Tautan-tautan Akses

Indonesia Harapkan Penyelesaian Politik di Afghanistan Pasca Pengambilalihan Kekuasaan oleh Taliban


Warga Afghanistan berkerumun di landasan bandara Kabul untuk melarikan diri dari negara itu ketika Taliban menguasai Afghanistan, setelah Presiden Ashraf Ghani melarikan diri dari negara itu dan mengakui pemberontak telah memenangkan perang 20 tahun, pada 16 Agustus 2021.
Warga Afghanistan berkerumun di landasan bandara Kabul untuk melarikan diri dari negara itu ketika Taliban menguasai Afghanistan, setelah Presiden Ashraf Ghani melarikan diri dari negara itu dan mengakui pemberontak telah memenangkan perang 20 tahun, pada 16 Agustus 2021.

Indonesia sangat mengharapkan penyelesaian politik tetap dapat dilakukan di Afganistan.

Taliban , Minggu (15/8) akhirnya mengambil alih kekuasaan di Afghanistan setelah Presiden Ashraf Ghani melarikan diri ke luar negeri.

Sampai saat ini, belum ada satu negara pun memberi pengakuan terhadap kemenangan Taliban itu karena memang belum ada penjelasan siapa yang akan menggantikan Ghani dan seperti apa nantinya pemerintahan Afghanistan di bawah kendali Taliban .

Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Abdul Kadir Jaelani, Senin (16/8) menjelaskan pemerintah sedang memantau secara seksama perkembangan yang terjadi di Afghanistan.

"Kita sangat mengharapkan penyelesaian politik tetap dapat dilakukan melalui Afghan-owned, Afghan-led principle. Itu yang paling penting. Kita juga berharap perdamaian di Afghanistan itu dapat diakui masyarakat di Afghanistan dan dunia internasional," kata Abdul Kadir.

Karena itu, Abdul Kadir menambahkan pemerintah Indonesia juga telah melakukan komunikasi dengan semua pihak di Afghanistan termasuk perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan perwakilan diplomatik asing.

Yang menjadi prioritas bagi pemerintah saat ini, lanjut Abdul Kadir, adalah keselamatan warga Indonesia yang masih berada di Afghanistan termasuk staf Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Kabul.

Dia mengatakan Kementerian Luar Negeri sedang dalam proses mematangkan rencana evakuasi warga Indonesia dari Afghanistan dengan melalui proses komunikasi dengan berbagai pihak di negara tersebut.

Abdul Kadir menambahkan jumlah warga Indonesia di Afghanistan tidak sampai 15 orang. Dia menekankan misi KBRI Kabul akan tetap dijalankan dengan tim esensial terbatas sambil terus memantau perkembangan situasi keamanan di Afghanistan.

Dalam jumpa pers secara virtual, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla sekaligus eks utusan khusus Indonesia buat Afghanistan menilai Taliban menguasai Kabul dengan jalan damai karena memang baik Taliban maupun pihak pemerintah Ashraf Ghani tidak mau ada pertumpahan darah.

Mantan Wapres RI Jusuf Kalla. (foto: dok).
Mantan Wapres RI Jusuf Kalla. (foto: dok).

Jusuf Kalla mengaku kaget karena Taliban bisa mengambil alih kekuasaan dalam waktu begitu cepat.

Menurutnya yang menjadi pertanyaan bagaimana nanti Taliban mengelola Afghanistan. Dia memperkirakan China akan menjadi negara pertama mengakui pemerintahan Taliban di Afghanistan.

"Justru yang dikhawatirkan China akan masuk karena butuh sumber daya alam dan ingin pengaruh di sana. Pasti Taliban juga susah mencari alternatif lain. Mungkin juga Jepang akan masuk," ujar Jusuf Kalla.

Meski Taliban berkuasa, Jusuf Kalla menjelaskan Indonesia akan tetap menjalin hubungan diplomatik karena relasi yang terbentuk adalah antara dua negara terlepas siapapun yang memerintah di negara bersangkutan.

Jusuf Kalla meyakini Taliban akan berubah dan tidak seperti ketika berkuasa waktu 1996-2001. Dia menambahkan dirinya pernah mengundang delegasi Taliban pada tahun 2019 untuk datang ke Indonesia untuk melihat dengan menerapkan Islam secara moderat, sebuah negara juga bisa maju.

Jusuf Kalla meyakini berkuasanya Taliban di Afghanistan tidak akan menimbulkan perang saudara.

Dr. Teuku Rezasyah, Pengamat Hubungan Internasional (foto: courtesy).
Dr. Teuku Rezasyah, Pengamat Hubungan Internasional (foto: courtesy).

Menanggapi komitmen Taliban untuk menampilkan wajah Islam moderat, pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran Bandung Teuku Rezasyah mengatakan kemenangan Taliban saat ini belum tentu menjamin kemenangan jangka panjang.

Rezasyah menilai Taliban memang lebih mudah menghadapi pasukan asing dan berhasil memaksa Amerika Serikat dan sekutunya angkat kaki dari Afghanistan. Namun, katanya, ke depannya tidak mudah bagi Taliban untuk memimpin Afghanistan.

"Karena prinsip-prinsip ideologi Islam yang mereka akan bangun tersebut, saya belum lihat doalog-dialog mereka di level internasional. Saya tidak melihat bagaimana konsepsi rahmatan lil alamin versi mereka," tutur Rezasyah.

Sebab selama ini Taliban menderita kampanye buruk internasional di mana Taliban dituding akan mere-edukasi kaum perempuan Afghanistan, di mana kaum perempuan menghadapi sejumlah pembatasan dan tuduhan-tuduhan semacam itu yang harus dijelaskan oleh kelompok-kelompok Taliban tersebut.

Rezasyah mengatakan dirinya selama ini masih melihat yang muncul ke publik adalah tokoh-tokoh politik, militer Taliban tapi tokoh Taliban bisa mempersatukan rakyat Afghanistan belum kelihatan.

Anggota Taliban berjaga saat orang-orang berjalan di pintu masuk Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul, Afghanistan, 16 Agustus 2021. (REUTERS/Stringer)
Anggota Taliban berjaga saat orang-orang berjalan di pintu masuk Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul, Afghanistan, 16 Agustus 2021. (REUTERS/Stringer)

Rezasyah menekankan Taliban harus terbuka seperti apa prinsip-prinsip Islam mereka dan menyarankan pemerintah Indonesia untuk tidak terlalu cepat mengakui pemerintahan baru di Afghanistan nantinya.

Pemerintah harus lebih dulu memastikan apakah pemerintahan di bawah Taliban itu akan berjalan solid atau bertikai. Dia menduga bisa saja Ashraf Ghani yang sudah lari membentuk pemerintahan tandingan dan diakui oleh dunia internasional. [fw/ab]

XS
SM
MD
LG