Tautan-tautan Akses

Melihat Kesuksesan Pelajar India di Bidang Teknologi


Gedung Sains dan Teknologi di Wilayah Tigray. (Foto: VOA/Alem Fessaha)
Gedung Sains dan Teknologi di Wilayah Tigray. (Foto: VOA/Alem Fessaha)

Dolica Gopisetty dianggap sebagai mahasiswa asing, meskipun sudah tinggal di AS bersama keluarganya selama 14 tahun terakhir. Namun meskipun ia merasa negara barunya belum menyambutnya sebagai warga tapi itu tidak menghentikannya mengejar impian akademis dan profesionalnya.

Dolica Gopisetty sudah unggul sejak tiba di Amerika pada usia tujuh tahun. Sekarang, pada usia 21, ia adalah seorang mahasiswa berprestasi di Universitas George Mason (GMU) di Fairfax, Virginia untuk mengejar gelar sarjana sains di bidang teknologi informasi.

“Saya suka teknologi. Saya suka memisahkan hal-hal dan menyatukannya kembali serta melihat cara kerjanya. Saya kira itulah salah satu alasan mengapa saya selalu menyukai bidang teknik," ujar Dolica Gopisetty.

Minat tersebut mengarahkannya menjadi salah satu mahasiswa termuda yang mendapat sertifikasi dalam program sarjana baru Universitas George Mason pada bidang Cloud computing. Program ini bermitra dengan Northern Virginia Community College dan Amazon Web Services. Program ini membantu mempersiapkan mahasiswa pada karier yang sangat diminati di Virginia Utara dan sekitarnya.

Sertifikat tersebut membantu Gopisetty mendapatkan posisi magang yang dibayar di USA Today, jaringan berita nasional tempat ia bekerja paruh waktu sebagai insinyur pengembangan perangkat lunak dengan Tim Rekayasa Konten.

"Saya benar-benar bersyukur karena sertifikasi jelas telah mengubah karier saya," katanya. Gopisetty juga terlibat dengan kegiatan di luar kelas. Ia adalah pendiri dan ketua Asosiasi Insinyur untuk menjembatani mahasiswa antara sekolah dan karier.

Awal tahun ini ia diundang untuk menjadi pembicara di dua konferensi pendidikan utama yang diselenggarakan oleh Amazon Web Services di mana ia berbicara mengenai dampak Cloud Computing dalam pendidikan.

"Menurut saya itulah saat, dimana saya merasa semua kerja keras yang saya lakukan di perguruan tinggi, di sekolah menengah dan sepanjang hidup saya, terbayar," kata Dolica.

Presiden Sementara GMU Anne Holton mengatakan Gopisetty adalah contoh yang baik dari kisah sukses universitasnya.

“Keragaman yang ia bawa dalam perspektif dan pengalaman serta latar belakang adalah jenis keragaman yang benar-benar dicari oleh para pengusaha, karena itu membantu mereka melakukan pekerjaan dengan baik," kata Anne Holton.

Rombongan mahasiswa Papua di George Mason University (Foto: Triyono/VOA).
Rombongan mahasiswa Papua di George Mason University (Foto: Triyono/VOA).

Gopisetty mengatakan ia berterima kasih atas semua kesempatan yang diberikan kepadanya, tetapi seperti banyak mahasiswa internasional, Ia merasa tidak tenang mengenai status visanya.

Ia datang ke AS dengan orang tuanya pada tahun 2005 sebagai tanggungan, dengan Visa H-4.

Empat belas tahun kemudian, sebagai mahasiswa tahun akhir ketika berusia 21 tahun ia harus meninggalkan AS, kembali ke negara asalnya India - dan kembali ke Amerika dengan visa pelajar F-1.

"Agar saya bisa tinggal dan melanjutkan pendidikan secara legal di negara ini, saya harus memiliki dokumen sah dan satu-satunya yang saya perlukan adalah visa pelajar," kata Anne Holton.

Gopisetty termasuk salah satu di antara satu juta lebih mahasiswa internasional di AS, dengan 20 persen berasal dari India. Tetapi menurut Institute of International Education, ketidakpastian visa adalah salah satu dari beberapa alasan mengapa makin sedikit mahasiswa internasional belajar di AS.

Meskipun Gopisetty berterima kasih kepada teman-teman dan mentornya di Universitas George Mason, ia ingin menjadi warga Amerika.

“Setelah tinggal di negara ini selama 14 tahun terakhir, saya hanya ingin menyebut negara ini tempat tinggal saya secara resmi. Dan ke mana pun saya pergi di dunia saya akan selalu mengatakan saya akan kembali ke negara saya," kata Anne Holton. [my/jm]

XS
SM
MD
LG