Tautan-tautan Akses

Tenaga Medis Kelelahan, Layanan Kesehatan Pasca Gempa Tak Maksimal


Pasien di RSUD kota Mataram mendapat layanan di tenda, karena gedung yang rusak akibat gempa. (Foto: Nurhadi/VOA)
Pasien di RSUD kota Mataram mendapat layanan di tenda, karena gedung yang rusak akibat gempa. (Foto: Nurhadi/VOA)

Dengan lebih dari 270 ribu pengungsi, gempa Lombok memunculkan tantangan besar di sektor kesehatan, sementara jumlah tenaga medis masih terbatas. Berikut laporan selengkapnya.

Meski pernah bertugas dalam bencana tsunami Aceh dan gempa Padang, dr Arief Rachman tetaplah manusia biasa dengan banyak keterbatasan. Tentu saja, dia datang ke Lombok dengan semangat membantu sesama. Perannya sebagai dokter juga sangat penting saat ini, tetapi karena jumlah tenaga medis yang tak sebanding dengan pasien, Arief khawatir situasinya kurang menguntungkan.

“Tenaga medis juga sudah mulai kelelahan. Bantuan medis untuk bisa merawat pasien secara regular harus dilakukan dengan tiga shift. Itu sangat diperlukan untuk menjaga stamina teman relawan medis supaya mereka tetap berada dalam kondisi sehat. Demikian pula bagi rekan TNI yang membantu memidahkan pasien dari rumah sakit lapangan ke unit lain, misalnya untuk pemeriksaan radiologi,” ungkap dr. Arief Rachman.

Arief Rachman adalah dokter yang tergabung dalam organisasi relawan medis Mer C. dalam bencana gempa Lombok ini, dia bertugas di RSUD Tanjung, Kabupaten Lombok Utara. Berada di kawasan paling dekat dengan pusat gempa, rumah sakit ini sudah tidak bisa digunakan.

Para perawat melayani pasien di sebuah tenda depan RSUD kota Mataram, Lombok. (Foto: Nurhadi/VOA)
Para perawat melayani pasien di sebuah tenda depan RSUD kota Mataram, Lombok. (Foto: Nurhadi/VOA)

Pelayanan untuk korban gempa dilakukan di rumah sakit lapangan yang menggunakan tenda. Setidaknya ada dua lokasi utama, yaitu di halaman RSUD dan halaman Kantor Bupati Lombok Utara. Arief menambahkan, kondisi terbuka ini membawa konsekuensi, jika siang terlalu panas dan ketika malam pasien kedinginan.

Menurut Arief, obat-obatan juga semakin menipis. Di sisi lain, akibat gempa hari Kamis lalu, dalam beberapa hari terakhir pasien bertambah.

“Memang ada rencana tambahan rekan tenaga medis yang akan datang, tetapi sampai sekarang belum tiba. Beberapa lembaga yang sebelumnya sudah hadir, sekarang sudah tidak terlihat lagi karena mereka memiliki program mobile clinic untuk mendatangi pasien yang tidak bisa datang ke RSUD Tanjung ini,” tambah Arief.

Layanan di RSUD kota Mataram, Lombok, dilakukan di tenda karena gedung yang rusak. (Foto: Nurhadi/VOA)
Layanan di RSUD kota Mataram, Lombok, dilakukan di tenda karena gedung yang rusak. (Foto: Nurhadi/VOA)

Rumah sakit lapangan yang ada saat ini, kata Arief, fasilitasnya sangat baik. Namun dia mengingatkan, untuk merawat pasien, sistem layanan juga harus menjaga dokter dan paramedisnya dari kelelahan. Hingga saat ini, banyak dokter terpaksa bekerja hingga 12 jam sehari untuk merawat pasien. Kondisi itu tidak ideal, kata Arief, karena bisa mengganggu kesehatan tenaga medis sendiri.

Palang Merah Indonesia (PMI) sendiri telah menerjunkan 21 personel tenaga medis ke Lombok. Saat ini, mereka berkonsetrasi memberikan layanan di Kecamatan Kayangan, Lombok Utara. Ridwan Sobri Carman, Kepala Sub Tanggap Darurat PMI Pusat kepada VOA mengatakan, PMI memutuskan untuk mendatangi korban, karena mereka kesulitan mengakses pusat layanan kesehatan.

“Masyarakat tidak akan ke mana-mana, kita yang harus mendekati ke wilayah terdampak. Kita yang harus mobile dari sisi kedokterannya. Memang permintaan dari masyarakat masih banyak, dalam sekali datang pasien bisa mencapai beberapa ratus,” ujar Ridwan.

Tenaga Medis Kelelahan, Layanan Kesehatan Tak Maksimal di Lombok
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:18 0:00

Kondisi infrastruktur yang tidak begitu baik, tambah Ridwan, juga menjadi persoalan tersendiri. Jaringan listrik misalnya, belum pulih 100 persen. Mayoritas tenaga media harus bolak-balik dari Kayangan ke Mataram, dan itu tidak mudah serta melelahkan. Menurut rencana, dalam waktu dekat PMI akan fokus dan membuka posko di Kayangan untuk mempercepat layanan.

“Kita melakukan berbagai layanan, kesehatan dan juga infrastruktur kecil. Kita khawatir jika dalam beberapa minggu atau bulan pengungsi masih di tempat yang kurang baik, maka tingkat resiko mereka terhadap penyakit akan lebih tinggi," imbuhnya.

Ridwan merekomendasikan percepatan pemenuhan kebutuhan hunian bagi pengungsi agar kondisinya lebih baik. Selain itu, kebutuhan sanitasi dan air juga harus memperoleh perhatian lebih. PMI sendiri telah membawa 21 truk tangki air, untuk mensuplai daerah yang kekurangan pasokan. Truk itu didatangkan dari Jawa Timur.

Gedung Puskesmas Sembalun, Lombok Timur yang mengalami rusak berat. (Foto courtesy: Agus).
Gedung Puskesmas Sembalun, Lombok Timur yang mengalami rusak berat. (Foto courtesy: Agus).

Dari Sembalun, Lombok Timur, Agus Marsandi, perawat di Puskesmas setempat menceritakan, persediaan obat mereka berada di ruang penyimpanan. Sayangnya, setelah gempa pertama pada 29 Juli lalu, gedung Puskesmas mengalami kerusakan. Dampaknya, obat-obatan dan peralatan medis terjebak di dalam.

“Untuk sementara ini obat-obatan belum berani diambil di gudang obat dan peralatan. Saat ini kita masih melayani pasien dengan bantuan dari Puskesmas di wilayah Lombok Timur, untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan, cairan, dan yang lain. Kalau alatnya kita gunakan seadanya,” tutur Agus.

Gedung Puskesmas Sembalun rusak dan tidak dapat digunakan. Layanan kesehatan bagi korban gempa dilakukan di bangunan Puskesmas lama yang relatif lebih baik kondisinya. Belum ada bantuan dari pihak swasta untuk obat-obatan dan peralatan. Agus berharap, Puskesmas di Lombok Timur bisa saling membantu memberikan layanan dengan berbagi persediaan obat yang ada. [ns/lt]

Recommended

XS
SM
MD
LG