Tautan-tautan Akses

Pengamat: Kedua Kubu Tidak Mengedepankan Kampanye Program


Presiden Joko Widodo dan Kyai Ma’ruf Amin usai mendaftar sebagai pasangan Capres & Cawapres di KPU Jakarta, (10/08). (Foto: dok)
Presiden Joko Widodo dan Kyai Ma’ruf Amin usai mendaftar sebagai pasangan Capres & Cawapres di KPU Jakarta, (10/08). (Foto: dok)

Pengamat menilai dalam masa kampanye, kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden, Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, serta pendukung mereka tidak mengedepankan kampanye program, justru kerap menggunakan diksi yang menimbulkan kontroversi.

Hampir dua bulan masa kampanye, kedua kubu dari pasangan calon presiden dan wakil presiden, Joko Widodo-Ma’ruf Amin) dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, kerap saling serang dengan mengeluarkan pernyataan yang terlepas dari konteks visi dan misi kampanye.

Jokowi misalnya pernah menyampaikan istilah politikus sontoloyo ketika menanggapi polemik seputar pembahasan dana kelurahan. Sementara itu Prabowo melontarkan istilah tampang Boyolali saat berkampanye di depan pendukungnya di Jawa Tengah.

Pengamat : Kedua Kubu Tidak Mengedepankan Kampanye Program
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:53 0:00

Saling serang bukan hanya dilakukan oleh Jokowi dan Prabowo, tetapi juga dilakukan oleh calon wakil mereka, Ma’ruf Amin dan Sandiaga Uno. Ma’ruf Amin baru-baru ini mengatakan sebutan buta dan budek untuk orang yang tidak bisa mengapresiasi pemerintahan Jokowi selama empat tahun. Sedangkan Sandi, begitu Sandiaga Uno disapa, juga pernah menyampaikan bahwa tempe setipis kartu ATM dan harga nasi ayam di Jakarta lebih mahal daripada harga di Singapura.

Situasi ini, sangat disayangkan pengamat politik dari Center for Strategic and International Studies, Arya Fernandez. Arya menilai selama kampanye ini, narasi program dan kebijakan yang dibangun oleh kedua kandidat belum disampaikan secara kuat ke publik.

Pasangan Capres-Cawapres No. urut 2: Prabowo Subianto (kanan) dan Sandiaga Uno (foto: ilustrasi).
Pasangan Capres-Cawapres No. urut 2: Prabowo Subianto (kanan) dan Sandiaga Uno (foto: ilustrasi).

Padahal idealnya, tambah Arya, sebagai bentuk edukasi kepada publik seharusnya kedua kandidat memberikan narasi-narasi tentang program. Tujuannya agar isu-isu yang berbasis kampanye negatif, SARA dan identitas bisa hilang karena orang akan lebih sibuk bicara soal program para kandidat.

Selain itu, lanjutnya salah satu unsur yang mempengaruhi pilihan publik adalah soal program dan juga personalitas kandidat. Karena program atau gagasan menjadi penting maka kandidat dan tim seharusnya menyajikan program-program yang menarik, yang membedakannya dengan kandidat lain.

Menurut Arya, saat ini yang terjadi adalah publik tidak punya informasi yang utuh tentang program yang ditawarkan oleh kandidat. Pasalnya elit politik lebih sibuk berdebat sesuatu yang tidak substansial dan bukan hal yang berkaitan kepentingan publik.

Dia meminta semua pihak lebih menahan diri untuk saling serang dan mengeluarkan pernyataan yang kontraproduktif terhadap pembangunan politik.

"Ini memang ironi yah karena seharusnya baik penantang maupun petahana itu lebih banyak berbicara soal program dibandingkan narasi-narasi yang kontroversial gitu. Sontoloyo, gondoruwo, bukan tampang Boyolali itu kan narasi-narasi yang tidak berhubungan langsung dengan kepentingan kolektif publik .Tidak bicara kepentingan publik, apa yang dibutuhkan publik," kata Arya.

Arya Fernandez menilai hilangnya narasi program terjadi karena ketatnya persaingan antara Jokowi-Prabowo. Pertarungan kedua kubu yang mengulang pemilihan presiden 2014 menjadi faktor penyebabnya. Kondisi ini lanjutnya membuat kedua kubu kesulitan menemukan format kampanye yang ideal untuk publik.

Jika kondisi seperti ini terus berlanjut maka Arya khawatir ada penurunan partisipasi publik pada pemilu mendatang karena kandidat maupun partai tidak menyajikan sesuatu yang berguna.

Hal yang sama juga diungkapkan Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti. Menurutnya model kampanye saling sindir yang dilakukan sekarang ini sama sekali tidak menguntungkan bagi perbaikan demokrasi Indonesia.

"Model kampanye yang seperti ini jelas-jelas tidak diharapkan karena pada akhirnya hanya berujung saling olok-olok, saling nyinyir. Saya sangat menyayangkan model kampanye yang dilakukan kedua belah pihak," kata Ray Rangkuti.

Salah satu juru kampanye pasangan Jokowi-Ma’ruf, Maman Imanulhaq mengatakan sebenarnya timnya telah menyiapkan buku panduan untuk mengeksplorasi visi dan misi dari pasangan nomor satu, namun yang harus diperhatikan juga adalah soal peraturan KPU (PKPU).

"Dari sisi regulasi kita tahu bahwa PKPU membuat aturan bahwa pengungkapan visi dan misi itu nanti ada waktunya, sekitar 21 hari menjelang pencoblosan kalau tidak salah. Kita harus mengakui ini menjadi tanggung jawab bersama di mana baik kami di tim sukses, akademisi, netizen dan media massa itu lebih mengeksploitasi isu-isu yang bersifat recehan namun gagal mengeksplorasi substansi dari isu itu," kata Maman.

Juru bicara Prabowo-Sandi, Andre Rosiade mengatakan belum detailnya visi, misi dan program kampanye yang disampaikan kepada publik merupakan bagian dari strategi tim pemenangan. [fw/uh]

Recommended

XS
SM
MD
LG