Tautan-tautan Akses

Diaspora Indonesia Sesuaikan Tradisi Ramadan di Masa Pandemi Corona


Suasana berbuka puasa di keluarga Shirly Miner. (Foto: Shirly Miner)
Suasana berbuka puasa di keluarga Shirly Miner. (Foto: Shirly Miner)

Setiap keluarga tentunya memiliki tradisi masing-masing yang mereka lakukan sepanjang bulan Ramadan. Namun di masa perebakan virus corona atau Covid-19 ini, tradisi keluarga tersebut terpaksa disesuaikan dengan kondisi pandemi saat ini.

Shirly Miner adalah seorang guru SMA di negara bagian Virginia. Namun sejak Dinas Pendidikan Fairfax atau Fairfax County Public Schools tempat ia bekerja diharuskan untuk melanjutkan kegiatan pendidikan mereka dari rumah, ia dan anak-anaknya terpaksa mengikuti kewajiban menjaga jarak aman (social distancing) dari pemerintah setempat dan berdiam di rumahnya.

Meski ia dan keluarganya adalah warga Amerika asli, Shirly yang berdarah Indonesia dari ibunya tetap menjalankan tradisi buka puasa dengan budaya Indonesia yang kental.

Bahkan kebiasaannya untuk menjalankan ibadah puasa dan jenis makanan yang ia sajikan sekalipun masih sangat bernuansa Indonesia. Ia pun masih sangat fasih berbahasa Indonesia.

Hiasan kalender Ramadan. (Foto: Shirly Miner)
Hiasan kalender Ramadan. (Foto: Shirly Miner)

Sebelum pandemi, Shirly kerap mengundang teman-teman dan tetangga yang belum mengetahui tentang tradisi Islam Indonesia untuk berbuka puasa. Acara itu biasanya menjadi ajang Shirly memperkenalkan makanan Indonesia. Namun, kali ini buka bersama terpaksa diurungkan.

"Sekarang, mungkin kita akan mengirim bungkusan makanan dengan memberi kartu terima kasih atas persaudaraan mereka, dan menjelaskan bungkusan juga. Soalnya bisa bingung kalau mereka dikasih ketan hitam atau cendol tanpa penjelasan, kan?" ujar Shirly.

Shirly sekeluarga secara berkala berpindah tempat tinggal ke berbagai negara, mengikuti suaminya bertugas. Namun sebagai warga Amerika keturunan Indonesia, ia masih sangat aktif memperkenalkan tradisi budaya Indonesia keturunan ibunya tersebut kepada para tetangganya di manapun ia berada.

Dengan merebaknya virus corona yang mengakibatkan semua orang harus membatasi kegiatan di luar rumah, cara memperkenalkan budaya Indonesia tersebut juga ia sesuaikan dengan keadaan.

Menurut The Family and Youth Institute, sebuah organisasi pendidikan nirlaba yang bermisi memperkuat hubungan antara pemuda dan keluarga, tradisi bulan Ramadan bisa apa saja yang melibatkan seluruh anggota keluarga terutama anak-anak, mulai dari memasak hidangan berbuka puasa, sampai dengan menghias rumah agar lebih bernuansa Islami, dan tentunya kegiatan ibadah bersama seperti memperdalam Alquran atau salat berjamaah.

Sara Alkabra (9 tahun) setelah berbuka puasa bersama ibunya, Laila Almounaier, ayahnya Ahmed Alkabra, dan kakaknya, Lina Alkabra (13) pada hari pertama puasa di tengah wabah virus corona (Covid-19) di Bellevue, Washington, 24 April 2020. (Foto: Reuters)
Sara Alkabra (9 tahun) setelah berbuka puasa bersama ibunya, Laila Almounaier, ayahnya Ahmed Alkabra, dan kakaknya, Lina Alkabra (13) pada hari pertama puasa di tengah wabah virus corona (Covid-19) di Bellevue, Washington, 24 April 2020. (Foto: Reuters)

Itu pun dilakukan oleh Nurul Fathiyah, seorang diaspora Indonesia yang sangat giat dengan aktivitas peribadahan sekaligus kegiatan sosial sepanjang bulan Ramadan.

Ramadan kali ini menjadi berbeda karena wabah virus corona menyebabkan banyak kegiatan keagamaan masal ditiadakan.

“Sedih iya, karena biasanya kita pergi ke masjid untuk tarawih tiap malam, terus ada tadarusan mingguan, tilawah bersama teman-teman atau grup mengaji halaqah, tapi sekarang ditiadakan," ujarnya.

Namun kerinduan beribadah bersama, kata Nurul, terobati dengan ibadah secara online. Seperti Halaqah dan Tilawah harian melalui Zoom.

Nurul beserta keluarganya juga terpaksa memodifikasi tradisi mereka di bulan Ramadan. Bagi segenap warga Indonesia yang hidup merantau, berkumpul sesama teman-teman senasib merupakan hal yang sangat ditunggu karena dianggap dapat mengobati kerinduan terhadap tanah air.

“Lalu berbuka puasa bersama juga sekarang sudah tidak bisa lagi. Biasanya itu menjadi momen yang sangat-sangat dinantikan, karena kita bertemu dengan keluarga dan teman-teman semuanya, dan merasa tidak sendiri sebagai seorang Muslim yang minoritas di negara di luar Indonesia,” tutur Nurul.

Hazim Macky (kiri) dan Shaharyar Aarbi membagikan makanan berbuka puasa gratis ke para anggota di luar gedung Asosiasi Muslim Puget Sound pada hari pertama Ramadan saat wabah virus corona, di Redmond, Washington, 24 April 2020. (Foto: Reuters)
Hazim Macky (kiri) dan Shaharyar Aarbi membagikan makanan berbuka puasa gratis ke para anggota di luar gedung Asosiasi Muslim Puget Sound pada hari pertama Ramadan saat wabah virus corona, di Redmond, Washington, 24 April 2020. (Foto: Reuters)

Lain halnya dengan Dewi Hardy yang biasa datang dari Indonesia untuk menjenguk anak dan cucunya di Amerika menjelang Lebaran. Kini kebiasaan yang telah menjadi tradisinya di Amerika terpaksa berubah total akibat pandemi virus corona.

“Biasanya kalau ke Amerika yang diburu adalah shopping, sekarang sudah dua bulan tidak shopping-shopping karena tidak boleh keluar. Boleh ikut shopping grocery, tapi harus tinggal di mobil. Kata Lori, anakku yang nomor satu, mamah sekarang lagi didetoks jadi tidak boleh shopping. Kacau nih,” ujarnya.

Apapun yang telah menjadi tradisi keluarga mereka, walau harus mengalami penyesuaian dalam menjalaninya, satu hal yang tidak berubah adalah kebersamaan dengan keluarga tercinta dalam menjalani ibadah bulan Ramadan yang kebetulan tahun ini berada di tengah pandemi virus corona, sebuah cobaan yang benar-benar luar biasa dan berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. [aa/uh]

XS
SM
MD
LG