Tautan-tautan Akses

Insektisida Kurang Ampuh, Ilmuwan Berusaha Tangkal Malaria


Para ilmuwan di Afrika melakukan penelitian malaria di laboratorium (foto: dok).
Para ilmuwan di Afrika melakukan penelitian malaria di laboratorium (foto: dok).

Obat-obat yang ada dan produk insektisida telah menjadi kurang efektif dalam usaha melawan penyakit itu dan nyamuk yang menyebarkan penularannya.

Ilmuwan sedang berpacu dengan waktu untuk mengalahkan malaria. Obat-obat yang ada dan produk insektisida telah menjadi kurang efektif dalam usaha melawan penyakit itu dan nyamuk yang menyebarkan penularannya.

Salah satu dari ilmuwan tersebut adalah Abdoulaye Diabate dari Burkina Faso. Negaranya adalah salah satu kawasan dengan tingkat penularan malaria tertinggi di dunia. Dr Diabate menemukan bahwa pada musim hujan, sejumlah rumah menjadi sarang nyamuk.

Baru-baru ini, Komunitas Kerajaan Inggris, Britain’s Royal Society, mengakui penelitian Dr Diabate mengenai bagaimana mengubah perilaku nyamuk yang kawin. Ia menemukan bahwa nyamuk kawin dalam kelompok besar yang dikenal dengan 'swarm'.

“Yang penting dalam musiim kawin ini adalah nyamuk itu akan berkelompok di tempat yang sama setiap hari. Ini menjadi sasaran yang mudah untuk membasmi merekadan kita bisa mengurangi populasi nyamuk," ujar Diabate.

Dr. Diabate juga menemukan bahwa nyamuk secara berkelompok kawin di tempat yang sama setiap tahunnya. Ia mengatakan hal ini memungkinkan ilmuwan untuk mengubahpola perkembangbiakan mereka.

Penemuan-penemuan itu mungkin akan menghasilkan teknologi pengendalian malaria yang baru, termasuk nyamuk yang direkayasa secara genetika dan bahkan nyamuk yang mandul.

Penghargaan Pfizer Royal Society untuk Dr. Diabate disertai hadiah sebesar $95,000 untuk digunakan dalam penelitiannya. Ia berharap berita kemenangannya itu akan mendorong peneliti-peneliti di seluruh Afrika untuk bekerja mengatasi malaria.

Sir Brian Greenwood dari London School of Hygiene and Tropical Medicine, adalah anggota komite penyeleksi penghargaan itu.

Malaria membunuh kira-kira 660,000 orang setiap tahunnya. Kebanyakan korbannya adalah anak-anak. Perusahaan obat GlaxoSmithKline berencana untuk mendapatkan ijin untuk menjual vaksin malaria. Vaksin itu diberi nama RTS,S.

Badan Kesehatan Dunia, WHO, mengatakan obat itu bisa tersedia mulai tahun 2015.
Professor Greenwood membantu pengembangan obat itu. Ia mengatakan obat tersebut tidak seefektif yang ia inginkan, namun lebih baik daripada tidak ada vaksin sama sekali.
XS
SM
MD
LG