Tautan-tautan Akses

Pengamat Indonesia: Trump Dapat Keluarkan Manuver Tak Terduga Sebelum Pilpres


Capres Partai Demokrat Joe Biden (kiri) dan Presiden AS Donald Trump akan bersaing dalam Pilpres AS bulan November mendatang.
Capres Partai Demokrat Joe Biden (kiri) dan Presiden AS Donald Trump akan bersaing dalam Pilpres AS bulan November mendatang.

Pemilihan presiden Amerika Serikat yang akan digelar November nanti terus menarik perhatian dunia. Di Indonesia, para pengamat mencoba menakar peluang Presiden AS Donald Trump untuk mempertahankan jabatannya.

Sejumlah pengamat politik di Indonesia menilai, popularitas Trump memang sedang digonjang-ganjing berbagai masalah. Namun Trump dilihat dapat mengeluarkan manuver tak terduga sebelum Pemilu November ini.

Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan. (Sumber: SMRC)
Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan. (Sumber: SMRC)

Dalam diskusi virtual “Bedah Pilpres AS”, Sabtu (27/6) sore, Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan, mengatakan popularitas Trump terpaut cukup jauh dari rivalnya, Joe Biden dari Partai Demokrat AS.

"Bahkan di Juni 2020 ini angkanya perbedaannya adalah 9,5 % dari rata-rata seluruh survei yang bisa dikumpulkan. Jadi keunggulan Biden cukup jauh, jelasnya mengutip polling Real Clear Politics (RCP).

Data Real Clear Politics (RCP) memperlihatkan Joe Biden unggul 9% dari Donald Trump pada Juni 2020. (Sumber: realclearpolitics.com)
Data Real Clear Politics (RCP) memperlihatkan Joe Biden unggul 9% dari Donald Trump pada Juni 2020. (Sumber: realclearpolitics.com)

Djayadi mengatakan, seperti Pilpres sebelumnya, Trump yang disokong Partai Republik dan kandidat Partai Demokrat akan memperebutkan suara di belasan negara bagian, seperti Florida, Pennsylvania, dan Iowa. Wilayah ini dikenal sebagai swing states, alias tidak didominasi suara salah satu partai.

Dalam Sejumlah Jajak Pendapat, Biden Unggul

Dalam jajak pendapat terbaru, Joe Biden, yang jadi wakil presiden era Obama selama 2 periode, lebih populer di negara-negara bagian tersebut. "Tampak memang Biden unggul hampir semua swing states. Kedua, keunggulan Biden itu cenderung tinggi di atas 4%. (Hillary) Clinton tidak pernah mencapai angka 50% sementara Biden banyak sekali,” tambahnya lagi mengutip FiveThirtyEight.com, sebuah situs polling opini.

Djayadi mengatakan, sebetulnya dalam isu ekonomi Trump masih populer. Namun nama dia cukup terganggu oleh masalah COVID-19 dan isu rasisme di Amerika Serikat baru baru ini. “Jadi dengan angka-angka ini, maka memang tampaknya Pemilu. 2020 ini adalah pemilu yang sulit bagi petahana,” tegas penyandang gelar PhD dari Ohio State University ini.

Joe Biden berbicara dalam kampanye di Lancaster, Pennsylvania, 25 Juni 2020.
Joe Biden berbicara dalam kampanye di Lancaster, Pennsylvania, 25 Juni 2020.

Meski begitu, ujar Djayadi, bukan berarti kandidat Partai Demokrat otomatis melenggang ke Gedung Putih. "Masalahnya adalah apakah Joe Biden memiliki cukup stamina dan kekuatan strategis untuk sampai pada 3 November 2020. Kalau dia bisa, maka Biden bisa memenangkan pertarungan," pungkasnya.

Trump Dinilai Piawai Bermanuver

Menurut pakar Psikologi Politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk, popularitas Trump di media sosial jangan dianggap remeh. Trump memiliki 82 juta pengikut di Twitter, dibandingkan Joe Biden memiliki 6 juta pengikut.

Kepala Laboratorium Psikologi Politik UI, Hamdi Muluk. (Sumber: Fakultas Psikologi UI)
Kepala Laboratorium Psikologi Politik UI, Hamdi Muluk. (Sumber: Fakultas Psikologi UI)

"Ternyata ya Trump itu nggak buruk-buruk banget kalau di Twitter, di sosial media, supporter dia sama hater masih berimbang. Sentimen positif dan negatif masih fifty-fifty,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Prof. Hamdi juga mengingatkan bahwa Trump sangat piawai membaca suasana batin masyarakat Amerika. Hal ini terlihat dalam Pilpres 2016 ketika Presiden Trump menggunakan isu ekonomi dan imigran. "Intinya orang Amerika tuh takut kejayaan Amerika akan diambil oleh politik yang selama ini terlalu liberal. Terus Amerika kehilangan kejayaannya secara ekonomi, ketakutan dengan pendatang, dengan ancaman politik yang liberal itu,” tambah Kepala Laboratorium Psikologi Politik UI ini.

Presiden AS Donald Trump dalam acara kampanye.
Presiden AS Donald Trump dalam acara kampanye.

Sementara itu pakar Hubungan Internasional Hikmahanto Juwana mengatakan, dalam beberapa bulan jelang Pilpres, Trump bisa mengeluarkan manuver politik yang tidak terduga. “Ini manuver-manuver seperti apa, harapan saya tentu tidak membahayakan stabilitas dunia, stabilitas internasional, hubungan antar-negara dan lainnya,” kata Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional ini.

Dia berharap masyarakat Indonesia tidak terkejut jika hasil Pilpres nanti tidak mencerminkan hasil polling saat ini. “Mudah-mudahan kita tidak sampai sampai suatu keterkejutan. Keterkejutan kalau Trump menang, atau keterkejutan kalau Joe Biden kalah,” tutupnya.

Sistem Electoral College

Pemilihan Presiden AS akan berlangsung pada Selasa, 3 November 2020. Berbeda dengan sistem pemilihan langsung di Indonesia, Pilpres AS menggunakan sistem Electoral College. Artinya, hasil pemungutan suara (popular vote) di tiap negara bagian akan dikonversi menjadi suara elektoral (electoral vote) negara bagian tersebut.

Pengamat Indonesia: Trump Dapat Keluarkan Manuver Tak Terduga Sebelum Pilpres
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:26 0:00


Jumlah suara elektoral setiap negara bagian berbeda-beda dan diatur berdasarkan hukum yang berlaku. Jumlah suara terbanyak ada di California (55 suara), Texas (38 suara), dan Florida (29 suara). Untuk jadi presiden terpilih, kandidat harus mendapatkan 270 suara dari total 538 suara elektoral.

Pada Pilpres 2016, Capres Partai Demokrat Hillary Clinton unggul dalam popular vote namun kalah dalam electoral vote dari Donald Trump. [rt/em]

XS
SM
MD
LG