Tautan-tautan Akses

Ilmuwan: Pembangunan Bendungan Ancam Habitat Orangutan


Foto tak bertanggal yang dirilis oleh Program Konservasi Orangutan Sumatera menunjukkan orangutan Tapanuli dengan bayinya di Ekosistem Batang Toru di Tapanuli, Sumatra Utara, Indonesia.(James Askew/Sumatran Orangutan Conservation Programme via AP)
Foto tak bertanggal yang dirilis oleh Program Konservasi Orangutan Sumatera menunjukkan orangutan Tapanuli dengan bayinya di Ekosistem Batang Toru di Tapanuli, Sumatra Utara, Indonesia.(James Askew/Sumatran Orangutan Conservation Programme via AP)

Para ilmuwan menyerukan pembatalan pembangunan bendungan di Sumatra untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang mengancam habitat spesies orangutan yang baru ditemukan di sana, yang populasinya hanya 800 ekor saja. Bendungan itu dibangun dengan dukungan China.

Dalam jurnal Current Biology, para pakar menyatakan bendungan yang mampu membangkitkan listrik 510 megawatt di Sumatra itu akan membanjiri atau mengubah sebagian habitat. Kehadiran bendungan ini juga kemungkinan besar membuat langkah penting untuk memastikan kelestarian spesies ini, yakni menghubungkan kembali hutan yang terpisah-pisah yang menjadi habitat hewan primata tersebut, mustahil dilakukan.

Perusahaan milik pemerintah China, Sinohydro, membangun bendungan tersebut, kabarnya dengan dana pinjaman dari China. Para pengecam proyek tersebut menyatakan ini adalah bagian dari rencana “Sabuk dan Jalan” China untuk memenuhi Asia dengan prasarana yang dibiayai China dan untuk meluaskan pengaruh ekonomi dan politiknya.

Para ilmuwan mengumumkan temuan spesies orangutan ketiga, Pongo tapanuliensis, pada bulan November lalu. Spesies ini semula diduga sebagai orangutan Sumatra. Hewan spesies ini memiliki bulu lebih keriting dan bulu hewan jantan lebih gondrong dibandingkan dengan bulu hewan betinanya. Tanpa perlindungan khusus, spesies ini terancam segera punah, kata para ilmuwan.

“Mengerikan betul kalau memikirkan bahwa seumur hidup kita ini, ada spesies kera besar yang baru ditemukan dan ini menuju kepunahan,” kata Serge Wich, profesor di Liverpool John Moores University, yang terlibat dalam pengidentifikasian spesies orangutan baru itu.

Para ilmuwan juga mendesak agar habitat yang tersisa di hutan Batang Toru di Sumatra Utara mendapat perlindungan konservasi yang ketat dan agar membentuk suatu koridor hutan untuk menghubungkan populasi-populasi hewan yang terpisah. Salah satu caranya adalah menutup satu ruas jalan antara dua bagian utama hutan yang terpisah.

Orangutan Batang Toru adalah spesies kera besar pertama yang akan diusulkan para ilmuwan dalam kurun hampir 90 tahun. Sebelumnya, sains hanya mengakui enam spesies kera besar: orangutan Sumatra dan Kalimantan, gorilla Timur dan Barat, simpanse dan bonobo.

Serikat Konservasi Alam Internasional menetapkan orangutan Kalimantan sebagai satwa yang terancam punah pada tahun 2016, karena populasinya yang terus menurun akibat dirusaknya habitat hutan mereka untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri. Orangutan Sumatra telah ditetapkan sebagai satwa yang terancam punah sejak 2008.

Para ilmuwan yang menulis di jurnal Current Biology menyatakan subpopulasi orangutan perlu mencapai sedikitnya 200 ekor untuk berpeluang bertahan dalam kurun satu abad dan lebih dari 500 ekor untuk bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama. [uh]

Recommended

XS
SM
MD
LG