Tautan-tautan Akses

PM Selandia Baru Sebut Pelaku Pembantaian sebagai Teroris, Penjahat, dan Ekstremis


Para pelajar menyampaikan belasungkawa dengan menempatkan lilin dan bunga di depan masjid Al Noor di Christchurch, Selandia Baru.
Para pelajar menyampaikan belasungkawa dengan menempatkan lilin dan bunga di depan masjid Al Noor di Christchurch, Selandia Baru.

Pihak berwenang di kota Christchurch, Selandia Baru, mulai menyerahkan jenazah ke-50 korban penembakan massal hari Jumat (15/3) lalu di dua masjid, yang dilakukan seorang pendukung supremasi kulit putih. Menurut polisi, walaupun autopsi telah selesai, hanya 12 yang diidentifikasi secara resmi, dan dari jumlah itu, enam telah diserahkan kepada keluarga mereka.

Dalam pernyataan yang dirilis hari Selasa (19/3), kepolisian Christchurch mengatakan, nama-nama korban belum diumumkan tetapi daftar awal para korban telah diberikan kepada keluarga.

Masa tunggu yang lama menambah stres keluarga yang berduka, yang ingin segera memakamkan anggota keluarga mereka yang menjadi korban. Dalam Islam, orang yang meninggal harus segera dimandikan dan dikubur, idealnya dalam 24 jam.

Sekitar 60 relawan, sebagian datang dari Australia, membantu ritual pemandian jenazah para korban sebelum pemakaman.

Proses suram mengidentifikasi para korban berlanjut hari Selasa sementara Perdana Menteri Jacinda Ardern mendesak anggota parlemen agar, seperti dia, sama sekali tidak menyebut nama laki-laki yang dituduh melakukan pembantaian itu.

Dalam pidato yang emosional di depan anggota Parlemen hari Selasa, Ardern mengatakan, tersangka pelaku penembakan itu "adalah teroris, penjahat, ekstremis, tetapi, ketika saya berbicara, namanya tidak akan disebut."

Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern berbicara di depan parlemen di Wellington, Selasa (19/3).
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern berbicara di depan parlemen di Wellington, Selasa (19/3).

"Saya mohon: sebutlah nama-nama mereka yang terbunuh, bukan nama orang yang merenggut nyawa mereka," ujar Ardern.

Pihak berwenang menuduh Brenton Harris Tarrant, usia 28 tahun, warga Australia, melakukan serangan mengerikan itu. Ia satu-satunya orang yang ditahan terkait pembantaian itu dan didakwa melakukan pembunuhan.

Tarrant belum mengajukan pembelaan. Laporan-laporan media menyebutkan ia menolak didampingi pengacara dan akan mewakili diri sendiri dalam proses pengadilan. Ia dijadwalkan hadir di pengadilan berikutnya, 5 April.

Perdana Menteri Ardern mengatakan pemerintahnya akan menyelidiki mengapa penegak hukum dan badan-badan intelijen negara itu luput menangkap gelagat dan niat Tarrant. Ia juga menyatakan kekesalannya terhadap Facebook, karena raksasa media sosial berbasis di Amerika itu membiarkan Tarrant menyiarkan secara langsung serangannya, dan juga karena fakta bahwa rekaman serangan itu masih beredar di internet empat hari kemudian.

Facebook mengatakan telah menghapus 1,5 juta versi video pembantaian itu dalam 24 jam pertama setelah serangan.

Ardern mengatakan ia adalah satu dari lebih 30 penerima manifesto nasionalis kulit putih setebal 74 halaman yang dikirim Tarrant melalui email, sembilan menit sebelum serangan itu. Dalam manifesto itu, Tarrant dituduh mengecam umat Islam dan menyebut para imigran "penjajah."​ (ka)

Recommended

XS
SM
MD
LG