Tautan-tautan Akses

AS Perketat Aturan Visa Bagi Wartawan China


Perempuan China menuju ke bagian aplikasi visa Kedutaan Besar AS di Beijing, Jumat, 31 Mei 2013. (Foto: AP/Andy Wong)
Perempuan China menuju ke bagian aplikasi visa Kedutaan Besar AS di Beijing, Jumat, 31 Mei 2013. (Foto: AP/Andy Wong)

Amerika Serikat mengeluarkan aturan baru pada hari Jumat (8/5) tentang pengetatan pedoman visa bagi wartawan China. Aturan itu dikeluarkan sebagai tanggapan atas perlakuan terhadap wartawam AS di China. Perubahan peraturan itu terjadi di tengah ketegangan antara kedua negara terkait pandemi global corona.

Pada bulan Maret, China mengusir tiga jurnalis Amerika sebulan setelah Amerika mengatakan akan mulai memperlakukan lima entitas media yang dikelola pemerintah China di wilayah AS, sama seperti kedutaan asing.

Satu hari setelah putusan AS tentang entitas yang dikelola negara itu, Beijing mengusir tiga koresponden Wall Street Journal, dua orang Amerika dan seorang Australia, menyusul penerbitan kolom pendapat yang dikecam China sebagai rasis.

Dalam peraturan baru tersebut, Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) mengutip apa yang disebutnya "penindasan jurnalisme independen China".

Peraturan, yang akan mulai berlaku pada hari Senin (11/5), akan membatasi visa bagi wartawan China untuk periode 90 hari, dengan opsi perpanjangan. Visa semacam itu biasanya terbuka dan tidak perlu diperpanjang kecuali karyawan tersebut pindah ke perusahaan atau media yang berbeda.

Seorang pejabat senior DHS, yang meminta anonimitas untuk membahas masalah ini, mengatakan aturan baru akan memungkinkan departemen untuk meninjau aplikasi visa wartawan China lebih sering dan kemungkinan akan mengurangi jumlah keseluruhan wartawan China di Amerika Serikat.

"Ini akan menciptakan perlindungan keamanan nasional yang lebih besar," kata pejabat itu.

Aturan baru tidak akan berlaku untuk wartawan dengan paspor dari Hong Kong atau Makau, dua wilayah semi-otonomi China, menurut DHS.

Ketegangan antara Amerika Serikat dan China telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir karena COVID-19 telah melanda dunia, menewaskan lebih dari 269 ribu orang di seluruh dunia hingga saat ini, menurut penghitungan Reuters.

Presiden Donald Trump mengatakan pada akhir April bahwa dia yakin virus corona mungkin berasal dari laboratorium virologi China, tetapi menolak untuk menjelaskan bukti. Hal ini meningkatkan ketegangan dengan Beijing mengenai asal mula wabah mematikan itu.

Institut Virologi Wuhan yang didukung negara China telah menolak tuduhan tersebut. Kebanyakan ahli percaya bahwa virus itu berasal dari pasar yang menjual satwa liar di Wuhan. [ah]

XS
SM
MD
LG