Tautan-tautan Akses

DPR akan Dorong Pemanfaatan Teknologi Nuklir untuk Pembangkitan Listrik


Seorang teknisi PLN mengenakan masker wajah saat memperbaiki jaringan listrik di tengah pandemi virus corona di Malang, Jawa Timur, 17 Juni 2020. (Foto: Antara Foto/Ari Bowo Sucipto via Reuters)
Seorang teknisi PLN mengenakan masker wajah saat memperbaiki jaringan listrik di tengah pandemi virus corona di Malang, Jawa Timur, 17 Juni 2020. (Foto: Antara Foto/Ari Bowo Sucipto via Reuters)

Pemerintah ingin mendorong pemanfaatan energi baru dan terbarukan menjadi dominan dan mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi. Hal tersebut diungkapkan Ketua Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) Anhar Riza Antariksawan.

Dalam diskusi bertajuk “Pengembangan Nuklir Dalam Energi Baru dan Terbarukan,” yang diselenggarakan secara virtual oleh Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Wakil Ketua Komisi VII DPR Mohammad Eddy Dwiyanto Soeparno menjelaskan energi nuklir masuk dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang tengah digodok oleh Komisinya.

Eddy Dwiyanto mengakui pemanfaatan energi nuklir di Indonesia memang masih belum berkembang karena sampai saat ini masih terjadi pro-kontra di tengah masyarakat tentang pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Indonesia sudah memiliki tiga reaktor nuklir, yakni Reaktor Triga Mark di Bandung, Reaktor Kartini di Yogyakarta, dan reaktor Serbaguna G.A. Siwabessy di Serpong.

"Untuk pengembangan energi nuklir ke depannya, memang dirasakan perlu ada payung hukum yang kuat, yang bisa menjamin pelaksanaan pengembangan energi nulir yang ada di Indonesia ke depan," kata Eddy Dwiyanto.

Indonesia sejatinya sudah memiliki beleid yang mengatur mengenai energi nuklir, yakni Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Legislasi ini mengatur semua kegiatan terkait tenaga nuklir, mulai dari penguasaan, kelembagaan, pengusahaan, pengawasan, pengelolaan limbah radioaktif, dan pertanggungjawaban kerugian nuklir.

Pasal 5 dalam undang-undang tersebut mengharuskan pemerintah membentuk Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan mengenai pemanfaatan energi nuklir.

Meski begitu, energi nuklir tidak dapat dikelola sembarangan. Eddy Dwiyanto menyebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 dinyatakan energi nukir merupaan pilihan terakhir sumber energi dengan memperhatikan faktor keselamatan secara ketat.

Menurut draft RUU Energi Baru dan Terbarukan, Pasal 7 ayat 1 menyatakan nuklir dimanfaatkan untuk pembangunan PLTN. Ayat 2 menyatakan pembangunan, pengoperasian, dan dekomisioning PLTN dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, koperasi dan/atau badan swasta.

Dekomisioning adalah penghentian operasi PLTN secara tetap.

Di ayat 3 menyebutkan pengawasan terhadap PLTN dilakukan oleh badan pengawas tenaga nuklir yang dibentuk oleh negara.

Ketua Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) Anhar Riza Antariksawan mengatakan pemerintah ingin mendorong pemanfaatan energi baru dan terbarukan menjadi dominan dan mengurangi sebanyak mungkin ketergantungan terhadap energi minyak bumi.

Pemerintah telah menargetkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan dalam bauran energi nasional mencapai minimal 23 persen pada 2025 dan meningkat menjadi 31 persen pada 2050. Kalau masih terjadi kekurangan kebutuhan energi akan dipasok oleh batubara.

Pada 2050, Indonesia membutuhkan peningkatan pasokan listrik sebesar 442 gigawatt (GW).

"(Sebanyak) 62,2 persennya mungkin masih datang dari fosil, terutama gas bumi dan batu bara dan kemudian 37,8 persennya atau sekitar 167,6 gigawatt datang dari energi baru dan terbarukan," ujar Anhar.

Dalam pemanfaatan energi, pemerintah juga berpegang teguh pada prinsip energi yang bersih dan ramah lingkungan. Oleh sebab itu, dalam kebijakan energi nasional, lanjut Anhar, pemerintah menargetkan pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 34,8 persen pada 2025; 41,3 persen pada 2030; dan 58,3 persen untuk 2050.

DPR akan Dorong Pemanfaatan Teknologi Nuklir untuk Pembangkitan Listrik
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:37 0:00

Pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) seperti tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017, pemerintah memproyeksikan pemanfaatkan EBT pada 2025 akan menghasilkan listrik sebesar 45,1 GW. Listrik dari EBT akan terus meningkat menjadi 69,6 GW pada 2030, 118.6 GW pada 2040, dan 167,6 GW pada 2050.

Dari proyek tersebut, air masih energi baru dan terbarukan yang paling banyak memasok listrik, yakni 21 GW pada 2025, dan akan meningkat hingga mencapai 45 GW pada 2050.

Anhar menjelaskan energi nuklir kian dibutuhkan kalau kebutuhan listrik meningkat. Pada 2018, konsumsi listrik di Indonesia sebesar 1.064 kilowatt jam (kWh) per kapita dan akan naik menjadi 7.000 kWh per kapita pada 2050. [fw/ft]

Recommended

XS
SM
MD
LG