Tautan-tautan Akses

Kemiskinan Memaksa Pengungsi Anak-anak Suriah Bekerja


Anak-anak pengungsi Suriah berdiri di dekat tenda keluarga mereka di kamp pengungsi Suriah di kota Bar Elias, Bukit Bekaa, Lebanon, 23 April 2018.
Anak-anak pengungsi Suriah berdiri di dekat tenda keluarga mereka di kamp pengungsi Suriah di kota Bar Elias, Bukit Bekaa, Lebanon, 23 April 2018.

Ketika Mounir, 13 tahun, melarikan diri dari Suriah ke Lebanon dengan keluarganya setelah selamat dari serangan roket yang hampir membunuhnya, dia kira dia akan selamat. Nyatanya, dia terus menghadapi bahaya, seperti pelecehan seksual dan kata-kata kasar.

Karena ayahnya tidak bisa bekerja karena alasan kesehatan, Mounir harus mencari uang untuk keluarganya dengan menjual manisan di kota Tripoli - sebuah pekerjaan yang membuatnya berada di jalanan hingga pukul 11 malam, dan menghasilkan 12,000 pound Lebanon ($8) sehari atau sekitar Rp 110.000.

"Pengalaman ini sangat keras, orang-orang kerap memanggil saya ‘anjing Suriah’ dan kata-kata kasar lain," Mounir - bukan nama sesungguhnya - bercerita kepada the Thomson Reuters Foundation.

"Saya sangat sedih, kadang-kadang saya hanya duduk dan menangis. Pengalaman ini sangat memalukan."

Badan donor menyatakan bahwa semakin banyak anak-anak Suriah seperti Mounir yang harus bekerja karena semakin meningkatnya kemiskinan di kalangan 1 juta pengungsi yang hidup di Lebanon, yaitu kira-kira seperempat populasi negara itu.

Jumlah pengungsi anak-anak Suriah yang bekerja di Lebanon naik hingga 7 persen dari 4 persen di akhir 2016, berdasarkan penelitian yang dirilis oleh Badan Pengungsi Denmark (DRC).

"Sayangnya keadaannya akan menjadi semakin buruk," ungkap Benedict Nixon, juru bicara DRC. "Selama di rumah tidak ada yang bisa menghasilkan uang, jumlah pekerja anak akan terus meningkat."

PBB dan badan-badan donor memperingatkan bulan lalu bahwa "kesenjangan" dalam bantuan bagi pengungsi Suriah dan masyarakat yang menampung mereka bisa menghentikan layanan-layanan penting.

Secara global, konflik dan bencana yang diakibatkan oleh iklim telah mendorong lebih banyak anak untuk bekerja di pertanian yang menyumbang 71 persen dari semua pekerja anak-anak menurut Organisasi Makanan dan Pertanian PBB (FAO).

"Keluarga di kamp pengungsi Suriah di Lebanon, misalnya, cenderung memilih pekerja anak-anak untuk memastikan kelangsungan hidup keluarga mereka," papar FAO dalam sebuah pernyataan yang dirilis hari Selasa (12/6) untuk memperingati Hari Dunia Melawan Pekerja di Bawah Umur.

Masalah Keuangan

Tanya Chapuisat, juru bicara UNICEF mengatakan bahwa beberapa keluarga pengungsi Suriah di Lebanon kerap kali terpaksa membiarkan anak-anak mereka bekerja.

"Keluarga-keluarga ini berada bermasalah utang-piutang, dan untuk bisa mendapatkan kebutuhan dasar mereka, mereka menyuruh anak-anak mereka bekerja," ujarnya.

Ibu Mounir, Hasnaa, mengatakan bahwa dia merasa sangat bersalah tetapi dia tidak mempunyai pilihan kecuali membiarkan Mounir dan kakaknya yang berumur 17 tahun bekerja dan akibatnya mereka tidak bisa sekolah.

Biaya sewa garasi kecil, tempat di mana keluarga Mounir hidup, adalah 280,000 pound Lebanon atau sekitar 2,5 juta rupiah.

"Rasanya tidak pernah cukup. Semua yang kami punya kami gunakan untuk membayar biaya sewa," ujarnya.

Lebih dari tiga perempat dari pengungsi di Lebanon saat ini hidup di bawah garis kemiskinan dan berusaha bertahan hidup dengan pendapatan kurang dari $4 (Rp 55.000) per hari, berdasarkan laporan UNICEF, dan kurang dari separuh anak-anak Suriah di negara ini bisa sekolah.

Mounir sadar bahwa hidupnya tidak seperti kebanyakan anak umur 13 tahun.

"Seorang anak seharusnya hidup dengan layak dan tidak menghadapi hinaan," katanya.

Sambil mengepalkan tangannya, dia bercerita ketika pria di jalanan mendekatinya untuk berhubungan seksual.

"Mereka mencoba berbuat hal buruk. Saya tidak terima," ujarnya sambil menunduk.

"Saya berkali-kali mengalami ini di jalanan. Mereka semua laki-laki dewasa. Saya takut. Mereka meminta saya ikut dengan mereka dan saya tidak mau."

Meskipun ia baru berumur 13, Mounir mengatakan ia biasanya adalah anak yang paling tua di antara anak-anak lain yang bekerja dengannya, yaitu berusia sekitar lima tahun.

Bulan lalu dia menemukan pekerjaan lebih dekat dari rumahnya, di sebuah tempat potong rambut. Di sini dia mendapatkan sekitar Rp 275.000 dalam seminggu, meskipun jam kerjanya sekitar 10 jam per hari.

Matematika adalah pelajaran favoritnya di sekolah sebelum perang Suriah pecah tujuh tahun lalu. Ia bermimpi kembali ke Suriah untuk belajar membaca dan menulis.

"Saya ingin menjadi montir. Saya suka memperbaiki mesin, seperti motor," ungkapnya dengan senyum lebar. [hk/dw]

($1 = 1,505.000 pound Lebanon)

XS
SM
MD
LG