Tautan-tautan Akses

Perubahan Iklim Dikaitkan dengan Gerakan Migrasi ‘Musim Semi Arab’


Seorang migran anak membasuh kepalanya dengan air di pinggiran jalan raya dekat Edirne, Turki, 17 September 2015 (foto: Reuters/Osman Orsal)
Seorang migran anak membasuh kepalanya dengan air di pinggiran jalan raya dekat Edirne, Turki, 17 September 2015 (foto: Reuters/Osman Orsal)

Untuk pertama kalinya, kalangan ilmuwan telah mengaitkan perubahan iklim dengan aliran migrasi massal setelah terjadinya gerakan sosial Musim Semi Arab di Afrika Utra dan Timur Tengah beberapa tahun yang lalu.

Menurut para ilmuwan dari International Institute for Applied Systems Analysis yang berpusat di Austria, kelangkaan pasokan air dan musim kering berkontribusi terhadap terjadinya konflik Musim Semi Arab, khususnya di Suriah, yang masih terkatung-katung akibat perang saudara.

“Orang mulai kesulitan untuk mendapatkan panen hasil pertanian, dan itu adalah awal dari migrasi dari kawasan pedesaan ke kawasan perkotaan, yang sudah dipadati penduduk. Dan sumberdaya di kawasan perkotaan juga langka. Jadi dengan semakin meningkatnya tekanan ini, bersaing untuk mendapatkan sumberdaya yang terbatas, dan di atas segalanya adalah polarisasi etnis di Suriah. Jadi kurang lebih adanya kombinasi semua permasalahan itu,” ujar Raya Muttarak, dari University of East Anglia di Inggris. Ia salah satu dari penyusun laporan itu.

Para peneliti memanfaatkan data PBB terkait permohonan suaka dan kematian terkait konflik. Mereka memadukan semua data tentang kekeringan dan curah hutan, ditambah variabel lainnya seperti ukuran populasi dan tindakan-tindakan demokrasi serta keberagaman etnis. Semua angka itu kemudian digabungkan dalam sebuah model matematis.

“Jadi, mari kita amati dampak perubahan iklim terhadap peluang terjadinya konflik. Dan begitu kita dapat memperkirakan dengan menggunakan angka yang kami dapat untuk mengestimasi langkah berikutnya. Jadi negara-negara yang mengalami konflik akibat terjadi variasi iklim – apakah kemungkinan mereka akan mengirimkan aliran pengungsi atau tidak?” jelas Muttarak.

Ia mengatakan perubahan iklim tidak akan menyebabkan timbulnya konflik yang diikuti dengn aliran pencari suaka dimana-mana.

“Dampak iklim terhadap migrasi, lewaat konflik, bersifat cukup spesifik pada periode masa tertentu dan pada negara-negara tertentu. Jadi konflik yang ditimbulkan oleh iklim, peluangnya sedikit lebih besar di negara dengan tingkat demokrasi menengah.”

Hasil studi ini bersifat spesifik pada kawasan Asia barat. Namun demikian, para peneliti mengatakan mereka berharap studi ini dapat berkontribusi terhadap perdebatan global tentang bagaiamana aluran migrasi akan terpengaruh dengan semakin meningkatnya perubahan iklim yang lebih dahsyat. [ww/ft]

XS
SM
MD
LG