Tautan-tautan Akses

WHO: Rokok Tetap Jadi Sebab Utama Kematian dan Penyakit


ARSIP – Foto yang diambil tanggal 3 November 2016, seorang pria India merokok di New Delhi, India (foto: AP Photo/Altaf Qadri, Arsip)
ARSIP – Foto yang diambil tanggal 3 November 2016, seorang pria India merokok di New Delhi, India (foto: AP Photo/Altaf Qadri, Arsip)

Sekarang ini lebih sedikit perokok di seluruh dunia, khususnya di kalangan wanita, namun hanya satu dari delapan negara yang telah berada di jalur yang tepat dalam mengurangi konsumsi tembakau secara signifikan menjelang tahun 2025, demikian pernyataan World Health Organization (WHO) hari Kamis.

Tiga juta orang mengalami kematian dini setiap tahunnya terkait konsumsi tembakau yang menyebabkan penyakit kardiovaskular seperti serangan jantung dan stroke, penyebab kematian utama di dunia, demikian bunyi pernyataan tersebut, menandai Hari Tanpa Tembakau Dunia. Kematian tersebut termasuk 890.000 kematian para perokok pasif.

WHO meraih sebuah perjanjian bersejarah pada tahun 2005, yang saat ini telah diratifikasi oleh 180 negara, yang menyerukan larangan terhadap pariwara dan dana sponsor tembakau, serta pengenaan pajak untuk mengurangi konsumsi tembakau.

“Prevalensi konsumsi tembakau di seluruh dunia telah mengalami penurunan dari 27 persen di tahun 2000 menjadi 20 persen di tahun 2016, jadi sudah ada kemajuan yang dicapai,” ujar Douglas Bettcher, direktur bidang pencegahan penyakit tidak menular di WHO, kepada media.

Kemajuan yang lebih pesat di negara-negara industri

Di tengah peluncuran laporan global WHO terkait tren dalam prevalensi konsumsi rokok tembakau, ia mengatakan kemajuan di antara negara-negara industri lebih pesat dibandingkan negara-negara berkembang.

“Salah satu faktor utama yang menghalangi negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah untuk mencapai target itu adalah perlawanan yang dilakukan oleh industri tembakau, yang berusaha menggantikan klien mereka yang meninggal dengan secara luas memasarkan produk-produknya dan menjaga agar harganya terjangkau oleh orang muda,” tambahnya.

Kemajuan dalam menyingkirkan kebiasaan buruk ini tidak merata, dengan kawasan benua Amerika menjadi satu-satunya kawasan yang siap untuk memenuhi target pengurangan konsumsi tembakau sebanyak 30 persen menjelang tahun 2025 dibandingkan dengan tahun 2010, baik untuk pria maupun wanita, ujar WHO.

Meskipun demikian, Amerika Serikat saat ini tidak berada di jalur yang tepat, terhambat oleh litigasi terkait peringatan dalam kemasan rokok dan ketertinggalan dalam perpajakan, ujar Vinayak Prasad dari unit pengendalian tembakau WHO.

Bagian-bagian Eropa Barat tidak mendapat kemajuan, khususnya karena kegagalan menghimbau perempuan untuk berhenti merokok. Laki-laki di Afrika suka merokok, dan konsumsi tembakau di Timur Tengah diperkirakan malah akan meningkat, kata WHO.

Kesadaran akan risiko

Secara keseluruhan, tembakau telah merenggut nyawa 7 juta orang per tahun dan banyak orang menyadari kebiasaan tersebut dapat meningkatkan risiko kanker, ujar WHO. Namun banyak pengguna tembakau di China dan India yang tidak menyadari risiko terkena penyakit jantung dan stroke, membuat upaya untuk meningkatkan kampanye kesadaran bahaya rokok menjadi sesuatu yang mendesak, ujar badan itu.

“Persentase orang dewasa yang tidak percaya bila merokok menyebabkan stroke, contohnya, di China setinggi 73 persen; untuk serangan jantung, 61 persen orang dewasa di China tidak menyadari kebiasaan merokok meningkatkan risiko tersebut,” ujar Bettcher. “Kami berusah untuk mempersempit kesenjangan ini.”

China dan India memiliki angkat perokok tertinggi di dunia, masing-masing dengan 307 juta dan 106 juta perokok, dari total 1,1 miliar perokok di kalangan orang dewasa, diikuti oleh Indonesia dengan 74 juta, sebagaimana ditunjukkan oleh angka-angka dalam laporan WHO, India juga memiliki 200 juta dari 367 juta pengguna tembakau tanpa asap. [ww/ii]

XS
SM
MD
LG