Tautan-tautan Akses

Pungli, Antara Tradisi dan Semangat Anti-Korupsi


Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka (kiri) dan camat setempat (dua dari kiri- seragam biru) menyerahkan pengembalian uang hasil pungli kepada warga korban pungli petugas kelurahan di Solo, Minggu (2/5). (Foto: VOA/ Yudha Satriawan)
Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka (kiri) dan camat setempat (dua dari kiri- seragam biru) menyerahkan pengembalian uang hasil pungli kepada warga korban pungli petugas kelurahan di Solo, Minggu (2/5). (Foto: VOA/ Yudha Satriawan)

Lebih dari 1.200 kasus pungutan liar atau pungli dilaporkan terjadi dalam tiga bulan pertama 2021 ini saja. Sebagian terkait dana bantuan sosial yang didistribusikan pemerintah, lainnya merupakan pungutan liar yang bahkan dianggap sudah menjadi “tradisi.”

Meski tampil kalem, tak dapat dipungkiri kegeraman di wajah Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka ketika bersama beberapa camat mendatangi dan mengembalikan uang hasil pungutan liar (pungli) perangkat kelurahan pada ratusan warga di kawasan perdagangan Solo, Minggu (2/5).

Gibran mendatangi satu per satu deretan toko di kawasan tersebut dan meminta maaf atas perilaku bawahannya yang memungut iuran uang dengan dalih untuk tunjangan hari raya (THR). Ia juga mendorong warganya agar berani menolak membayar pungutan yang diminta, dan bahkan melaporkan kepadanya.

"Kemarin dimintai uang berapa? Lima puluh ribu. Lain kali jangan mau ya, laporkan ke saya. Besok lurahnya saya copot. Saya minta maaf ya bu. Ini uangnya saya kembalikan. Jangan mau dimintai iuran meski ada cap atau tanda tangan lurah,” ujarnya getir.

Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka (kiri) berjalan di sekitar Pasar Klewer Solo untuk mengembalikan uang hasil pungli yang dilakukan lurah setempat dan meminta maaf pada ratusan warga korban pungli, Minggu (2/5). (Foto: VOA/ Yudha Satriawan)
Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka (kiri) berjalan di sekitar Pasar Klewer Solo untuk mengembalikan uang hasil pungli yang dilakukan lurah setempat dan meminta maaf pada ratusan warga korban pungli, Minggu (2/5). (Foto: VOA/ Yudha Satriawan)

VOA mendatangi kantor kelurahan di Solo di mana personelnya diduga kuat melakukan pungutan liar. Hanya ada sekelompok personel perlindungan masyarakat (linmas )yang berada di kantor tersebut. Pak Lurah, jelas seorang Linmas yang enggan disebutkan identitasnya, tidak berada di kantor tersebut dan ada tugas di luar.

Tradisi Pungli

Salah seorang korban pungli di Solo, Nining Nur Oktafiani, mengatakan dimintai iuran oleh perangkat kelurahan dengan dalih untuk THR, seakan sudah menjadi “tradisi.”

Nominal pungutan, kata Nining, berbeda-beda.

"Sebelum pandemi biasanya 200 ribu, 150 ribu lah, tapi karena pandemi ini toko sepi ya kita kasih 50 ribu. Yang datang ke toko bilangnya uang dikumpulin buat THR pegawai keamanan kelurahan,” papar Nining.

Grafis di media sosial dari Pemkot Surakarta meminta warga berani laporkan pungli. (Sumber: Pemkot Surakarta)
Grafis di media sosial dari Pemkot Surakarta meminta warga berani laporkan pungli. (Sumber: Pemkot Surakarta)

Dalam mengumpulkan iuran itu, perangkat kelurahan berkeliling ke sejumlah toko di dekat Pasar Klewer Solo, lengkap dengan dokumen yang ditandatangani dan distempel oleh lurah setempat. Dokumen itu berisi permohonan bantuan iuran sukarela dalam bentuk zakat, sedekah, fitrah, dan lainnya.

Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka menjelaskan ada ratusan toko yang dipungli dengan nominal belasan juta rupiah.Gibran pun tak segan mencopot bawahannya yang melakukan pungli.

"Ada 145 toko (yang di-pungli) dengan nilai hasil pungutan sebanyak 11, 5 juta rupiah. Mengapa lurah pungli? Silakan tanya sendiri kepada yang bersangkutan. Ini saya dan Pak Camat akan mengembalikan semua uang hasil pungli ke warga yang jadi korban pungli,” ujar Gibran.

Ia juga mengatakan tidak segan-segan mencopot bawahannya yang melakukan pungli, yang jumlahnya bisa mencapai belasan juta rupiah.

Pungli, Antara Tradisi dan Semangat Anti-Korupsi
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:39 0:00

Komitmen Berantas Pungli

Kepala Bidang Informasi dan Data Satgas Saber Pungli, Marsekal Pertama TNI Oka Prawira, dalam sebuah diskusi awal April lalu mengatakan dalam tiga bulan pertama pada 2021 saja, lebih dari 1.200 kasus pungli yang dilaporkan.

Sebagian pungli ini terkait distribusi bantuan sosial untuk mengatasi dampak pademi virus corona, lainnya seperti “tradisi” karena menggunakan alasan lama, antara lain “untuk THR,” atau “uang kebersihan.” Khusus di Jawa Tengah, jumlahnya mencapai ratusan, di mana Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal dan Kota Tegal mencatat kasus yang cukup signifikan.

Akademisi di Pusat Studi Transparansi Publik dan Anti Korupsi (PUSTAPAKO) Universitas Sebelas Maret UNS Solo, Khresna Bayu Sangka, saat dihubungi VOA, Senin (3/5) menegaskan pentingnya komitmen kepala daerah dalam memberantas pungli.

Bayu mengapresiasi warga yang berani melaporkan adanya pungli tersebut. Menurutnya, pungli masih terjadi karena orang-orang umumnya tidak punya keberanian untuk melapor ke instansi terkait.

"Kasus yang di Solo ini bagus sudah ada yang berani melaporkan adanya pungli. Respons Wali Kota Solo pun cepat dengan mengatakan tindakan pungli bawahannya sebagai tindakan tidak benar dan akhirnya mengembalian semua uang hasil pungli ke masyarakat yang dirugikan," jelas Bayu.

Bayu juga menyoroti keberadaan Satgas Sapu Bersih Pungutan Liar atau saber pungli di berbagai daerah dan langkah cepat mengatasi penyalahgunaan wewenang ini. [ys/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG