Tautan-tautan Akses

Presiden Jokowi Pantau Upaya Percepatan Penurunan Stunting di NTT


Yayasan Ayo Indonesia melakukan pengukuran tinggi badan pada balita sebagai kegiatan bulanan, dalam ilustrasi (Foto: Ayo Indonesia)
Yayasan Ayo Indonesia melakukan pengukuran tinggi badan pada balita sebagai kegiatan bulanan, dalam ilustrasi (Foto: Ayo Indonesia)

Presiden Joko Widodo pada Kamis (24/3) pagi meninjau upaya percepatan penurunan stunting di Kabupaten Timur Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Upaya penurunan stunting di NTT terus dilakukan untuk menurunkan angka prevalensi stunting di 15 kabupaten yang masih berada di atas 30 persen.

Presiden Joko Widodo, Kamis (24/3), mendorong seluruh bupati dan wali kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk menurunkan angka prevalensi stunting di wilayah masing-masing demi tercapainya target stunting nasional sebesar 14 persen pada 2024. Saat ini angka stunting di beberapa wilayah tersebut masih berada di atas angka 30 persen.

Presiden Jokowi. (Foto: Biro Setpres)
Presiden Jokowi. (Foto: Biro Setpres)

“Hal-hal yang berkaitan dengan stunting, yang berkaitan dengan gizi, yang berkaitan dengan pendampingan calon-calon pengantin agar mereka tahu apa yang harus dilakukan sebelum menikah, semuanya dikerjakan, termasuk juga pengukuran penimbangan bayi-bayi yang baru lahir, pemberian makanan tambahan dan makanan gizi,” pesan Joko Widodo dalam kunjungan kerjanya di Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan.

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama dalam seribu hari pertama kehidupan.

Balita yang digendong ibunya memegang makanan tambahan yang mereka terima di Puskesmas Agats, Kabupaten Asmat, Papua. (FotoL Humas Kemenkes)
Balita yang digendong ibunya memegang makanan tambahan yang mereka terima di Puskesmas Agats, Kabupaten Asmat, Papua. (FotoL Humas Kemenkes)

Di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Jokowi meninjau program-program yang dihelat Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam percepatan penurunan stunting di Timor Tengah Selatan di antaranya pemeriksaan kesehatan calon pengantin untuk deteksi dini potensi stunting; pemeriksaan ibu hamil; penimbangan dan pengukuran tinggi balita.

BKKBN dalam siaran persnya (23/3) menyatakan angka prevalensi stunting di Kabupaten Timor Tengah Selatan menurut Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 mencapai 48,3 persen, paling tinggi di Nusa Tenggara Timur.

Prevalensi stunting 48,3 persen di Kabupaten Timor Tengah Selatan jika dinarasikan kurang lebih bermakna ada 48 balita stunting di antara 100 balita yang ada di Timor Tengah Selatan.

Secara nasional, Kabupaten Timor Tengah Selatan menduduki peringkat nomor satu untuk prevalensi balita stunting di antara 246 kabupaten/kota di 12 provinsi prioritas. Bahkan standar Badan Kesehatan Dunia atau WHO hanya mentoleransi angka prevalensi stunting di kisaran 20 persen. Artinya prevalensi stunting di Timor Tengah Selatan melebihi dua kali standar dari WHO.

Menurut data Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan, pada 2020 terdapat 37.320 jiwa penduduk miskin ekstrem dari total 455.410 jiwa penduduk. Sementara rumah tangga yang memiliki sanitasi layak baru mencapai 60,04 persen atau 69.602 rumah tangga dan hal ini menjadi penyebab masih rentannya masalah kesehatan di masyarakat.

Pandemi terhadap Stunting

Wali Kota Kupang Jefri Riwu Kore dalam laporannya mengatakan dampak pandemi COVID-19 menyebabkan angka prevalensi stunting di Kota Kupang meningkat dari 22,2 persen menjadi 26,4 persen pada 2020. Namun pada kuartal pertama 2022, angka prevalensi stunting di Kupang berhasil ditekan sehingga turun menjadi 25,1 persen.

Bayi dan balita perempuan pekerja kelapa sawit tidur siang di pusat penitipan anak darurat. (Foto: AP)
Bayi dan balita perempuan pekerja kelapa sawit tidur siang di pusat penitipan anak darurat. (Foto: AP)

“Langkah-langkah kami untuk mengatasi ini adalah pertama penambahan makanan atau gizi lewat program-program APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) kita. Kemudian pendamping keluarga di mana kami menyiapkan tim-tim kami untuk mendampingi keluarga-keluarga miskin, keluarga-keluarga baru di Kota Kupang,” papar Jefri Riwu Kore secara virtual.

Bupati Kabupaten Ende, Djafar Achmad, menjelaskan pihaknya berhasil menurunkan angka prevalensi stunting 32,8 persen pada 2018 menjadi 12,7 persen per Februari 2022. Keberhasilan itu tak lepas dari sejumlah program yang dilakukan pihaknya, seperti intervensi gizi terpadu dan pendekatan terhadap keluarga berisiko stunting, pendamping ibu hamil dan calon pengantin, serta keluarga yang memiliki bayi di bawah dua tahun.

“Kami melakukan pembinaan pranikah oleh Kantor Urusan Agama (KUA), kursus persiapan perkawinan oleh pastor paroki dan diterbitkan sertifikat pencatatan bahwa calon pengantin harus memenuhi syarat baik berat badan, gizinya dan Hb (hemoglobin) itu baru boleh nikah di Ende ini, kalau tidak kita tunda dulu tiga bulan,” papar Djafar Achmad kepada Presiden Joko Widodo.

Kabupaten Berkategori Merah

Menurut BKKBN, Provinsi Nusa Tenggara Timur saat ini masih memiliki 15 kabupaten yang berkategori merah. Penyematan status merah tersebut berdasarkan angka prevalensi stunting yang masih berada di atas 30 persen.

Ke-15 kabupaten tersebut adalah Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Belu, Manggarai Barat, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sabu Raijua, Manggarai, Lembata dan Malaka. Bersama Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara memiliki prevalensi di atas 46 persen

Sementara sisanya, tujuh kabupaten dan kota berstatus “kuning” dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, di antaranya Ngada, Sumba Timur, Negekeo, Ende, Sikka, Kota Kupang serta Flores Timur. Bahkan tiga daerah seperti Ngada, Sumba Timur dan Negekeo mendekati status merah. [yl/ah]

Recommended

XS
SM
MD
LG