Tautan-tautan Akses

Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan di Indonesia Meningkat


Demonstran yang memprotes kekerasan seksual terhadap perempuan di India. (Ilustrasi)
Demonstran yang memprotes kekerasan seksual terhadap perempuan di India. (Ilustrasi)

Sekelompok perempuan di Yogyakarta menggalang kampanye untuk menurunkan tindak kriminal ini.

Setelah melakukan investigasi selama 18 hari, polisi daerah Yogyakarta akhirnya menangkap RMZ di Kutoarjo, Jawa Tengah, Rabu (20/5). RMZ adalah pelaku pembunuhan dan perkosaan terhadap EM, seorang perempuan pedagang makanan dan minuman, pada 2 Mei tengah malam di Yogyakarta.

Kasus pembunuhan disertai perkosaan terhadap EM ini, hanya satu dari ribuan kasus serupa yang terus terjadi di Indonesia. Hampir setiap hari, media massa memberitakan kejadian serupa, dengan berbagai latar belakang kasus yang berbeda.

Data dari Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat bahwa pada 2012, kasus kekerasan terhadap perempuan mencalai lebih dari 216 ribu kasus. Setahun berikutnya, angka tersebut naik menjadi 279 ribu kasus lebih dan pada 2014, angkanya terus naik menjadi lebih dari 293 ribu kasus.

Kondisi ini menggugah kesadaran dari Jaringan Perempuan Yogyakarta, yang merupakan gabungan beberapa lembaga pembela hak perempuan, untuk melakukan kampanye anti kekerasan seksual kepada perempuan dalam berbagai kegiatan.

Tia Setiyani dari Jaringan Perempuan Yogyakarta, kepada VOA mengatakan, kasus kekerasan seksual adalah kejahatan serius terhadap perempuan.

“Permasalahan kekerasan seksual itu adalah sesuatu yang besar dan merugikan sekali. Kedua, itu bisa dicegah dengan kebersamaan kita untuk mengenal kejahatan itu kembali, karena bahkan kekerasan seksual bisa terjadi di ruang aman," ujarnya.

Selain itu, Jaringan Perempuan Yogyakarta juga mengajak media massa untuk lebih peka dalam memberitakan kasus kekerasan seksual. Jangan sampai pemberitaan justru penderitaan baru, terutama bagi keluarga korban, ujar Tia.

“Harus ada penghormatan terhadap orang yang sudah meninggal, tidak hanya yang masih bertahan atau keluarganya. Kami menolak kematian menjadi komoditas dan kemudian mengajak kawan-kawan jurnalis atau media untuk bersama-sama sepakat melawan kekerasan terhadap perempuan, terutama kekerasan seksual," ujarnya.

Budi Wahyuni dari Komnas Perempuan mengatakan kasus kekerasan terhadap perempuan terus terjadi karena belum berubahnya cara pandang masyarakat yang cenderung patriarkal.

Dalam banyak kasus, perempuan menjadi korban kekerasan, terutama di lingkungan rumah tangga, karena laki-laki mengalami tekanan sosial ekonomi di luar, ujarnya. Perempuan kemudian dijadikan sasaran kekerasan, karena dipandang mudah menjadi korban, tambahnya.

“Ketidakadilan gender, ketidaksetaraan gender, cara pandang, pola pikir, perpsektif patriarkal itu memang masih menempatkan perempuan itu paling mudah untuk dijadikan obyek kekerasan, terlebih dikaitkan dengan kekerasan seksual," ujarnya.

Budi tidak sepakat jika perempuan kemudian dipaksa untuk lebih protektif terhadap dirinya sendiri karena yang juga harus dibenahi adalah cara pandang itu. Perempuan, lanjut Budi, bebas untuk mengekspresikan diri, dan tidak boleh menjadi obyek karena hal itu.

“Paling ideal memang mengubah cara pandang ini. Karena dalam situasi apapun kemudian orang tidak mudah melakukan kekerasan karena memang cara pandangnya sudah berbeda. Perempuan akan dijadikan subyek," ujarnya.

Recommended

XS
SM
MD
LG