Tautan-tautan Akses

Musik Tradisional Kembali ke Aleppo


Ahmed Khayata menyanyikan Qoudud di sebuah hotel di Aleppo, Suriah, 8 Februari 2018.
Ahmed Khayata menyanyikan Qoudud di sebuah hotel di Aleppo, Suriah, 8 Februari 2018.

Tiga belas bulan setelah perang yang mengoyak Aleppo di Suriah berhenti, musik tradisional kembali bersemi di kota itu, karena para pelajar mulai belajar teknik lantunan tradisional Suriah, “Qoudud,”kata para musisi.

Di Institut Paduan Suara Nasional di Aleppo, pelatih vocal Ahmed Kedah mengatakan ada 30-50 siswa, termasuk anak usia sekolah dan mahasiswa, di tempat dia mengajar. Gaya menyanyi Qoudud punya sejarah panjang di Aleppo dan terkenal seantero Suriah.

Kedah kehilangan satu putra dalam perang. Putra lainnya, Aiham yang berusia 10 tahun, dengan semangat memperlihatkan kemampuan bermusik dengan lagu “Kamu Telah Pergi.”

Seorang anak laki-laki memainkan alat musik oud di Institut Paduan Suara Nasional di Aleppo, Suriah, 9 Februari 2018.
Seorang anak laki-laki memainkan alat musik oud di Institut Paduan Suara Nasional di Aleppo, Suriah, 9 Februari 2018.

Konflik Suriah yang pecah pada 2011 telah membunuh ratusan ribu orang dan mengusir jutaan lainnya dari rumah mereka. Aleppo terpecah selama bertahun-tahun menjadi zona-zona yang dikuasai pemerintah dan para pemberontak. Pusat-pusat kebudayaan yang berada di kota tersebut hancur.

Pertempuran di Aleppo berakhir pada Desember 2016, ketika pasukan Suriah, didukung oleh jet-jet tempur Rusia dan milisi Shiah dukungan Iran, menyerbu wilayah pemberontak setelah pengepungan dan baku tembak selama berbulan-bulan.

Di tengah konflik yang berkecamuk di Aleppo, musik tradisional tetap bertahan, kata Kedah.

“Bahkan ketika kami dihujani peluru, para siswa tidak ada yang terlambat dating latihan,” ujar Kedah.

Beberapa musisi lari menyelamatkan diri dari perang. Ahmed Khayata, yang mengenakan baju tradsional untuk konser di sebuah hotel besar di Aleppo, mengatakan dia sudah berpindah Sembilan kali selama peperangan. Dia juga terpaksa bekerja sebagai pengemudi taksi dan penjual sayuran di pasar.

“Rumah saya sudah musnah…semua yang saya miliki. Dan saya bersumpah atas nama Tuhan, kami akan tetap mengajar para siswa tanpa bayaran, meski kondisi paling suram sekali pun,” kata dia. [fw/au]

XS
SM
MD
LG