Tautan-tautan Akses

Pelajar Amerika Meneliti Cacing Planarian untuk Pengobatan Kanker


Gambar 46 kromosom manusia yang dirilis Lembaga Kanker Nasional Amerika. (Foto:dok)
Gambar 46 kromosom manusia yang dirilis Lembaga Kanker Nasional Amerika. (Foto:dok)

Anak-anak adalah calon pemimpin masa depan. Menumbuhkan rasa ingin tahu dan membuat mereka sadar akan nilai dari rasa ingin tahu itu adalah resep mujarab untuk menyembuhkan penyakit yang kini belum ada obatnya, atau sekaligus mencegahnya di masa depan. Jadi apa yang mendorong dan mengilhami anak berusia 12 tahun untuk meneliti sebuah pengobatan kanker ketika memilih proyek sains mereka?.

Seperti kebanyakan anak Amerika berusia 12 tahun, Stephen Litt memiliki jadwal kegiatan yang sibuk, mulai dari olahraga, pelajaran musik hingga PR, tetapi kegiatan ekstra-kurikulernya tidak sekedar main tenis dan oboe.

Ketika ia berada di kelas satu, Stephen mulai mengikuti pameran sains. Di kelas enam ia mulai serius.

“Suatu hari saya naik mobil dan mengatakan pada ayah saya, “Yah saya ingin melakukan proyek sains tentang malaria!” Ia melihat ke arah saya dan mengatakan “itu terlalu berbahaya.” Jadi saya kemudian berfikir, bagaimana tentang kanker? Kanker juga seru! Saya kenal beberapa teman keluarga yang mengidap kanker,” kata Stephen.

Stephen mulai mencari sesuatu yang bisa digunakannya di rumah untuk mensimulasi kanker. Penelitiannya mengarahkannya ke “planarians” atau sejenis cacing pipih dan EGCG – yaitu antioksidan yang ditemukan di dalam teh hijau yang terbukti bisa mengurangi laju pertumbuhan sel kanker.

Planarian ternyata bisa membantu regenerasi bagian tubuh yang diamputasi, dan Stephen mendapat temuan, bahwa memandikan cacing di EGCG bisa memperlambat regenerasi mereka.

“Karena proyek pertama berjalan baik, saya memutuskan menggunakan kanker di dalam tubuh planarian dan tumor sebenarnya,” Stephen menjelaskan. Pada proyek kedua, kelompok yang diinokulasi dei EGCG tidak mengembangkan tumor.

Karyanya mulai mendapat perhatian media, tetapi ia sudah memikirkan tahap ketiga yang membutuhkan laboratorium professional.

“Ia benar-benar membutuhkan akses ke inkubator atau semacam pengaturan, dimana sel-sel manusia atau jenis sel kanker lainnya bisa dipertahankan sehingga tidak mati,” kata Lesley Litt, ayah Stephen.

Stephen dan kedua orang tuanya datang ke National Cancer Institute di Washington DC, dimana peneliti Dr. Stanley Lipkowitz memberi kesempatan pada Stephen untuk menyajikan hasil karyanya dan mempelajari penelitian mereka.

“Penting bisa membimbing orang lain. Penting untuk membuat orang bersemangat mempelajari sains. Saya kira ini merupakan hal-hal fundamental yang kami lakukan,” kata Dr. Stanley. Ia menantang Stephen untuk melanjutkan penelitiannya.

“Pernyataan sebenarnya tentang data ini adalah bagaimana lebih mewujudkannya pada sistem seperti manusia, dan menguji hal ini pada jenis sistem tersebut sebagai cara mencegah kanker,” lanjut Stephen.

“Saya menjadi sangat bersemangat. Kini saya merasa bia melakukan hal-hal ini lagi dan tahu apa yang saya lakukan,” kata Stephen.

Berkat nasehit Dr. Stanley Lipkowitz dan beberapa gagasan untuk menciptakan inovasi baru guna mengembangkan penelitiannya, Stephen kini siap mengikuti pameran sains berikutnya. [em/jm]

XS
SM
MD
LG