Tautan-tautan Akses

Filipina: Penyelidikan ICC Soal Pembunuhan Terkait Narkoba Penghinaan


Anggota Badan Penegakan Narkoba Filipina (PDEA) menyita obat-obatan terlarang seperti metamfetamin hidroklorida, disebut Shabu, kokain, ganja, efedrin, ketamin, pseudoefedrin, dan obat-obatan kadaluarsa. (Foto: Reuters)
Anggota Badan Penegakan Narkoba Filipina (PDEA) menyita obat-obatan terlarang seperti metamfetamin hidroklorida, disebut Shabu, kokain, ganja, efedrin, ketamin, pseudoefedrin, dan obat-obatan kadaluarsa. (Foto: Reuters)

Presiden Filipina Rodrigo Duterte menyatakan tidak akan pernah bersedia bekerja sama dengan Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) dalam penyelidikan pembunuhan ribuan orang terkait program pemberantasan narkoba yang digelarnya. Pernyataan itu disampaikan juru bicara presiden, Harry Roque, Selasa (15/6), yang juga mengungkapkan bahwa Duterte menyebut penyelidikan internasional itu menghina sistem pengadilan Filipina.

Namun para aktivis HAM menyambut kemungkinan penyelidikan itu sebagai langkah yang telah lama ditunggu-tunggu menuju keadilan dan akuntabilitas. Seorang kritikus Duterte terkemuka, senator oposisi Leila de Lima yang kini dipenjarakan, mengatakan bahwa pemimpin Filipina itu sekarang mungkin ketakutan akan diseret ke Den Haag untuk diadili sebagai musuh umat manusia.

Kepala Jaksa Penuntut ICC Fatou Bensouda, yang akan segera mengakhiri masa jabatannya, mengatakan, Senin, bahwa pemeriksaan pendahuluan menemukan alasan untuk percaya bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan telah dilakukan selama digelarnya tindakan keras Duterte terhadap narkoba antara 1 Juli 2016 dan 16 Maret 2019.

Tanggal tersebut mencakup periode antara ketika Duterte mulai menggelar tindakan keras polisi tak lama setelah memenangkan masa jabatan presiden enam tahun dan ketika ia memutuskan bahwa Filipina berhenti sebagai anggota ICC. Para kritikus mengatakan pada saat itu Duterte berusaha menghindari pertanggungjawaban.

Lebih dari 6.000 tersangka pengedar narkoba yang sebagian besar miskin telah terbunuh, menurut pernyataan pemerintah, tetapi kelompok-kelompok HAM mengatakan bahwa jumlah korban tewas jauh lebih tinggi dan mencakup banyak kasus pembunuhan yang belum terpecahkan oleh orang-orang bersenjata yang mengendarai sepeda motor yang mungkin telah dikerahkan oleh polisi.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte berbicara selama upacara kedatangan vaksin COVID-19 pertama yang tiba di negara itu, di Pangkalan Udara Villamor di Pasay, Metro Manila, Filipina, 28 Februari 2021. (Foto: REUTERS/Eloisa Lopez)
Presiden Filipina Rodrigo Duterte berbicara selama upacara kedatangan vaksin COVID-19 pertama yang tiba di negara itu, di Pangkalan Udara Villamor di Pasay, Metro Manila, Filipina, 28 Februari 2021. (Foto: REUTERS/Eloisa Lopez)

Duterte telah membantah membenarkan pembunuhan di luar proses hukum terhadap para tersangka pengedar narkoba. Meski demikian, ia pernah secara terbuka mengancam akan membunuh para tersangka dan bahkan memerintahkan polisi untuk menembak para tersangka yang menolak penangkapan dengan melakukan aksi yang membahayakan.

Para hakim ICC memiliki waktu 120 hari untuk menanggapi permohonan Bensouda. Juru bicara Duterte, Harry Roque, mengecam langkah Bensouda sebagai keliru secara hukum. Roque mengatakan ICC, sebagai pengadilan internasional, hanya bisa campur tangan jika sistem peradilan dan penuntutan suatu negara gagal menyelidiki dan memproses kejahatan domestik. Roque mengatakan banyak kasus pembunuhan dan kasus-kasus lain terkait perang pemerintahnya melawan narkoba sedang diproses oleh pengadilan Filipina.

"Merupakan penghinaan bagi semua rakyat Filipina bagi orang asing seperti Bensouda dan sesama orang Filipina yang mengatakan bahwa lembaga hukum kami di Filipina tidak berfungsi dan tidak memberikan keadilan," kata Roque dalam konferensi pers. "Beraninya Anda mengatakan bahwa sistem hukum Filipina tidak berfungsi."

Roque mengatakan yang mengajukan keluhan itu ke ICC adalah musuh-musuh politik Duterte dan pemerintahannya. Ia juga mengatakan, ”Kami tidak akan pernah bekerja sama karena kami bukan lagi anggota.''

Namun, Bensouda menegaskan bahwa ICC memiliki yurisdiksi atas kejahatan yang dituduhkan ketika Filipina masih menjadi anggota mahkamah itu. [ab/uh]

Recommended

XS
SM
MD
LG