Tautan-tautan Akses

Tragedi Susur Sungai: 3 Guru Pembina Pramuka Dipenjara 1,5 Tahun


Hakim menjatuhkan vonis masing-masing 1,5 tahun penjara bagi dua guru pembina Pramuka di SMPN 1 Turi, Yogyakarta. (Foto:VOA/ Nurhadi)
Hakim menjatuhkan vonis masing-masing 1,5 tahun penjara bagi dua guru pembina Pramuka di SMPN 1 Turi, Yogyakarta. (Foto:VOA/ Nurhadi)

Tiga orang guru SMP N 1 Turi, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dijatuhi hukuman penjara masing-masing 1,5 tahun potong masa tahanan. Vonis ini dibacakan Hakim PN Sleman, Annas Mustaqim dalam sidang Senin (24/8).

Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang meminta hakim menghukum ketiganya dua tahun penjara. Dalam pertimbangannya, hakim memberi vonis lebih ringan antara lain karena ketiganya menyesali tragedi yang terjadi, memberi santunan pada keluarga korban, dan belum pernah dihukum sebelumnya.

Tragedi Susur Sungai: 3 Guru Pembina Pramuka Dipenjara 1,5 Tahun
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:36 0:00

“Telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena kealpaan menyebabkan orang lain mati, dilakukan bersama-sama, dan karena kealpaan membuat orang lain luka-luka hingga berhalangan menjalankan pekerjaan selama waktu tertentu. Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan,” kata Hakim Annas Mustaqim.

Guru Dinilai Lalai

Ketiga guru itu, Riyanto (58), Danang Dewo Subroto (58), dan Isfan Yoppy Andrian (36) ditahan polisi sejak 24 Februari 2020. Tiga hari sebelumnya, selaku pembina Pramuka di sekolah tersebut, mereka melepas 254 siswa melakukan kegiatan susur sungai Sempor. Sungai itu berada tidak jauh dari sekolah, yang berada di kaki Gunung Merapi.

Dalam putusan, hakim menegaskan bahwa kelalaian ketiganya telah menyebabkan 10 siswi meninggal dunia. Sebagai pembina mereka juga tidak terjun langsung ke sungai bersama anak didik mereka. Riyanto memutuskan tetap tinggal di sekolah dengan alasan menjaga tas para siswa sedangkan Isfan pergi ke anjungan tunai mandiri (ATM) setelah melepas siswa.

Kasus ini bermula ketika pada 21 Februari 2020, sekitar pukul 15.00 Pramuka SMPN 1 Turi mengadakan kegiatan susur sungai Sempor. Dalam catatan hakim, berdasar keterangan saksi, ketika ratusan siswa sampai di sungai, air setinggi lutut. Sebelumnya cuaca dilaporkan gerimis, namun kemudian berhenti sehingga tidak ada kekhawatiran terjadi banjir. Namun ternyata, 30 menit setelah siswa menyusuri sungai, banjir melanda dengan kedalaman sekitar 1,5 meter.

Seluruh siswa kelas VII dan VIII peserta kegiatan itu hanyut diterjang banjir yang datang tiba-tiba. Pencarian siswa melibatkan ratusan relawan dan warga sekitar digelar sepanjang sore hingga tengah malam. Mayoritas mampu ditolong oleh warga sekitar sungai. Sepuluh siswi dinyatakan meninggal, dengan korban terakhir ditemukan pada Minggu (23/2) atau dua hari setelah kejadian. Tim penyelamat menduga, korban seluruhnya perempuan karena rok panjang yang membuat mereka tidak bisa bergerak bebas selama melawan arus air.

Guru Menyatakan Pikir-Pikir

Ketiga guru yang dijatuhi vonis menyatakan pikir-pikir, yang memberi mereka waktu satu pekan untuk memutuskan apakah akan menerima vonis hakim atau mengupayakan banding ke Pengadilan Tinggi. Salah satu anggota tim penasehat hukum terdakwa, Oktaryan Makta mengatakan, alasan sikap itu adalah karena mereka membutuhkan waktu untuk mempelajari putusan hakim yang cukup tebal.

SMP N 1 Turi Sleman, DI Yogyakarta. (Foto:VOA/Nurhadi)
SMP N 1 Turi Sleman, DI Yogyakarta. (Foto:VOA/Nurhadi)

Lebih dari soal vonis, Makta meminta seluruh pihak belajar dari tragedi ini. “Ini jadi hikmah untuk semua unsur, baik itu pihak sekolah, kwartir dan dinas untuk lebih memperhatikan lagi segala aspek yang melibatkan para guru dan pembina Pramuka. Dan juga aturan mainnya itu harus jelas, dan kami mengharapkan di kemudian hari, ada evaluasi terhadap semua kegiatan ekstrakurikuler yang bersifat outdoor,” ujar Makta.

Sejumlah Fakta dan Upaya Perbaikan

Dalam sidang selama lebih dari dua bulan terakhir banyak fakta terungkap yang menjadi catatan hakim. Salah satunya adalah karena kegiatan ini digelar tanpa surat tertulis berisi persetujuan orang tua, yang sebenarnya dibutuhkan mengingat resikonya. Hakim juga menilai, pembina tidak menyediakan alat keamanan yang layak, seperti pelampung. Padahal telah ada petunjuk teknis dari Kwartir Nasional Pramuka, mengenai standar keamanan untuk kegiatan semacam itu.

Dalam salah satu sidang, saksi dari Badan Sar Nasional (Basarnas) DIY juga mengungkapkan minimnya peralatan keselamatan selama kegiatan. Melihat kondisi yang ada, Basarnas merekomendasikan penggunaan jaket pelampung sebagai alat keselamatan standar. Secara teknis, Basarnas juga menyarankan peserta susur sungai seharusnya turun secara bergiliran. Sementara 254 siswa SMPN 1 Turi dilepas bersamaan ke dalam sungai.

Sehari setelah tragedi ini terjadi, Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Ainun Naim juga menegaskan akan ada perubahan mendasar di seluruh sekolah di Indonesia. Perubahan itu menyangkut standar keselamatan untuk kegiatan yang diadakan di dalam maupun di luar sekolah. Ainun mengatakan ketika itu, Kemendikbud akan memikirkan sistem pelatihan yang lebih baik bagi para pembina kegiatan di sekolah.

Terkait dengan tragedi ini, dua warga yang menolong puluhan siswa memperoleh penghargaan pada apel besar peringatan Hari Pramuka ke-59 Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Daerah Istimewa Yogyakarta (Kwarda DIY). Penghargaan Lencana Wiratama diberikan oleh Ketua Majelis Pembimbing Kwarda DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X kepada Sudarwanto atau Kodir dan Sudiro Ahmad pada 15 Agustus lalu. Kodir dan Sudiro Ahmad menjadi pahlawan dalam tragedi ini karena menyelamatkan lebih dari 30 siswa yang hanyut. [ns/ab]

Recommended

XS
SM
MD
LG