Tautan-tautan Akses

Jokowi: Pelonggaran Kebijakan PSBB Perlu Pemikiran Matang


Jalan-jalan di Jakarta tampak sepi setelah penerapan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) di tengah wabah virus corona (COVID-19), Jumat, 10 April 2020. (Foto: AFP)
Jalan-jalan di Jakarta tampak sepi setelah penerapan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) di tengah wabah virus corona (COVID-19), Jumat, 10 April 2020. (Foto: AFP)

Wacana relaksasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menyeruak beberapa waktu lalu. Namun apakah kelonggaran PSBB tersebut sudah bisa dilakukan?

Presiden Joko Widodo mengingatkan wacana pelonggaran PSBB harus dipikirkan secara matang. Menurutnya, rencana itu harus dikaji berdasarkan fakta-fakta yang ada di lapangan. Ia tidak ingin salah langkah dalam penanganan pandemi COVID-19 ini.

“Mengenai pelonggaran untuk PSBB agar dilakukan secara hati-hati dan tidak tergesa-gesa. Semuanya didasarkan pada data-data lapangan. Pelaksanaan lapangan sehingga keputusan itu betul-betul sebuah keputusan yang benar hati-hati mengenai pelonggaran PSBB,” ujarnya dalam rapat terbatas “Evaluasi Penanganan PSBB” di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (12/5).

Sebelumnya, Kepala Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan COVID-19 Doni Monardo memaparkan wacana relaksasi PSBB itu di antaranya mengizinkan warga yang berusia di bawah 45 tahun untuk bisa bekerja terbatas pada 11 sektor usaha, guna menekan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) pada masa pandemi.

Merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB, ada sejumlah sektor yang tetap dapat beroperasi, yakni pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya

Kenapa hanya warga berusia 45 tahun ke bawah yang diizinkan kembali bekerja? Berdasarkan data dari Gugus Tugas, Doni mengatakan, kelompok usia produktif ini memiliki tingkat resiko kematian akibat Covid-19 terendah yaitu 15 persen. Jauh lebih rendah dibanding tingkat usia 60 tahun ke atas (diketahui memiliki tingkat kematian tertinggi yaitu 45 persen. Kisaran usia 46 hingga 59 tahun diketahui memiliki tingkat kematian 40 persen.

Ketua Gugus Tugas Penanganan Percepatan Covid-19 Doni Monardo. (Foto: Badan Nasional Penanggulangan Bencana)
Ketua Gugus Tugas Penanganan Percepatan Covid-19 Doni Monardo. (Foto: Badan Nasional Penanggulangan Bencana)

“Maka tentunya seluruh pimpinan di perusahaan, seluruh para manajer, kepala di tiap-tiap bagian yang mempekerjakan karyawan pegawai harus memperhitungkan faktor data yang telah berhasil dikumpulkan oleh gugus tugas gabungan dari ahli epidemiologi dari berbagai perguruan tinggi termasuk tim dari kemenkes,” jelas Doni.

Meski begitu ia sadar bahwa pekerja di bawah usia 45 tahun ini bisa menjadi pembawa virus ke keluarga mereka di rumah sepulang bekerja dari luar. Maka dari itu, ia pun memperingatkan kepada para pekerja pada usia produktif ini agar senantiasa melakukan protokol kesehatan yang ketat ketika kembali ke rumah masing-masing.

“Mereka harus bisa jaga diri untuk tidak mendekatkan diri kepada keluarganya. Di rumah pun harus mampu melakukan protokol kesehatan, jaga jarak termasuk juga ketika akan memasuki rumah, melepas sepatu, melepas barang-barang yang dapat membahayakan penghuni rumah lainnya. Ini harus kita ingatkan,” paparnya.

Jokowi: Tidak Semua Daerah Bisa Tekan Laju Kasus Positif Corona Dengan PSBB

Pemerintah mencatat, sejauh ini baru empat provinsi dan 72 kabupaten/kota yang telah menerapkan kebijakan PSBB dalam masa pandemi ini. Namun, berdasarkan data di lapangan tidak semua daerah itu bisa menekan penyebaran wabah tersebut.

Jokowi: Pelonggaran Kebijakan PSBB Perlu Pemikiran Matang
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:15 0:00

Menurutnya, hal ini perlu dievaluasi pasalnya ada juga daerah yang tidak menerapkan PSBB namun bisa mengendalikan penyebaran virus ini di tengah-tengah masyarakat.

“Berdasarkan data kasus baru sebelum dilakukan PSBB dan sesudahnya memang kalau kita lihat hasilnya bervariasi dan berbeda-beda di setiap daerah. Ini karena memang pelaksanaannya juga dengan aktivitas yang berbeda-beda. Ada daerah yang penambahan kasus barunya mengalami penurunan secara gradual, konsisten namun tidak dratis tapi juga ada daerah yang penambahan kasusnya turun tetapi juga belum konsisten dan masih fluktuatif. Juga ada daerah yang penambahan kasusnya tidak mengalami perubahan seperti sebelum PSBB. Hal seperti ini perlu digarisbawahi ada apa? Kenapa?,” ungkapnya.

Update Sebaran Daerah di Indonesia yang memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tanggal 12 Mei 2020. #BersatuLawanCovid19. (Foto: Twitter/@BNPB_Indonesia)
Update Sebaran Daerah di Indonesia yang memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tanggal 12 Mei 2020. #BersatuLawanCovid19. (Foto: Twitter/@BNPB_Indonesia)

Dalam kesempatan ini, mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga mencatat dari 10 provinsi dengan kasus positif terbanyak, hanya tiga yang menerapkan kebijakan PSBB. Daerah itu adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Barat. Ia ingin tujuh provinsi lainnya yang tidak menerapkan PSBB juga dievaluasi untuk mengetahui keberhasilan mereka menekan laju penyebarannya virus .

“Oleh sebab itu ini harus diperbandingkan yang PSBB maupun yang non PSBB, karena memang ada inovasi-inovasi di lapangan dengan menerapkan model kebijakan pembatasan kegiatan di masyarakat disesuaikan dengan konteks di daerah masing-masing,” imbuhnya.

Sementara itu, Doni melaporkan bahwa hampir semua provinsi yang telah menetapkan PSBB mengalami penurunan pasien rawat inap COVID-19. Ia mencontohkan, pasien rawat inap di DKI Jakarta sudah di bawah 60 persen. Ini artinya, kata Doni jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami penurunan yang sangat signifikan.

Hal yang sama juga terjadi di Sumatera Barat di mana kini hanya 46 dari 116 tempat tidur yang terisi di rumah sakit khusus pasen viris corona RSUP M Jamil PadangDi Jawa Barat, jumlah pasien rawat inap COVID-19 di rumah sakit Hasan Sadikin, tercatat hanya 30 orang, jauh lebih rendah dari kapasitasnya yang mencapai 135 tempat tidur.

“Ini menunjukkan kabar gembira karena pada minggu pertama, kedua, dan ketiga, sejak pemerintah memutuskan status darurat kesehatan, Hampir semua rumah sakit di kota-kota besar terutama di Pulau Jawa mengalami peningkatan. Sehingga banyak sekali saudara-saudara kita yang tidak sempat mendapatkan perawatan,” ungkap Doni.

Tidak Terapkan PSBB, Gubernur Bali Andalkan Kearifan Lokal Atasi Corona

Gubernur Bali I Wayan Koster mengatakan dalam menekan laju penularan wabah, pihaknya mengandalkan desa adat tanpa menerapkan PSBB. Menurutnya, desa adat memiliki kearifan lokal dengan hukum adat yang bisa mengikat lebih kuat. Di Bali sendiri tercatat 1.493 desa adat.

“Desa adat ini kami jadikan sebagai andalan utama untuk mengendalikan pergerakan masyarakat di wilayah masing-masing agar tidak keluar atau tidak kedatangan orang luar masuk ke wilayahnya dengan melakukan kontrol ketat kecuali memang ada kepentingan yang mendesak sehingga pergerakan warga di desa adat benar-benar dikontrol,” ungkapnya.

Dengan adanya hukum adat ini, kata Koster masyarakat pun cenderung lebih tertib dan disiplin. Pihaknya juga menyiapkan 13 rumah sakit rujukan dengan 392 tempat tidur, yang lengkap dengan ruang isolasi. Fasilitas alat kesehatan seperti alat rapid test, pcr test, serta ventilator juga terpenuhi.

Sejauh ini, tidak terdapat penambahan kasus yang signifikan di Pulau Dewata tersebut. Ia berharap bisa mempertahankan hal ini.

“Penanganan pasien berjalan dengan baik, yang dibuktikan dengan kasus yang sembuh di provinsi Bali jumlah positif itu ada 314. Rata-rata penambahan per hari tujuh orang, yang sembuh sudah sudah mencapai 210 atau 67 persen. Sedangkan yang meninggal masih tetap empat, dan tentu kita akan tahan supaya tetap empat, jangan sampai ada penambahan jadi pesentase 1,27 persen,” ujarnya.

Angka Kematian COVID-19 di Indonesia Tembus 1.007

Juru bicara penanganan kasus virus Corona Dr Achmad Yurianto, pada Selasa (12/5) melaporkan jumlah kasus Corona di Indonesia mencapai 14.749 setelah ada penambahan 484 kasus baru.

Penyumbang terbanyak masih DKI Jakarta dengan 5.375 kasu,. kemudian disusul di Jawa Timur ( 1.669) dan Jawa Barat (1.545). Penyumbang terbanyak di luar Pulau Jawa adalah Sulawesi Selatan dengan 747 kasus.

Update Infografis percepatan penanganan COVID-19 di Indonesia per tanggal 12 Mei 2020 Pukul 12.00 WIB. #BersatuLawanCovid19 (Foto: Twitter/@BNPB_Indonesia)
Update Infografis percepatan penanganan COVID-19 di Indonesia per tanggal 12 Mei 2020 Pukul 12.00 WIB. #BersatuLawanCovid19 (Foto: Twitter/@BNPB_Indonesia)

Pada hari ini tercatat ada 182 pasien yang sudah diperbolehkan pulang, sehingga total pasien yang telah pulih mencapai 3.063 orang.

DKI Jakarta masih menjadi wilayah dengan sebaran pasien sembuh terbanyak yakni 924, disusul Sulawesi Selatan (283), Jawa Timur (258), Jawa Tengah (229), Bali (215), Jawa Barat (213). Sayangnya, jumlah kematian masih terus bergerak naik. Sebanyak 16 orang meninggal dunia pada Selasa sehingga total korban tewas menjadi 1.007 .

Jumlah orang dalam pemantauan (ODP) kini mencapai 251.861 dan pasien dalam pengawasan (PDP) menjadi 32.147. [gi/ab]

XS
SM
MD
LG