Tautan-tautan Akses

Idulfitri: Butuh Konsistensi Pemerintah dan Rasionalitas Masyarakat


Para petugas memeriksa sebuah bus penumpang pada hari pertama penerapan larangan mudik nasional untuk mencegah penyebaran pandemi COVID-19, di Tasikmalaya, Jawa Barat, 6 Mei 2021. (Foto: Adeng Bustomi/ Antara Foto via Reuters)
Para petugas memeriksa sebuah bus penumpang pada hari pertama penerapan larangan mudik nasional untuk mencegah penyebaran pandemi COVID-19, di Tasikmalaya, Jawa Barat, 6 Mei 2021. (Foto: Adeng Bustomi/ Antara Foto via Reuters)

Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah menetapkan 1 Syawal 1442 atau Idulfitri, jatuh pada Kamis 13 Mei 2021. Di tengah situasi pandemi, organisasi ini meminta pemerintah konsisten menerapkan kebijakan, dan masyarakat merayakan Lebaran dengan rasional. Mungkinkah?

Sikap rasional ketika merayakan lebaran di saat perebakan pandemi ini dapat ditunjukkan dengan bersikap dan berperilaku sesuai dengan protokol kesehatan dalam keseharian.

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, menyebut apa yang terjadi pada sejumlah negara yang mengalami lonjakan kasus COVID-19 harus menjadi pelajaran bersama. Untuk itu diperlukan sikap waspada, saksama, disiplin dan mengikuti protokol kesehatan.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir. (Foto: tangkapan layar/Nurhadi Sucahyo/VOA)
Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir. (Foto: tangkapan layar/Nurhadi Sucahyo/VOA)

“PP Muhammadiyah berharap pemerintah konsisten, agar kebijakan melarang mudik juga disertai dengan pengendalian seluruh kegiatan publik yang memancing atau memberi potensi kerumunan massa. Tempat wisata, ruang-ruang publik dan lain sebagainya. Agar ada pendekatan dan langkah yang menyeluruh dan stimultan,” ujar Haedar dalam paparan kepada media di Yogyakarta, Senin (9/5).

Sikap saksama dalam menghadapi pandemi, kata Haedar, bukanlah paranoid terhadap apa yang terjadi karena hingga saat ini hampir 3 juta orang di seluruh dunia, termasuk lebih dari 47 ribu orang di Indonesia, meninggal karena COVID-19.

Sikap saksama juga harus diikuti oleh kepedulian, terutama bagi masyarakat yang terdampak pandemi dari sisi ekonomi. Masyarakat juga diminta bisa bersikap rasional menyikapi larangan mudik lebaran tahun ini.

“Dalam konteks mudik, tentu harus ada kesadaran kolektif kita. Ketika pemerintah melarang, kita bisa menunda atau bersabar untuk tidak mudik, demi kepentingan kita, keluarga dan masyarakat luas,” tambah Haedar.

Para petugas Dishub dan polisi menjaga pos pemeriksaan di Cibitung, Bekasi, Jawa Barat, saat penerapan larangan mudik nasional untuk mencegah penyebaran pandemi COVID-19, Minggu, 9 Mei 2021. (Foto: Achmad Ibrahim/AP)
Para petugas Dishub dan polisi menjaga pos pemeriksaan di Cibitung, Bekasi, Jawa Barat, saat penerapan larangan mudik nasional untuk mencegah penyebaran pandemi COVID-19, Minggu, 9 Mei 2021. (Foto: Achmad Ibrahim/AP)

Ditambahkannya, Muhammadiyah mengajak seluruh warga bangsa khususnya kelompok elit pemimpin masyarakat, untuk melakukan gerakan kolektif keteladanan.

“Jika elit masyarakat tidak memberi teladan yang baik, maka masyarakat juga tidak akan berperilaku baik, dan mungkin juga akan mengikuti apa yang ada di elitnya,” tambahnya.

Haedar mengingatkan, ada pepatah yang mengatakan bahwa ikan busuk dimulai dari kepalanya.

Idulfitri 13 Mei

PP Muhammadiyah juga menetapkan, 1 Syawal 1442 H jatuh pada Kamis, 13 Mei 2021. Setiap tahunnya, organisasi ini menghitung jatuhnya awal bulan dengan perhitungan astronomis, untuk mencari posisi matahari dan bulan secara tepat.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Dr. Agung Danarto. (Foto: Nurhadi Sucahyo/VOA)
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Dr. Agung Danarto. (Foto: Nurhadi Sucahyo/VOA)

Terkait perayaan Lebaran, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Dr. Agung Danarto memaparkan sejumlah keputusan organisasi tersebut, antara lain menganjurkan warga melakukan takbir Idulfitri di rumah. Pengecualian diberikan pada lingkungan tanpa kasus positif COVID-19, di mana takbir dapat dilakukan di masjid, dengan jumlah jemaah terbatas dan penerapan protokol kesehatan secara ketat.

Untuk salat Idulfitri, bagi masyarakat yang di lingkungannya terdapat pasien positif, salat sebaiknya dilakukan di dalam rumah. Jika tidak ada warga tertular, ibadah dapat dilaksanakan di lapangan kecil atau tempat terbuka dalam jumlah jemaah terbatas. Pelaksanannya juga harus mengikuti panduan yang telah disosialisasikan selama ini.

Agung Danarto menambahkan, semua warga bangsa sebaiknya mematuhi larangan mudik yang ditetapkan pemerintah.

“Memang berat meninggalkan tradisi mudik yang memiliki manfaat positif bagi persaudaraan di tempat asal. Tetapi karena situasi pandemi maka akan lebih maslahat bila semua pihak ikhlas dan menunjukkan kearifan kolektif,” ujarnya.

Seorang petugas di terminal keberangkatan pada hari pertama pemberlakuan larangan mudik Idul Fitri dari 6-17 Mei, di Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II di Palembang, Sumatra Selatan, 6 Mei 2021. (Foto: Nova Wahyudi/Antara Foto via Reuters)
Seorang petugas di terminal keberangkatan pada hari pertama pemberlakuan larangan mudik Idul Fitri dari 6-17 Mei, di Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II di Palembang, Sumatra Selatan, 6 Mei 2021. (Foto: Nova Wahyudi/Antara Foto via Reuters)

Muhammadiyah juga mendorong umat Islam untuk memaknai Lebaran kali ini sebagai momentum praktik keislaman yang menyemai nilai-nilai kebaikan, perdamaian, keadilan, sikap tengahan, persaudaraan, dan kebajikan utama dalam kehidupan.

Idulfitri: Butuh Konsistensi Pemerintah dan Rasionalitas Masyarakat
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:29 0:00

“Jadikan momentum Idulfitri untuk mengaktualisasikan takwa dan kesalehan diri dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, kemanusiaan secara universal. Dalam upaya membangun solidaritas sosial di tengah pandemi, dibutuhkan sikap kasih sayang dan peduli kepada sesama, persaudaraan, dan kebersamaan yang melintasi tanpa diskriminasi,” tambah Agung.

Dasar Penetapan 1 Syawal

Terkait penetapan 1 Syawal, pakar falak Muhammadiyah, Oman Fathurrahman menjelaskan bahwa konjungsi matahari dan bulan akan terjadi pada Rabu, 12 Mei 2021 pukul 02.03.02 WIB.

Konjungsi adalah saat matahari dan bulan berada dalam satu garis yang sama, atau memiliki sudut 0 derajat. Karena itulah, hilal sudah terwujud pada sore harinya, ketika matahari terbenam pukul 17.29 WIB. Kemunculan hilal tersebut menandai 1 Syawal 1442 H jatuh pada Kamis, 13 Mei 2021.

Pakar falakh PP Muhamamadiyah, Oman Fathurrahman.(Foto: tangkapan layar/Nurhadi Sucahyo/VOA)
Pakar falakh PP Muhamamadiyah, Oman Fathurrahman.(Foto: tangkapan layar/Nurhadi Sucahyo/VOA)

"Pada saat matahari terbenam, kita memperoleh data tinggi bulan pada saat itu 5 derajat 31 menit. Artinya ketika matahari terbenam, bulan masih di atas ufuk, belum terbenam, dengan ketinggian 5 derajat 31 menit," ujar pakar falak, Muhammadiyah Oman Fathurrahman

Muhammadiyah menetapkan 3 kriteria terwujudnya hilal, sebagai penanda bulan baru. Pertama, harus sudah terjadi konjungsi yang juga disebut sebagai ijtimak dalam ilmu falak. Satu siklus bulan secara astronomis, kata Oman, adalah dari satu konjungsi ke konjungsi selanjutnya.

Kriteria kedua adalah konjungsi itu harus terjadi sebelum matahari terbenam, karena pergantian bulan harus sesuai dengan pergantian hari. Sedang ketiga pada saat terbenamnya matahari, bulan masih di atas horizon atau di atas ufuk, untuk memastikan bahwa matahari berada di sebelah barat bulan.

“Waktu pergantian hari itu saat terbenam matahari. Konjungsi terjadi, kemudian terbenam matahari. Konjungsi harus mendahului atau sekurang-kurangnya bersamaan dengan terbenamnya matahari,” tambah Oman.

Sementara, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga mengumumkan 1 Syawal 1442 H jatuh pada Kamis, 13 Mei 2021. Dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (11/5) petang, Ketua Umum PBNU KH Said Agil Siroj memastikan ibadah puasa Ramadhan tahun ini digenapkan 30 hari.

Jemaah mengikuti salat Jumat pada pekan terakhir bulan puasa Ramadan di sebuah masjid di Lhokseumawe, di tengah pandemi virus corona, di Aceh, 7 Mei 2021. (Foto: Rahmad/Antara Foto via Reuters)
Jemaah mengikuti salat Jumat pada pekan terakhir bulan puasa Ramadan di sebuah masjid di Lhokseumawe, di tengah pandemi virus corona, di Aceh, 7 Mei 2021. (Foto: Rahmad/Antara Foto via Reuters)

Terkait perayaannya, PBNU mengimbau Nahdliyin agar tetap mematuhi protokol kesehatan.

“Kepada seluruh warga Nahdlatul Ulama (NU) dan umat Islam kami sampaikan selamat merayakan Idulfitri 1 Syawal 1442 H dengan penuh sukacita dan tetap mematuhi protokol kesehatan 5M. Memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilisasi dan interaksi,” kata Said Aqil.

Menjadi tradisi bagi NU untuk memastikan akhir Ramadhan dengan melaksanakan pemantauan hilal. Tahun ini, pemantauan dilakukan di 49 titik di Indonesia, dan tidak dilaporkan adanya penampakan bulan pada Selasa (11/5) petang. Ini menandakan Ramadan belum berakhir. Pemerintah juga mengambil langkah yang sama, melalui Kementerian Agama.

Dalam pernyataan resminya, PBNU juga mengimbau agar umat Muslim melaksanakan salat Idulfitri di rumah masing-masing. Namun, warga yang daerahnya ditetapkan oleh Satgas COVID-19 setempat sebagai zona hijau, dikecualikan dari anjuran ini. Di zona ini, salat Idulfitri bisa dilaksanakan di masjid dengan tetap menjaga protokol kesehatan.​ [ns/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG