Tautan-tautan Akses

2022, Lokasi Fokus Penurunan Stunting Tambah Jadi 514 Kabupaten/Kota


Seorang anak laki-laki meminta uang receh di sepanjang jalan di Jakarta, 11 Oktober 2019. Pemerintah akan memperluas lokasi fokus intervensi penurunan stunting menjadi 514 kabupaten/kota pada 2022, dari 360 pada 2021. (Foto: AFP/ Goh Chai Hin)
Seorang anak laki-laki meminta uang receh di sepanjang jalan di Jakarta, 11 Oktober 2019. Pemerintah akan memperluas lokasi fokus intervensi penurunan stunting menjadi 514 kabupaten/kota pada 2022, dari 360 pada 2021. (Foto: AFP/ Goh Chai Hin)

Pemerintah akan memperluas lokasi fokus intervensi penurunan stunting menjadi 514 kabupaten/kota pada 2022, dari 360 pada 2021. Dibutuhkan kerja sama untuk mencapai penurunan prevalensi stunting dari 27,67 persen menjadi 14 persen pada 2024.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, menyatakan dibutuhkan kerja sama berbagai pihak untuk penurunan lebih dari tiga persen setiap tahunnya untuk mencapai penurunan prevalensi stunting dari 27,67 persen menjadi 14 persen pada 2024.

“Ini adalah suatu upaya yang cukup menantang dengan harapan dengan program penurunan stunting maka sekaligus penurunan kematian ibu dan kematian bayi akan terjadi,” kata Hasto Wardoyo saat berbicara dalam Forum Nasional Stunting, Selasa (14/12).

Dijelaskannya, penurunan prevalensi stunting sekaligus dapat mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030 berupa pengurangan rasio angka kematian ibu dari 305 menjadi 70 per 100 ribu kelahiran hidup. Termasuk menurunkan angka kematian bayi setidaknya 12 per 1000 kelahiran hidup dan penurunan angka kematian balita menjadi 25 per seribu.

Seorang anak Papua yang menderita gizi buruk terbaring di ranjang rumah sakit untuk menjalani perawatan di Agats, ibu kota Kabupaten Asmat di Papua pada 26 Januari 2018. (Foto: AFP/Bay Ismoyo)
Seorang anak Papua yang menderita gizi buruk terbaring di ranjang rumah sakit untuk menjalani perawatan di Agats, ibu kota Kabupaten Asmat di Papua pada 26 Januari 2018. (Foto: AFP/Bay Ismoyo)

Kementerian Kesehatan menjelaskan stunting adalah kondisi ketika balita memiliki tinggi badan di bawah rata-rata. Hal ini diakibatkan asupan gizi yang diberikan dalam waktu yang panjang, tidak sesuai dengan kebutuhan. Stunting berpotensi memperlambat perkembangan otak, dengan dampak jangka panjang berupa keterbelakangan mental, rendahnya kemampuan belajar dan risiko serangan penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi hingga obesitas.

Satu dari tiga balita

Kondisi prevalensi stunting menurut Provinsi berdasarkan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) 2019 menempatkan 13 Provinsi dengan prevalensi sangat tinggi di antaranya Nusa Tenggara Timur (43,82%), Sulawesi Barat (40,38%), Nusa Tenggara Barat (37,85%), Gorontalo (34,89%), dan Aceh (33,60%). Sebanyak 17 Provinsi dengan prevalensi Tinggi di antaranya Papua (29,36%) dan Maluku Utara (29,07%). Terdapat 4 provinsi dengan prevalensi sedang yaitu DKI Jakarta (19,96%), Bangka Belitung (19,93%), Kepulauan Riau (16,82 %) dan Bali (14,42%).

Wapres Ma’ruf Amin. (screenshoot)
Wapres Ma’ruf Amin. (screenshoot)

“Saat ini satu dari tiga balita di Indonesia mengalami stunting. Persoalan ini bukan persoalan bangsa di masa sekarang saja melainkan menyangkut masa depan kita, karena anak-anak itu adalah generasi penerus. Merekalah masa depan kita,” kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat membuka Forum Nasional Stunting 2021.

2022, Lokasi Fokus Intervensi Diperluas

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Sugeng Haryono mengungkapkan lokasi fokus intervensi penurunan stunting terus diperluas dari 100 kabupaten/kota pada tahun 2018, kini sudah meliputi 360 kabupaten/kota pada 2021. Pada tahun 2022 lokasi fokus intervensi penurunan stunting meliputi 416 kabupaten dan 98 kota di 34 provinsi di Indonesia.

Ada penambahan sebanyak 154 Kabupaten/Kota yang tersebar di 30 provinsi, terbanyak berada di Aceh, Sumatera Barat, Sulawesi Tenggara dengan masing-masing 10 kabupaten/kota.

Dijelaskannya, Indonesia diproyeksikan mengalami pertumbuhan penduduk produktif atau bonus demografi pada tahun 2045. Namun bonus demografi ini tidak berguna bahkan akan menjadi beban negara jika tingginya prevalensi balita stunting tidak diperbaiki saat ini.

“Anak stunting ketika dewasa kurang memiliki produktivitas yang optimal baik dalam etos kerja, tingkat kecerdasan maupun tanggung jawab individu. Hal ini tentu saja dalam jangka panjang akan merugikan bagi bangsa dan negara kita,” jelas Sugeng Haryono

Seorang perempuan dengan bayinya saat dia menjual paket tisu di sepanjang trotoar di Jakarta. (Foto: AFP/ Goh Chai Hin)
Seorang perempuan dengan bayinya saat dia menjual paket tisu di sepanjang trotoar di Jakarta. (Foto: AFP/ Goh Chai Hin)

Menurung Sugeng, stunting menimbulkan kerugian ekonomi negara sebesar 2 hingga 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Data World Bank, PDB Indonesia pada tahun 2020 sebesar Rp15.434 triliun. Kerugian akibat stunting diperkirakan Rp304 triliun hingga Rp463 triliun.

Kondisi prevalensi stunting nasional tahun 2019 berdasarkan hasil integrasi Susenas dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) memperlihatkan sebagian besar Provinsi di Indonesia memiliki tingkat prevalensi stunting di atas batas maksimal toleransi angka stunting WHO, yaitu 20 persen atau seperlima dari jumlah total anak balita yang sedang tumbuh.

“Berdasarkan angka tersebut masih diperlukan upaya yang lebih keras dari kita semua, berbagai kementerian dan lembaga melalui intervensi gizi spesifik maupun intervensi gizi sensitif agar target penurunan stunting sebesar 3 persen setahun atau menjadi 14 persen pada tahun 2024 dapat tercapai,” kata Sugeng Haryono.

TNI bantu angkut anak-anak penderita gizi buruk di Asmat, Papua. (Foto: Komando Daerah Militer Papua/AFP)
TNI bantu angkut anak-anak penderita gizi buruk di Asmat, Papua. (Foto: Komando Daerah Militer Papua/AFP)

Pencegahan stunting dilakukan mulai dari awal seribu hari pertama kehidupan yaitu mulai sejak masa kehamilan dengan pelayanan pranatal (masa sebelum kelahiran) dan gizi ibu, kemudian dilanjutkan hingga bayi lahir dan anak tumbuh berusia dua tahun.

Seribu hari pertama kehidupan merupakan periode yang sangat penting bagi tumbuh kembang anak sejak terbentuknya janin dalam kandungan hingga usia anak mencapai 2 tahun, di mana perkembangan massa otak 70-80 persen terjadi pada seribu hari pertama kehidupan. Pencegahan stunting pada seribu hari pertama kehidupan sangat penting dilakukan untuk memastikan bahwa calon anak dapat lahir dan tumbuh sehat dengan status gizi yang baik, sehingga dapat terhindar dari stunting. [yl/ka]

Recommended

XS
SM
MD
LG