Tautan-tautan Akses

Tantangan Pendidikan Tinggi Di Amerika


Sejumlah mahasiswa berjalan di kampus Universitas Stanford di Santa Clara, California, 14 Maret 2019. (Foto:AP/Ben Margot)
Sejumlah mahasiswa berjalan di kampus Universitas Stanford di Santa Clara, California, 14 Maret 2019. (Foto:AP/Ben Margot)

Sebuah survei terhadap hampir 500 pemimpin perguruan tinggi dan universitas di Amerika mencerminkan laporan yang mendapati bahwa pendidikan tinggi Amerika menghadapi tantangan di banyak bidang.

Para pejabat universitas dan sekolah tinggi diminta menyebutkan masalah terbesar yang akan dihadapi oleh lembaga mereka dalam tiga hingga lima tahun ke depan dan bagaimana mereka akan mengatasinya. Studi ini merupakan upaya bersama antara Institut Teknologi Georgia dan Huron Consulting Group, yang laporannya diterbitkan pada Oktober lalu.

Studi ini mengidentifikasi enam masalah teratas yang didaftar oleh 500 pemimpin perguruan tinggi. Perhatian yang paling umum adalah meningkatkan daya saing dengan institusi pendidikan lainnya. Sekitar 62% dari mereka yang ditanya menyampaikan kekhawatiran itu.

Masalah paling umum berikutnya adalah peningkatan jumlah mahasiswa non-tradisional, yakni mahasiswa yang berada di luar usia 18 dan 24 tahun yang ikut kuliah setiap tahun. Pertumbuhan jumlah mahasiswa non-tradisional -kebanyakan orang dewasa dengan pekerjaan penuh waktu - disampaikan oleh 39% pemimpin perguruan tinggi.

Dua kekhawatiran lain adalah menyusutnya dukungan keuangan dari pemerintah negara bagian dan federal, dan menurunnya kepercayaan publik terhadap pendidikan tinggi. Para pejabat mengatakan mereka khawatir tentang kondisi politik di seluruh dunia juga, dan pengaruhnya terhadap mahasiswa internasional yang datang ke Amerika Serikat.

Tetapi para pejabat perguruan tinggi dan universitas itu mengatakan mereka memiliki jawabannya. Bahkan, faktanya, 89% dari mereka menyatakan percaya diri pada kemampuan lembaga mereka untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa dewasa yang telah bekerja, yang jumlahnya semakin besar.

Direktur Pelaksana untuk pendidikan di lembaga konsultan Huron Consulting Group, Peter Stokes, mengatakan perguruan tinggi dan universitas selalu berurusan dengan perubahan.

Mahasiswa Universitas Stanford di kelas Teknologi Kewirausahaan di Stanford, California 11 Maret 2014. (Foto: Reuters / Stephen Lam)
Mahasiswa Universitas Stanford di kelas Teknologi Kewirausahaan di Stanford, California 11 Maret 2014. (Foto: Reuters / Stephen Lam)

Setelah Perang Dunia II, ketika Amerika mengalami lonjakan tajam dalam tingkat kelahiran -yang dikenal sebagai Baby Boom- semakin banyak anak muda yang mendaftar di perguruan tinggi. Kemudian, setelah Resesi Hebat pada tahun 2008, angka kelahiran turun. Sejak itu, banyak orang dewasa yang telah bekerja mulai kuliah atau kembali ke bangku perguruan tinggi.

Populasi mahasiswa tradisional kemungkinan akan pulih pada akhirnya, kata Stoke. Namun, sampai hal itu terjadi, universitas harus beradaptasi dan meningkatkan program-program berbasis internet berjangka pendek untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa yang memiliki lebih sedikit waktu dan uang untuk dibelanjakan.

Adapun lima masalah lain yang diidentifikasi dalam penelitian itu, hanya tujuh pemimpin yang disurvei merasa sangat yakin dengan kemampuan lembaga mereka untuk menemukan solusi.

Louis Soares, Kepala Bagian Pembelajaran di American Council on Education atau Dewan Pendidikan Amerika mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, orang Amerika menganggap pendidikan tinggi lebih sebagai cara untuk mendapatkan pekerjaan bergaji daripada sebagai sarana untuk pengabdian pada masyarakat.

Anggapan itu mungkin tidak mengherankan mengingat meningkatnya biaya pendidikan tinggi. Tetapi Soares mengatakan bahwa ini membuat banyak lembaga pendidikan bersaing satu sama lain untuk membuktikan bagaimana program mereka dapat menghasilkan pekerjaan yang lebih baik.

Pada saat bersamaan, perusahaan berbasis di Amerika seperti Amazon dan Google menciptakan program pendidikan sendiri untuk bersaing dengan program gelar tradisional. Sementara itu, negara-negara seperti Prancis, Kanada, dan Australia menjadi lebih menarik bagi mahasiswa internasional yang pada masa lalu mungkin melirik perguruan tinggi Amerika.

Akibatnya, beberapa perguruan tinggi dan universitas di berbagai pelosok Amerika telah gulung tikar. Departemen Pendidikan Amerika melaporkan bahwa pada tahun 2018 jumlah perguruan tinggi di Amerika turun ke level terendah sejak 1998.

Soares menyarankan bahwa universitas dan sekolah tinggi memiliki peluang lebih baik untuk bertahan jika lembaga-lembaga itu bekerja bersama, seperti yang dilakukan oleh Georgia Tech, yang berbagi ide dan metode program-program baru dengan 50 lembaga lainnya. Tetapi perlu diakui bahwa kerja sama seperti itu tidak selalu mudah.

Lynn Pasquerella, presiden dari Asosiasi Sekolah Tinggi dan Universitas Amerika, mengatakan penting untuk fokus pada kepercayaan publik dan dukungan pemerintah terhadap pendidikan tinggi.

Dia menambahkan bahwa ketika orang Amerika lebih menghargai kontribusi dan dampak dari perguruan tinggi dan universitas, pendanaan dari pemerintah negara bagian dan federal kemungkinan akan meningkat ke tingkat seperti sebelumnya. [lt/ab]

XS
SM
MD
LG