Tautan-tautan Akses

Menteri Pertanian: Antibiotik dan Kunyit Atasi Penyakit Mulut dan Kuku untuk Ternak


Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. (Foto: Humas Kementan)
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. (Foto: Humas Kementan)

Dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memastikan jajarannya mampu menanggulangi sebaran Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang saat ini melanda sejumlah besar peternakan di dalam negeri. Pemberian antibiotik dan vitamin, termasuk bahan lokal berupa kunyit, menurut Syahrul ampuh untuk menyembuhkan penyakit tersebut.

Tidak hanya di satu daerah, Syahrul memastikan intervensi serupa menampakkan hasil di banyak kawasan yang sudah terjangkit oleh wabah PMK. Syahrul mengambil contoh Lampung sebagai daerah yang sukses melawan PMK dengan obat-obatan tradisional tersebut.

“Termasuk yang membawa virus, sembuh. Dan mereka (ternak.red) ada yang dikasih kunyit, ada yang dikasih antibiotik, tiga kali intervensi PCR-nya negatif. Jadi kita tidak boleh juga panik berlebih. Tidak berarti, kita tidak harus awasi, karena ini memang seperti itu,” ujar Syahrul di gedung DPR, pada Senin (23/5) sore.

Karena tingkat kesembuhan yang tinggi, lanjut Syahrul, banyak kepala daerah yang menolak apabila wilayahnya disebut sebagai zona merah wabah.

“Purwokerto yang tadinya kita anggap daerah merah, kemarin kita kesana, mereka tidak mau disebut merah. Karena proses penyembuhannya, dengan kunyit, dengan intervensi yang ada, prosesnya kelihatan,” lanjut Syahrul.

Data yang dilaporkan Syahrul menunjukkan bahwa hingga 22 Mei 2022, terdapat 82 kabupaten di 16 provinsi yang terjangkit PMK. Jumlah ternak yang sudah terinfeksi kini mencapai lebih dari 5,4 juta ekor, dengan lebih 20.000 ternak masuk ke dalam kategori sakit dan 6.000 ekor lainnya kemungkinan dapat disembuhkan.

Sejauh ini, data menunjukkan hanya sekitar 162 ekor ternak yang dipotong paksa, atau disembelih ketika sakit. Langkah penyembelihan, menurut Syahrul sudah mendapat izin dari Kementerian Kesehatan.

“Sepanjang jeroannya, kepalanya khususnya sekitar mulut, atau jika kakinya terkena langsung tidak dikonsumsi, maka daging bagian lain layak dikonsumsi. Dimasak dalam suhu diatas 60 derajat celsius selama 20 menit, virus pun mati,” lanjut Syahrul.

Sikap Mentan Dipertanyakan

Sejumlah anggota Komisi IV mempertanyakan kunyit yang beberapa kali disebut oleh Menteri Pertanian dalam rapat tersebut, sebagai salah satu kunci melawan PMK. Pada pertengahan 2020, Menteri Pertanian dan Komisi IV juga berdebat mengenai kalung minyak kayu putih, yang diklaim oleh Syahrul mampu melawan virus COVID-19. Kalung itu sendiri dikembangkan oleh kementerian yang dipimpin Syahrul.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi. (Foto: Humas DPR)
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi. (Foto: Humas DPR)

Wakil Ketua Komisi IV DPR, Dedi Mulyadi, mengingatkan pemerintah jangan mengulangi kesalahan yang sama di awal pandemi COVID-19. Dedi mengingatkan, di awal pandemi banyak pejabat meremehkan penanganan virus tersebut, termasuk bagaimana cara mengobatinya.

“Setelah itu kita melihat gelombang yang dianggap kecil makin besar, ini maksud saya. Jangan sampai, perspektif berpikir kita menangani wabah ini, persis perspektif berpikir kita ketika menangani COVID waktu awal,” tandasnya.

Dedi juga mengkritik keputusan untuk mengijinkan konsumsi daging sapi yang sudah terinfeksi PMK, meski dengan sejumlah aturan.

“Ketika tadi bicara, kepalanya, kakinya, jeroannya tidak boleh dikonsumsi, enggak ada jaminan itu dalam tradisi masyarakat kita. Enggak ada. Kalau sudah dipotong, ya diembat,” ujarnya.

Apa yang dikhawatirkan Dedi, memang masuk akal. Pada Januari 2022 lalu, sekitar sepuluh warga Gunungkidul, Yogyakarta, mengalami demam tinggi dan kulit melepuh. Mereka mengonsumsi daging sapi yang mati karena antraks. Hampir setiap tahun, kejadian serupa terulang.

Gunungkidul memang memiliki tradisi yang disebut brandu, dimana warga memberikan iuran uang, yang diserahkan kepada peternak sapi yang mati mendadak. Sapi itu kemudian akan disembelih dan seluruh dagingnya dibagikan kepada warga.

Rekomendasikan Kompensasi

Beberapa anggota DPR Komisi IV juga lebih menyarankan, Kementerian Pertanian melakukan pemusnahan sapi yang terinfeksi dan memberikan kompensasi kepada peternak. Salah satunya disampaikan Saadiah Uluputty dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera.

Saadiah Uluputty, anggota Komisi IV-F Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI. (Foto: Fraksi PKS DPR)
Saadiah Uluputty, anggota Komisi IV-F Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI. (Foto: Fraksi PKS DPR)

“Hitung-hitungan kita, rugi mana jika satu kawasan yang terindikasi sudah terjangkit PMK kemudian kita musnahkan, lalu kita subsidi peternaknya. Dengan membiarkan dan mengasumsi cukup dengan memberikan antibiotik, dia akan sembuh. Tetapi fakta yang ada, ternyata PMK menyebar ke berbagai daerah,” kata Saadiah.

“Jangan sampai tunggu sudah menyebar ke seluruh Indonesia. Kalau melihat tren ini, tidak sebulan sudah enam belas provinsi, itu tidak sedikit,” tambahnya.

Virus PMK diketahui dapat bertahan selama tiga tahun di tubuh sapi yang sudah dinyatakan sembuh, sehingga potensi penularan tetap membayangi.

Pertahanan Puluhan Tahun Jebol

Anggota Komisi IV yang juga dokter hewan, Slamet, mengaku status Indonesia yang bebas PMK sejak 1990, menjadi kebangaan bersama mahasiswa kedokteran hewan di Indonesia.

Menteri Pertanian: Antibiotik dan Kunyit Atasi Penyakit Mulut dan Kuku
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:45 0:00

Dia mengingatkan, ketika pemerintah berencana membuka kran impor daging dari negara yang belum bebas PMK, pihaknya sudah memberikan peringatan. Kini terbukti, pilihan kebijakan itu membawa konsekuensi besar.

“Saya mengingatkan, bahwa pemerintah dalam hal ini sangat-sangat ceroboh dalam soal PMK. Kerugian secara ekonomi akan bisa membangkrutkan seluruh peternak. Atas nama kepentingan ekonomi, pemerintah ceroboh melupakan perjuangan panjang bebas PMK. Secara teori kita butuh 30 tahun untuk bebas lagi,” kata Slamet, politisi asal Partai Keadilan Sejahtera.

Sebagai dokter hewan, Slamet juga memperingatkan Menteri Pertanian agar tidak membuat pernyataan yang menyesatkan masyarakat.

“Vitamin, antibiotik, ini supportif saja. Tetapi masalahnya ini adalah virus yang tidak akan bisa ditangani oleh antibiotik dan lainnya, kecuali dengan vaksin,” ujarnya. [ns/rs]

Recommended

XS
SM
MD
LG