Tautan-tautan Akses

Lemahnya Pengawasan Sebabkan Tingginya Korupsi di Kalangan ASN


Para aparatur sipil negara sedang menunggu giliran mendapat suntikan vaksin COVID-19 di Banda Aceh, 5 April 2021. (Foto: Chaideer Mahyudin/AFP)
Para aparatur sipil negara sedang menunggu giliran mendapat suntikan vaksin COVID-19 di Banda Aceh, 5 April 2021. (Foto: Chaideer Mahyudin/AFP)

Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyebut lemahnya pengawasan terhadap birokrasi membuat praktik korupsi di Indonesia dalam dua tahun terakhir masih cukup tinggi.

Korupsi masih menjadi tantangan terbesar reformasi birokrasi di Indonesia, selain persoalan terkait demokrasi, radikalisme dan terorisme, serta intoleransi.

Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei terkait Reformasi Birokrasi, mengenai persepsi korupsi, demokrasi, dan intoleransi di kalangan pegawai negeri sipil. Dari responden pegawai negeri sipil (PNS) yang diwawancarai, praktik korupsi dinilai mengalami peningkatan dalam dua tahun terakhir.

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan. (Foto: tangkapan layar/Petrus Riski-VOA).
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan. (Foto: tangkapan layar/Petrus Riski-VOA).

Djayadi Hanan, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI), dalam konferensi pers pada Minggu (18/4) mengatakan dari 915.504 PNS atau 22 persen dari total PNS di Indonesia yang disurvei antara 3 Januari hingga 3 Maret 2021, sebanyak 34,6 persen responden menilai korupsi meningkat dalam dua tahun terakhir.

Sebanyak 33,9 persen dari responden menyebut tidak ada perubahan, sedangkan 25,4 persen menyebut korupsi menurun.

“Jumlah PNS yang menyatakan bahwa korupsi meningkat dua tahun terakhir dibandingkan dengan yang mengatakan korupsi menurun di dalam dua tahun terakhir, tetap lebih banyak (yang menyatakan meningkat), meskipun tidak mayoritas," ujar Djayadi.

Lemahnya Pengawasan Sebabkan Tingginya Korupsi di Kalangan ASN
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:28 0:00

Mengutip pengakuan PNS yang disurvei, Djayadi mengatakan lemahnya pengawasan menjadi faktor utama terjadinya praktik korupsi. Selain beberapa faktor lain, seperti kedekatan dengan pihak pemberi uang, persoalan politik atau campur tangan dari pihak yang berkuasa, serta terkait sifat pribadi PNS.

“Hampir 50 persen PNS mengatakan bahwa kurangnya pengawasan itu yang mempengaruhi, yang menjadi faktor utama, yang mengakibatkan PNS mau atau mudah menerima uang. Diikuti dengan kedekatan PNS dengan pihak yang memberi uang," paparnya.

Seorang pegawai di kantor pelayanan pajak di Jakarta, 23 Februari 2017. (Foto: Fatima Elkarim/Reuters)
Seorang pegawai di kantor pelayanan pajak di Jakarta, 23 Februari 2017. (Foto: Fatima Elkarim/Reuters)

Untuk yang kedua, Djayadi mengatakan, hal itu terkait kroniisme atau nepotisme.

"Yang ketiga adalah persoalan politik, campur tangan secara politik dari pihak yang berkuasa," imbuhnya.

Sanksi Bagi ASN

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo mengatakan sebenarnya telah terjadi peningkatan kualitas ASN. Terutama, dalam hal kinerja pelayanan publik dan upaya mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

“Tiga tahun terakhir ini kami melihat produktivitas PNS kita cukup baik, semakin membaik, baik pemahaman masalah-masalah korupsi, baik yang berkaitan dengan demokrasi, maupun masalah-masalah yang berkaitan dengan intoleransi," ujarnya.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo. (Foto: Tangkapan layar/Petrus Riski/VOA).
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo. (Foto: Tangkapan layar/Petrus Riski/VOA).

Namun, Tjahjo tidak menampik masih ada sebagian kecil ASN yang terlibat masalah narkoba, paham radikal, dan terorisme, serta praktik korupsi. Untuk itu pihaknya telah menerapkan sanksi non-job, penurunan pangkat, hingga pemecatan, terhadap sekitar 40 ASN setiap bulannya.

Dia mengaku cukup sedih karena hampir setiap bulan harus membuat keputusan dalam sidang Badan Kepegawaian untuk memberhentikan atau memberi sanksi non-job kepada PNS yang terlibat masalah-masalah tersebut.

Sanksi-sanksi itu, kata Tjahjo, merupakan komitmen pemerintah dalam mewujudkan reformasi birokrasi.

Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, menegaskan pentingnya pengawasan dan pencegahan praktik korupsi di kalangan aparatur sipil negara, sebagai faktor penting pemberantasan korupsi. Pemerintah harus melakukan penegakan hukum yang tegas sehingga tidak ada pegawai negeri sipil yang berniat melakukan praktik korupsi dan sejenisnya.

Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng. (Foto: Tangkapan layar/Petrus Riski-VOA).
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng. (Foto: Tangkapan layar/Petrus Riski-VOA).

“Kalau kemudian efek jeranya tidak muncul, karena penegakan hukumnya pilih kasih, atau penegakan hukumnya tidak kuat, membuat kemudian akhirnya praktik-praktik seperti ini akan terus menerus terjadi," ujarnya.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kumham), Eddy Omar Sharif Hiariej dalam kesempatan yang sama menggarisbawahi perlu membangun budaya hukum di kalangan ASN, yang memunculkan kesadaran hukum saat akan terjadi praktik korupsi. Dengan kesadaran ini, diharapkan dapat menekan dan menurunkan praktik korupsi di lembaga atau institusi negara.

“Perlu dibangun adalah mengenai legal culture, karena di legal culture itu ada kesadaran hukum yang amat sangat dipentingkan dalam penegakan hukum," ujar Eddy Omar. [ps/em/ft]

Recommended

XS
SM
MD
LG