Tautan-tautan Akses

Taliban Kembali Rebut Afghanistan, Kekhawatiran Atas Ancaman Teror di AS Meningkat


Kelompok militan Taliban menguasai istana kepresidenan Afghanistan setelah Presiden Ashraf Ghani melarikan diri dari negara itu, di Kabul, Afghanistan, Minggu, 15 Agustus 2021. (Foto: AP/Zabi Karimi)
Kelompok militan Taliban menguasai istana kepresidenan Afghanistan setelah Presiden Ashraf Ghani melarikan diri dari negara itu, di Kabul, Afghanistan, Minggu, 15 Agustus 2021. (Foto: AP/Zabi Karimi)

Ketua Kepala Staf Gabungan Jendral Mark Milley, Minggu (15/8), mengatakan Amerika Serikat (AS) dapat menghadapi peningkatan ancaman teroris dari Afghanistan yang dikendalikan Taliban. Peringatan itu disampaikan ketika badan-badan intelijen yang ditugaskan mengantisipasi ancaman-ancaman itu menghadapi pertanyaan baru setelah ambruknya militer Afghanistan yang didukung Amerika dengan kecepatan yang sangat mengejutkan.

Kurang dari seminggu setelah kajian militer memperkirakan bahwa Kabul dapat dikepung pemberontak dalam 30 hari, dunia pada Minggu (15/8), menyaksikan pemandangan menakjubkan ketika para gerilyawan Taliban berdiri di luar kantor kepresidenan Afghanistan, sementara warga Afghanistan dan warga asing yang panik berupaya naik pesawat untuk keluar dari negara itu.

Jenderal Mark Milley berbicara pada konferensi pers di Pentagon, Rabu, 21 Juli 2021 di Washington. (Foto: AP/Kevin Wolf)
Jenderal Mark Milley berbicara pada konferensi pers di Pentagon, Rabu, 21 Juli 2021 di Washington. (Foto: AP/Kevin Wolf)

Dalam pembicaraan telepon untuk memberi penjelasan singkat kepada para senator pada Minggu (15/8), Milley mengatakan pejabat-pejabat Amerika diperkirakan akan mengubah penilaian mereka sebelumnya tentang laju kelompok-kelompok teroris yang terbentuk kembali di Afghanistan, demikian ujar seorang pakar yang memahami masalah ini kepada kantor berita Associated Press.

Beberapa pemimpin tinggi Pentagon bulan Juni lalu mengatakan kelompok ekstremis seperti al-Qaida mungkin dapat beregenerasi di Afghanistan dan menimbulkan ancaman bagi Amerika dalam waktu dua tahun pasca penarikan pasukan militer Amerika dari negara itu.

Dua puluh tahun setelah Amerika menginvasi Afghanistan karena Taliban menyembunyikan para pemimpin kelompok al-Qaida, para pakar mengatakan Taliban dan al-Qaida tetap selaras, dan kelompok-kelompok kekerasan lain diperkirakan dapat menemukan tempat yang aman di bawah rejim baru itu.

Kelompok militan Taliban berpatroli di dalam kota Provinsi Kandahar barat daya, Afghanistan, Minggu, 15 Agustus 2021. (Foto: AP/Sidiqullah Khan)
Kelompok militan Taliban berpatroli di dalam kota Provinsi Kandahar barat daya, Afghanistan, Minggu, 15 Agustus 2021. (Foto: AP/Sidiqullah Khan)

Kelompok Teror Baru

Melihat situasi yang sedang berkembang, para pejabat kini percaya bahwa kelompok teror seperti al-Qaida mungkin masih akan tumbuh lebih cepat dari perkiraan, demikian ujar pakar yang memiliki pengetahuan langsung tentang hal itu tetapi tidak berwenang membahas rincian tersebut kepada publik. Ia berbicara pada Associated Press dengan syarat identitasnya akan tetap dirahasiakan.

Pejabat pemerintahan Biden yang dihubungi para senator pada hari Minggu ini antara lain adalah Jendral Mark Milley, Menteri Luar Negeri Anthony Blinken dan Menteri Pertahanan Llyod Austin; yang mengatakan bahwa badan-badan intelijen Amerika sedang menetapkan tenggat waktu baru berdasarkan ancaman yang berkembang.

Beberapa mantan pejabat intelijen dan mereka yang saat ini masih aktif menolak kritik terhadap apa yang secara luas dinilai sebagai kegagalan badan-badan untuk mengantisipasi seberapa cepat Kabul bisa jatuh ke tangan Taliban. Seorang pejabat intelijen senior mengatakan “pengambilalihan cepat oleh Taliban selalu mungkin terjadi.”

Ditambahkannya, “ketika Taliban bergerak maju, mereka hanya menemui sedikit perlawanan. Kami selalu melihat dengan jelas bahwa hal ini mungkin terjadi, dan kondisi taktis di lapangan seringkali berkembang dengan sangat cepat.” Nama pejabat ini tidak diungkapkan karena ia tidak berwenang membahas isu ini secara terbuka.

Namun dalam konperensi pers 8 Juli lalu, Presiden Joe Biden tidak memberi arahan seperti itu ketika ia mengatakan “kemungkinan Taliban menguasai segalaya dan seluruh negara ini tampaknya sangat tidak mungkin.”

Seorang anggota Taliban (tengah) berdiri di luar Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul, Afghanistan, 16 Agustus 2021. (Foto: Reuters)
Seorang anggota Taliban (tengah) berdiri di luar Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul, Afghanistan, 16 Agustus 2021. (Foto: Reuters)

Berkurangnya kehadiran pasukan Amerika di Afghanistan – yang turun menjadi 2.500 pada masa akhir jabatan Presiden Donald Trump – bisa jadi telah menghambat upaya intelijen di Afgahanistan.

Letjen Purnawirawan Robert Ashley, yang memimpin Badan Intelijen Pertahanan DIA hingga Oktober nanti, mengatakan semakin sedikit warga Amerika yang ditempatkan di pasukan keamanan Afghanistan maka semakin sedikit pula wawasannya tentang kinerja pasukan itu. “Sangat, sangat sulit untuk mengukur moral di tingkat unit karena Anda tidak lagi berada di sana,” ujar Khahi.

“Sangat sulit untuk mengukur moral di tingkat unit karena Anda tidak ada di sana,” kata Ashley. “Saya tidak akan terkejut ketika para pemimpin Afghanistan hanya akan memberitahu apa yang ingin kami dengar.”

Memonitor ancaman terorisme di Afghanistan juga akan menjadi semakin sulit dengan penarikan pasukan Amerika dan berkuasanya kembali Taliban. [em/ah]

XS
SM
MD
LG