Dirjen Bea Cukai, Kementerian Keuangan, Heru Pambudi mengatakan, pakaian ini dibawa dengan 6 truk Fuso. Petugas berhasil mengamankan 874 bal pakaian senilai Rp2,622 miliar.
“Maka sebenarnya ini sudah ratusan ribu, mungkin 400-450 ribu potong. Yang ini nanti pasti akan mengganggu ekonomi nasional terutama mengganggu industri yang sekarang memproduksi garmen yang sejenis,” ujar Heru dalam konferensi pers di kantor Bea Cukai, (11/3).
Truk-truk tersebut dicegat pada Jumat (6/3) di jalan tol Jakarta-Cikampek kilometer 45, ketika dalam perjalanan dari Medan menuju Bandung.
Heru mengatakan, barang selundupan ini akan dijual kembali.
“Jadi kalau itu bisanya mereka jual di pasar-pasar, atau mungkin yang kualitasnya bagus mereka bisa juga lempar ke outlet,” jelasnya lagi.
Selain pakaian, petugas juga menemukan 118 set ban senilai Rp236 juta, dan 57 rol karpet senilai Rp68,4 juta. Sehingga total nilai selundupan mencapai Rp2,9 miliar.
Heru mengatakan, barang-barang ini tidak dilengkapi dokumen yang sah dan disamarkan ‘seolah-olah barang antarpulau’. Adapun pakaian diberi label harga sehingga nampak baru.
“Seakan-akan ini adalah barang baru keluar dari pabrik. Jadi kita teliti pakaian ini sepertinya mereka nanti akan setrika. Jadi beberapa yang sudah kita coba setrika ternyata itu seperti baru memang, padahal dia tidak seperti itu,” tambahnya.
Seluruh barang kini telah dibawa ke Kantor Pusat Bea Cukai di Jakarta Timur.
Pihaknya masih mendalami pemilik barang tersebut. Namun Heru memperkirakan, barang-barang itu berasal dari negara empat musim.
“Yang kalau musimnya sudah ganti, mereka sudah nggak pakai. Jadi daripada mereka memenuhi lemari mereka, karena negaranya sudah mulai maju, maka mereka kumpulkan dan dikirim ke negara kita. Saya ingin supaya negara kita tidak menjadi negara buangan,” ujar Heru lagi.
Ditjen Bea Cukai dalam kurun 1 Januari - 9 Maret 2020 telah melakukan 146 kali penangkapan terkait tekstil. Hal ini menindaklanjuti arahan presiden Joko Widodo untuk melindungi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional.
Kementerian Perindustrian mencatat, industri TPT merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional.
Industri ini memiliki pertumbuhan tertinggi hingga 15,08 persen pada triwulan III tahun 2019. Selain itu, industri TPT adalah sektor padat karya, yang menyerap tenaga kerja 3,73 juta orang.
“Dalam dua tahun terakhir, meskipun di tengah tekanan kondisi ekonomi global, perkembangan industri TPT kita terus membaik, baik itu di pasar domestik maupun internasional,” tutur Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada Musyawarah Nasional XV Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) di Jakarta, Januari lalu.
Nilai ekspor dari industri TPT pada tahun 2020 diproyeksikan mencapai Rp12,9 miliar. Selain itu, konsumsi TPT di pasar dalam dan luar negeri juga diyakini terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan gaya hidup. [rt/uh]