Tautan-tautan Akses

Amerika Kaji Ulang Status Indonesia dalam Program Perdagangan Amerika GSP


Para pekerja menurunkan peti kemas dari sebuah kapal di pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta. (Foto: ilustrasi)
Para pekerja menurunkan peti kemas dari sebuah kapal di pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta. (Foto: ilustrasi)

Pada musim gugur (September-November) tahun ini USTR (Perwakilan Perdagangan Amerika) akan mengumumkan hasil evaluasi untuk memperbarui atau tidakprogram GSP singkatan dari Generalized System of Preference bagi Indonesia dan dua negara lain.

GSP adalah program pemerintah Amerika untuk mendorong pembangunan ekonomi negara-negara berkembang yang terdaftar, termasuk Indonesia dengan membebaskan bea masuk ribuan produk mereka ke Amerika. Namun, pada bulan April lalu. USTR membuat pengumuman untuk mengevaluasi program GSP bagi Indonesia, India dan Kazakhstan. Mengapa USTR melakukan evaluasi baru ini dan apa dampaknya bagi Indonesia seandainya program GSP bagi Indonesia dicabut?

Dalam pengumumannya yang dikeluarkan akhir April 2018 dikatakan USTR (United States Trade Representative) atau Wakil Perdagangan Amerika Serikat akan mengevaluasi hak Indonesia atas program GSP Amerika itu. Evaluasi itu dilakukan karena adanya keprihatinan bahwa Indonesia tidak memenuhi beberapa kriteria program GSP tersebut. Dikatakan Indonesia telah menerapkan berbagai kendala investasi dan perdagangan yang menimbulkan efek negatif serius pada perdagangan Amerika.

"Presiden Trump berkomitmen untuk menjamin bahwa negara-negara yang memperoleh manfaat program GSP memegang teguh janji mereka dengan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan Kongres," kata Deputi Wakil USTR Jeffrey Gerrish.

"Kami berharap India, Indonesia dan Kazakhstan akan bekerja-sama dengan kami untuk membahas keprihatinan yang mengharuskan kami melakukan evaluasi baru ini."

Menurut Presiden Kamar Dagang Amerika-Indonesia, Wayne Forrest, bagi Indonesia, program GSP hanya berdampak pada produk pabriknya, tetapi tidak untuk komoditasnya. Ini berarti tanpa programGSP bea-masuk produk pabrik Indonesia ke Amerika bisa naik. Wayne Forrest mengatakan karena sampai saat ini analisis USTR secara rinci tentang hasil evaluasi atas program GSP Indonesia itu belum diumumkan, jadi dia belum dapat secara spesifik menyebut produk apa saja yang terkena dampaknya.

"Yang penting untuk dipahami adalah program GSP ini tidak berdampak pada komoditas alamiah seperti rempah-rempah, kopi, teh dan lain sebagainya tapi kemungkinan akan berdampak antara lain pada produk pabrik seperti perabot dan kertas, yang dijual Indonesia di Amerika, dan mungkin merupakan pasar terbesar bagi Indonesia untuk produk-produk semacam itu. Jadi tanpa program GSP produk-produk itu akan menjadi mahal karena bea-masuk untuk garmen dsb, bisa naik 10 persen bergantung pada kategorinya, tetapi hal itu tidak akan menutup pasar Amerika, hanya nanti harganya di pasar Amerika akan lebih mahal," jelas Forrest.

Pada tahun 2017, Indonesia berada di peringkat 4 dari 20 negara berkembang yang memperoleh manfaat program GSP. Ekspor Indonesia ke Amerika yang memperoleh manfaat GSP bernilai 20 milyar dollar. Jika GSP dicabut apa pengaruhnya pada Indonesia? Forrest mengatakan harus diingat proses evaluasi ini akan memakan waktu jadi saat ini belum bisa diketahui bagaimana dampaknya nanti.

"Saya yakin proses evaluasi ini akan di follow up dengan berbagai konsultasi sebelum kebijakan nyata akan diberlakukan. Pemerintah Indonesia kemungkinan akan mengutus team ke Amerika, dan salah satu tim akan tiba bulan ini di Amerika untuk bertemu dengan pejabat-pejabat Amerika, jadi kita lihat bagaimana hasilnya nanti. Maksud saya, kan cara pendekatan pemerintahan Trump mungkin akan berbeda dari pemerintahan sebelumnya," ujar Forrest.

Pada tahun 2017, sekitar $2 milyar ekspor Indonesia ke Amerika memperoleh pengecualian bea masuk. Wayne menambahkan, "harus diingat ini bukan pertama kali Indonesia menghadapi evaluasi program GSP itu, dan setelah serangkaian negosiasi dengan Amerika, program GSP itu tidak jadi dicabut."

"Pada tahun 1980an, Amerika pernah mengevaluasi program GSP bagi Indonesia, seperti kondisi kerja buruh, hak buruh, berbagai tantangan terkait HAKI, atau Hak atas Kekayaan Intelektual, dan semua isu itu dirundingkan antara Amerika dan Indonesia. Indonesia membuat berbagai kompromi disana-sini dan berhasil mempertahankan jasa GSP ketika itu," katanya.

Program GSP Amerikaini dimulai sejak tahun l976 dan merupakan program yang merupakan program yang terbesar dan tertua di Amerika. Menurut laporan beberapa perusahaan Amerika telah mengajukan pengaduan mereka bahwa Indonesia tidak memenuhi kriteria GSP dan meminta agar Indonesia dikeluarkan dari daftar program GSP. Kongres Amerika bulan Maret 2017 memutuskan untuk memperbarui program GSP itu hingga tahun 2020.

USTR yang melakukan evaluasi GSP itu adalah bagian dari kantor presiden Amerika. Jadi berbeda dengan Departmen Perdagangan yang dipimpin oleh seorang menteri kabinet.Departemen Perdagangan Amerika sekitar setahun lalu mengumumkan telah mengevaluasi 16 negara yang mempunyai surplus perdagangan dengan Amerika Serikat, termasuk Indonesia. Menurut Wayne Forrest delegasi menteri Perdagangan Indonesia akan berkunjung ke Amerika bulan ini dan akan mengadakan pertemuan dengan Departemen Perdagangan Amerika. Tapi ia tidak bisa memastikan apakah Menteri Perdagangan Indonesia akan bertemu dengan USTR. [is/ii]

Recommended

XS
SM
MD
LG