Tautan-tautan Akses

Dilema Lansia yang Tinggal dengan Cucu Usia Sekolah di Tengah Pandemi Covid-19


Seorang demonstran memegang papan bertuliskan “Lansia untuk Her Community” melakukan unjuk rasa menentang pembatasan Covid-19 di luar Gedung DPR Negara Bagian Pennsylvania di Harrisburg, Pennsylvania, AS, 15 Mei 2020. (Foto: Reuters)
Seorang demonstran memegang papan bertuliskan “Lansia untuk Her Community” melakukan unjuk rasa menentang pembatasan Covid-19 di luar Gedung DPR Negara Bagian Pennsylvania di Harrisburg, Pennsylvania, AS, 15 Mei 2020. (Foto: Reuters)

Zita Robinson, yang berusia 77 tahun dan penderita diabetes, menjadi sangat berhati-hati jika berada di dekat cucunya sejak pandemi virus corona merebak.

Ada sebuah pintu yang menghubungkan apartemen Robinson di Phoenix ke rumah utama tempat Traris “Trary” Robinson-Newman yang berusia 8 tahun dan ibunya tinggal. Namun, pintu itu lebih sering ditutup. Satu-satunya kontak fisik mereka adalah jika Trary masuk dengan punggungnya menghadap sang nenek. Kemudian Robinson akan mencium tangannya sendiri dan dengan lembut menyentuh punggung Trary, “rasanya seperti saya mengirimkan ciuman dengan tanganku.”

“Ini sangat sulit,” kata Robinson. “Kami hidup bersama, tapi kami hidup terpisah, ujarnya seperti dikutip oleh Associated Press.

Tidak memeluk nenek juga sulit bagi Trary. "Sepertinya aku tidak bisa melihatnya lagi, kata Trary.

Perpisahan yang dialami Trary dan neneknya di rumah mereka menjadi masalah yang lebih besar saat anak-anak kembali ke sekolah. Banyak sekolah umum di seluruh negeri mulai untuk melakukan pembelajaran jarak jauh pada musim gugur. Namun, jika kelas tatap muka kembali dijalankan pada akhir tahun ini, hal itu bisa makin memisahkan anggota keluarga beda generasi yang hidup bersama.

Lansia berusia 65 tahun ke atas adalah salah satu populasi yang paling rentan terhadap virus. Jutaan orang dari kelompok usia tersebut tinggal bersama anak usia sekolah. Bagi rumah tangga seperti itu, ahun ajaran baru berarti mempertimbangkan kembali interaksi-interaksi antara anggota keluarga. Mulai dari makan malam keluarga hingga pelukan sebelum tidur.

Sejauh ini penelitian menunjukkan bahwa anak-anak punya kecenderungan lebih rendah untuk terinfeksi Covid-19 atau hanya mengalami gejala ringan. Namun tidak disimpulkan apakah anak-anak yang terinfeksi dapat dengan mudah menularkannya. Dissebuah sekolah distrik di Georgia, yang telah membuka kembali sekolahnya, kemungkinan terpapar virus mengakibatkan lebih dari 1.200 siswa dan staf harus dikarantina. Selain itu dua sekolah menengah juga ditutup.

Para ahli mengatakan jika seorang cucu membawa pulang virus, kakek-nenek kulit berwarna memiliki risiko tertular lebih tinggi, dibandingkan kakek-nenek yang berkulit putih.

Ayse Mehmet (kiri) menangis karena utrinya Sonya Kaygan meninggal karena Covid-19. Ia menangis bersama cucunya yang berusia tiga tahun, juga bernama Ayse, di rumahnya di Enfield, Inggris, 27 April 2020, sebagai ilustrasi. (Foto: Reuters)
Ayse Mehmet (kiri) menangis karena utrinya Sonya Kaygan meninggal karena Covid-19. Ia menangis bersama cucunya yang berusia tiga tahun, juga bernama Ayse, di rumahnya di Enfield, Inggris, 27 April 2020, sebagai ilustrasi. (Foto: Reuters)

Menurut studi Kaiser Family Foundation, ada 51 juta lansia di Amerika Serikat. Sekitar 3,3 juta, atau 6 persen dari angka tersebut tinggal dengan setidaknya satu anak berusia antara 5 dan 18 tahun. Situasi ini jauh lebih umum di antara komunitas kulit berwarna. Sebanyak 19 persen lansia Asia dan Kepulauan Pasifik tinggal bersama anak usia sekolah, 17 persen Hispanik, 13 persen Indian Amerika atau Penduduk Asli Alaska, dan 11 persen orang kulit hitam. Hanya 4 persen orang kulit putih yang lebih tua yang tinggal dengan anak usia sekolah.

“Saya pikir belum ada banyak perhatian terhadap efek samping pada orang tua yang mungkin tinggal di rumah yang sama,” kata Tricia Neuman, salah satu penulis laporan itu

Neuman mengatakan orang kulit berwarna sudah memiliki risiko lebih besar terkena virus karena mereka biasanya adalah pekerja esensial yang tidak bisa bekerja dari rumah, di antara faktor-faktor lain. Mereka lebih sering tinggal di rumah multigenerasi karena norma budaya, berbagi biaya, atau membantu merawar anak. .

Kondisi tersebut akan makin umum karena Covid-19 menghantam ekonomi AS. Menurut Jaia Peterson, Wakil Direktur Eksekutif Generations United, tren hidup dengan keluarga besar menunjukkan peningkatan selama resesi pada 2009. Generations United adalah kelompok advokasi yang berfokus pada masalah antargenerasi.

Malia Letalu tinggal di sebuah rumah dengan tiga kamar tidur, dua kamar mandi di Santa Clara, California. Ia tinggal di rumah itu bersama suaminya, ibu, ayah tirinya nya dan empat anak yang berusa,9, 5, 2 dan 3 bulan. Letalu, yang keturunan Samoa dan Filipina, memutuskan untuk tinggal bersama orang tuanya beberapa tahun yang lalu agar dia dapat membantu jika mereka sakit. Orang tua Letalu sudah berusia 60-an dan menderita beberapa penyakit, termasuk diabetes dan penyakit jantung.

Namun, Letalu tidak akan memisahkan mereka dari anak-anak tertuanya jika sekolah beralih ke pembelajaran jarak jauh dan tatap muka pada akhir tahun ini.

“Saya pikir bisa juga dikatakan ada alasan-alasan emosional,” kata Letalu. “Jika memang ada kemungkinan terpapar di sekolah ... maka saya pasti akan menerapkan jaga jarak aman untuk mereka Dan mengarantina mereka di dalam. Kami juga akan menjalani tes (Covid-19),” katanya.

Yoma Villalobos, yang orang tuanya tinggal bersamanya di Phoenix, juga khawatir akan perubahan besar di dalam rumah tangganya, jika sekolah tatap muka kembali diberlakukan pada awal tahun ajaran. Saat ini ia memiliki dua putra yang berusia 12 dan 9 tahun.

Namun jika hal itu terjadi, Lelatu akan menyuruh mereka mandi dan berganti pakaian saat mereka pulang dari sekolah. Anak laki-laki benci memakai masker, tetapi Villalobos berpikir mereka akan menggunakannya jika tujuannya untuk melindungi kakek-nenek mereka yang mereka cium dan peluk setiap pagi.

Seorang anak berjalan bersama kakek neneknya di sepanjang jalan dengan deretan pohon di Roma, Italia, Kamis 5 Maret 2020. (Foto: AP)
Seorang anak berjalan bersama kakek neneknya di sepanjang jalan dengan deretan pohon di Roma, Italia, Kamis 5 Maret 2020. (Foto: AP)

“Kami adalah keluarga yang sangat dekat. Bagi kami, makan bersama adalah sesuatu yang berarti, "kata Villalobos, yang berasal dari Latina. “Jika kami harus mengubah dinamika kami, itu mengubah seluruh keluarga.”

Berada di rumah yang sama bisa membuat Anda terlena untuk melalaikan aturan tentang jarak amanatau memakai masker. Peterson dari Generations United menyarankan keluarga untuk menyetujui aturan apa yang harus dipatuhi dan menemukan cara unik untuk tetap berhubungan.

“Saya juga percaya ketika sesuatu terjadi, dan keluarga menjadi kreatif ... itu bisa menjadi kenangan terkuat bagi anak-anak dan kenangan positif, ”kata Peterson.

Kakek-nenek yang merupakan pengasuh utama berpotensi menghadapi situasi yang lebih mengerikan. Chris Svaldi, 71, membantu membesarkan cucunya yang berusia 8 tahun dan mendapatkan hak asuh permanen dua tahun lalu. Dia akan kembali ke sekolah swasta Katolik - di Montrose, Colorado, pada 24 Agustus. Di sekolah itu, kata Svaldi, memiliki kurang dari 10 siswa sehingga mereka dapat menjaga jarak aman

"Saya tidak bisa membiarkan diri saya pergi ke sana karena jika saya melakukannya, saya harus berjuang mengatasi kecemasan-" kata Svaldi, yang berkulit putih. “Itu akan memengaruhi caraku membesarkannya, dan aku tidak ingin dia menjadi anak yang takut akan segalanya.”

Peterson mengatakan sangat penting bagi "kakek" seperti Svaldi untuk bersiap menghadapi yang terburuk, apakah itu Covid-19 atau bencana lainnya. Dengan kakek nenek membesarkan cucu, mungkin ada masalah hukum yang dipertaruhkan juga. Mereka mungkin menjadi pilihan terakhir sebelum pengasuhan diserahkan kepada orang tua angkat

Robinson, nenek etnis Amerika Latin yang tinggal Phoenix, mengingatkan dirinya sendiri bahwa lebih baik dipisahkan dari cucunya oleh pintu atau dinding daripada dipisahkan oleh rumah sakit.

"Saya tidak ingin orang yang saya cintai berada dalam situasi itu," kata Robinson. “Aku lebih baik mendengarkan dia tertawa di luar sana daripada harus melalui hal seperti itu.” [ah/ft]

XS
SM
MD
LG