Tautan-tautan Akses

Sorot Industri Sawit Indonesia, film "Sigek Cokelat" Raih Kemenangan di Italia


Film Sigek Cokelat karya sutradara Ashram Shahrivar (Dok: Ashram Shahrivar)
Film Sigek Cokelat karya sutradara Ashram Shahrivar (Dok: Ashram Shahrivar)

Film "Sigek Cokelat" karya sutradara Indonesia, Ashram Shahrivar, yang mengangkat dampak industri kelapa sawit terhadap petani dan warga di Indonesia, meraih kemenangan di festival film internasional Italia. Bagaimana pendapatmu?

Film pendek “Sigek Cokelat” karya sutradara Indonesia, Ashram Shahrivar, berhasil meraih kemenangan di ajang Life After Oil International Film Festival di Sardinia, Italia.

Film berdurasi 15 menit yang di kancah internasional dikenal lewat judul “A Chocolate Bar” atau berarti sebatang cokelat ini, bercerita tentang dampak dari deforestasi ilegal industri kelapa sawit di Kalimantan terhadap para petani dan warga setempat.

Ashram Shahrivar, sutradara dan produser film "Sigek Cokelat" di Los Angeles (Dok: VOA)
Ashram Shahrivar, sutradara dan produser film "Sigek Cokelat" di Los Angeles (Dok: VOA)

“Kebetulan Sigek Cokelat dapat di Best Short Film,” ujar Ashram Shahrivar saat dihubungi oleh VOA Indonesia belum lama ini.

Menurut para juri di Life After Oil International Film Festival, film “Sigek Cokelat” berhasil mengangkat inti permasalahan lingkungan yang melibatkan industri kelapa sawit dan sisi gelap dari bisnis ini.

Menanggapi keresahan para petani sawit akibat rencana peraturan Uni Eropa yang melarang penggunaan minyak sawit, Ashram berharap pemerintah Indonesia dapat mengalokasikan para petani tersebut agar mereka tetap bisa bekerja.

"Saat kita preparation bikin film itu, ketemu beberapa orang di sana yang memang sudah kerja di beberapa palm oil field itu sendiri. Memang itu hanya salah satu pekerjaan yang besar. Industri di Kalimantan itu kan sawit dengan kebun karet yang utamanya. Jadi memang ini salah satu mata pencaharian satu-satunya yang bisa mereka dapati," kata sutradara lulusan New York Film Academy di Los Angeles, California ini.

Kru film "Sigek Cokelat" saat syuting di Kalimantan Barat (Dok: Ashram Shahrivar)
Kru film "Sigek Cokelat" saat syuting di Kalimantan Barat (Dok: Ashram Shahrivar)

Ashram juga berharap ada peraturan yang kuat dari pemerintah untuk mengawasi industri ini, dengan adanya sertifikasi sawit berkelanjutan.

“Ada logo RSPO (red: Roundtable on Sustainable Palm Oil) gitu jadi memang disitu benar-benar dilihat sama pemerintah, diawasi baik-baik,” tambahnya.

Selain di Life After Oil International Film Festival di Italia, sebelumnya film “Sigek Cokelat” juga menjadi “official selection” atau dipilih secara resmi oleh CinemAmbiente Environmental Film Festival di Turin, Italia, Colorado Environmental Film Festival di Colorado, Amerika Serikat, dan London International World Cinema di London, Inggris, dimana Ashram meraih tiga nominasi untuk kategori sutradara terbaik, naskah terbaik, dan film asing pendek terbaik.

Bulan Oktober ini "Sigek Cokelat" akan diputar di Kuala Lumpur Environmental Film Festival di Kuala Lumpur, Malaysia dan di Commffest Global Community Film and Arts Festival di Toronto, Kanada. Film ini juga menjadi “official selection” di Malaysia dan Kanada.

“Kuala Lumpur itu sendiri nanti rencananya kita mau ke sana karena kan lumayan dekat, jadi mau datang liat screening-nya karena kebetulan masuk finalis juga di best film. Jadi ya siapa tau dapet. Jadi ya kita berdoa semoga dapet lagi di Kuala Lumpur,” papar sutradara kelahiran 1996 ini.

Sutradara Ashram Shahrivar bersama penyunting suara film "Sigek Cokelat" di studio (Dok: Ashram Shahrivar)
Sutradara Ashram Shahrivar bersama penyunting suara film "Sigek Cokelat" di studio (Dok: Ashram Shahrivar)

Tak pernah terpikir oleh Ashram bahwa filmnya ini bisa membuahkan hadiah atau nominasi. Ia tetap teguh pada tujuan awal dari pembuatan film ini, yaitu agar para penonton bisa mendapatkan informasi dan mengerti apa yang terjadi di dalam industri kelapa sawit.

“Kalau pun aku dapat prize atau dapat nominees or anything like that sebetulnya itu bonus saja buat aku,” tambahnya.

Film Sigek Cokelat karya sutradara Ashram Shahrivar (Dok: Ashram Shahrivar)
Film Sigek Cokelat karya sutradara Ashram Shahrivar (Dok: Ashram Shahrivar)

Untuk bisa berhasil tembus ke festival internasional, Ashram berpesan kepada para sineas untuk memilih festival yang sesuai dengan film yang digarap dan sudah berapa lama festival tersebut berlangsung.

“Karena biasanya yang sudah di atas 10 tahun itu ya akan lebih baik. Dan di situ pun PD (red: percaya diri) saja sih sebenarnya,” ujarnya.

“Akan ada mungkin salah satu festival yang bakal ternyata suka atau jurinya memang tertarik dengan filmnya. Jadi enggak usah takut untuk masuk-masukin atau enggak untuk memang share to people gitu,” tambahnya menutup wawancara dengan VOA Indonesia.

XS
SM
MD
LG