Tautan-tautan Akses

Jelang Pemilu Sela, AS Berusaha Cegah Terulangnya Campur Tangan Rusia


Ketua DPR AS Paul Ryan berusaha memastikan campur tangan Rusia dalam pemilu AS tidak akan terulang lagi.
Ketua DPR AS Paul Ryan berusaha memastikan campur tangan Rusia dalam pemilu AS tidak akan terulang lagi.

Pemilihan sela di Amerika kurang dari empat bulan lagi. Para pejabat sedang melakukan langkah-langkah untuk mencegah terulangnya campur tangan Rusia pada pemilu AS 2016 yang kemudian terbongkar. Tindakan itu termasuk pengumuman baru yang memberi tahu publik tentang pelanggaran asing.

Tidak ada yang lebih penting bagi demokrasi selain pemilu yang bebas dan adil. Pemilih harus bisa percaya bahwa suara mereka diperhitungkan. Tetapi harapan itu telah berubah menjadi keraguan sejak para pejabat memperoleh temuan bahwa Rusia ikut campur dalam pemilu 2016. Bagian pertama dari strategi pencegahan campur tangan ini menurut Ketua DPR Paul Ryan adalah memberlakukan sanksi.

“Kami telah memberlakukan sanksi terhadap Rusia untuk mempertanggung-jawabkan tindakan mereka. Lebih penting lagi, yang ingin kami lakukan adalah, memastikan bahwa mereka tidak bisa mengulangnya lagi,” tandas Ryan.

Tetapi waktu berjalan cepat. Pemilihan tengah semester berlangsung November depan, pemilih biasanya mempertimbangkan kinerja presiden baru, dengan terus memilih atau mengganti anggota Kongres, hampir tiba waktunya. Bagian kedua dari strategi ini adalah membuat uang federal yang disediakan untuk keamanan pemilu, lebih banyak.

"Amandemen ini mengharuskan kami untuk bermitra dengan negara-negara bagian kami dan menghadapi beruang Rusia ini atau pihak lainnya yang hendak mencuri integritas pemilu kita," kata anggota Kongres Steny Hoyer.

Kejaksaan Agung AS sekarang memperingatkan publik tentang campur tangan asing dalam pemilihan. Strateginya adalah minta pemilih waspada.

Deputi Jaksa Agung, Rod Rosenstein mengatakan para penjahat cyber menarget 21 negara bagian dalam pemilihan terakhir.

"Tidak ada bukti bahwa pemerintah asing berhasil mengubah suara, tetapi risikonya tetap ada," ujarnya.

Sementara itu, pengecam pemerintahan menyalahkan Presiden Trump karena tidak membentuk sebuah gugus tugas khusus atau menunjuk kembali seorang pejabat keamanan cyber.

Pengamat dari Brookings Institution, Elaine Kamarck mengatakan bersikap diam bisa berakibat serius bagi negara.

"Bisa-bisa negara kita diambil alih oleh Rusia. Punya pejabat yang baik yang secara sadar ataupun tidak sadar terikat pada sebuah kekuatan asing yang tidak percaya pada demokrasi," tukas Kamarck.

Presiden Trump mengatakan, pemerintahannya melakukan semua upaya untuk mencegah campur tangan Rusia dalam pemilihan berikutnya. Mereka hanya punya sedikit lebih dari 100 hari untuk mengembangkan lebih banyak strategi untuk melakukan pencegahan itu. [ps/jm]

XS
SM
MD
LG