AFP)

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berencana akan memperpanjang pelaksanaan Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) .

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berencana akan memperpanjang pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang telah berjalan sejak 10 April 2020. Menurutnya pelaksanaan PSBB selama 14 hari, seperti diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2020 tentang pedoman PSBB, terbukti tidak cukup.

Namun Anies belum dapat memastikan berapa kali PSBB ini akan diperpanjang. Pihaknya masih harus melakukan evaluasi tentang perebakan Covid-19 tersebut.

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, saat melakukan tele-conference terkait perebakan virus Corona di Jakarta. (Foto: IG/@aniesbaswedan)
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, saat melakukan tele-conference terkait perebakan virus Corona di Jakarta. (Foto: IG/@aniesbaswedan)

Sehubungan dengan evaluasi pelaksanaan PSBB di pekan pertama, menurut Anies, masih dibutuhkan kampanye kesadaran masyarakat terkait bahaya wabah virus corona. Pemahaman atas masalah virus corona terbukti belum merata di kalangan masyarakat.

“Saat ini virus corona sudah menyebar dan harus kita hentikan. Cara menghentikannya dengan mengurangi interaksi. Cara mengurangi interaksi adalah dengan berada di rumah, tinggal di rumah, kurangi kegiatan di luar, mengurangi ada kontak dengan siapapu” ujar Anies.

Kemenkes: Kepala Daerah Tak Perlu Ajukan Ijin Perpanjangan PSBB

Kepala Bidang Media dan Opini Publik Kementerian Kesehatan, Busroni, menyatakan Anies Baswedan boleh langsung memperpanjang waktu pelaksanaan PSBB untuk mencegah penyebaran virus corona. Menurut Busroni, kepala daerah tidak perlu lagi mengajukan izin ke Kemenkes untuk memperpanjang waktu pelaksanaan PSBB.

Pemprov DKI Jakarta Tutup 23 Perusahaan yang Langgar PSBB

Dalam masa pelaksanaan PSBB, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menutup sementara 23 perusahaan karena melakukan pelanggaran. Puluhan perusahaan itu tersebar di empat wilayah, yakni Jakarta Pusat (7), Jakarta Barat (11), Jakarta Utara (4) dan Jakarta Selatan (1). Perusahaan yang ditutup itu bergerak di luar sektor yang dikecualikan selama PSBB sehingga dinilai melanggar aturan.

Sektor yang diizinkan beroperasi pada masa PSBB ini adalah sektor kesehatan, bahan pangan/makanan/minuman, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu serta kebutuhan sehari-hari.

Seorang pria berjalan melewati toko-toko yang sepi setelah penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta, 10 April 2020. (Foto: AFP)
Seorang pria berjalan melewati toko-toko yang sepi setelah penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta, 10 April 2020. (Foto: AFP)

DKI Jakarta Hotspot Perebakan Covid19

DKI Jakarta merupakan provinsi dengan catatan kasus positif Covid-19 tertinggi di seluruh Indonesia.

Berdasarkan data di situs web corona.jakarta.go.id, grafik kasus positif Covid-19 masih terus meningkat. Pada 9 April 2020, satu hari sebelum PSBB diterapkan, jumlah pasien positiif Covid-19 di Jakarta sebanyak 1.719 orang.

Data nasional menyebutkan hingga tanggal 17 April 2020, total kasus positif virus corona di Indonesia mencapai 5.923. Sebanyak 2.823 kasus diantaranya berada di Jakarta.

Laporan dari fasilitas kesehatan di DKI Jakarta dan telah dilaporkan ke Kementerian Kesehatan, jumlah orang dalam pemantauan (ODP) di Jakarta per 17 April, berjumlah 3.779. Sementara pasien dalam pengawasan (PDP) mencapai 2.865.

Dalam rapat yang digelar secara virtual dengan DPR baru-baru ini, Anies Baswedan menyatakan adanya peningkatan kebutuhan alat perlindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan dalam penanganan Covid-19. Saat ini, lanjut Anies, kebutuhan APD di DKI Jakarta mencapai 10 ribu unit per hari dari sebelumnya 5.000 unit per-hari.

Peningkatan ini, tambahnya, disebabkan oleh aktivitas tenaga kesehatan yang meningkat dan pemulasaraan jenazah pasien Covid-19 yang membutuhkan APD.

Petugas kesehatan beristirahat di tengah pelaksanaan tes cepat (rapid test) virus corona (COVID-19) di Bandung, Jawa Barat, 4 April 2020. (Foto: Reuters)
Petugas kesehatan beristirahat di tengah pelaksanaan tes cepat (rapid test) virus corona (COVID-19) di Bandung, Jawa Barat, 4 April 2020. (Foto: Reuters)

Anies juga mengatakan perlu dilaksanakan tes Covid-19 yang masif dan serius agar kondisi riil di lapangan dapat dilihat dengan baik.

Meskipun kebijakan PSBB sudah dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta tetapi kebijakan ini belum mampu mengurangi atau memutus penularan Covid-19. Yang terjadi justru jumlah orang yang terinfeksi virus ini terus meningkat.

PSBB Jakarta Tak Didukung Daerah Penyangga

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, menilai hal tersebut dikarenakan mobilitas orang masih tinggi. Selain itu, transportasi dari daerah penyangga, seperti di kereta Jabodetabek, masih berdesakan.

Menurut Trubus sekarang ini masih banyak industri yang masih mempekerjakan karyawannya sehingga banyak kantor-kantor, pabrik-pabrik di Jakarta yang masih beroperasi.

Selain itu kata Trubus, penegakan hukum tidak tegas dan jelas. Dia mencontohkan orang yang berkerumun bisa masuk ke ranah pidana jika ketika dibubarkan ada yang mengancam.

“Tapi kalau dibubarin, bubar bubar ya sudah tidak ada masalah apa-apa. Penegakan hukumnya akhirnya lemah juga dalam hal ini, belum mengikat secara keseluruhan," katanya.

Para pengunjung sebuah kafe di Gelora Bung Karno duduk dalam jarak tertentu dalam upaya mencegah penyebaran virus corona, Jakarta, 26 Maret 2020. (Foto: Dita Alangkara/AP)
Para pengunjung sebuah kafe di Gelora Bung Karno duduk dalam jarak tertentu dalam upaya mencegah penyebaran virus corona, Jakarta, 26 Maret 2020. (Foto: Dita Alangkara/AP)

Ketidakefektifan tersebut diakibatkan oleh jaring pengaman sosial yang dinilai kurang. Jaring pengaman sosial ini yang sudah berlaku di DKI Jakarta hanya menganggarkan Rp600 ribu untuk setiap Kepala Keluarga (KK).

"Harusnya, idealnya, menurut saya per jiwa. Kalau corona sebagai bencana nasional, maka pemberian santunan bukan lagi urusan per KK. Misalnya suami istri anaknya cuma satu, ketolong itu. Tapi kalau KK itu isinya ada 12 orang jadi nggak efektif," kata Trubus.

Trubus menambahkan karantina terbatas sebaiknya kebijakan yang diambil untuk Jakarta, artinya semua aktivitas dihentikan. [fw/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG