Tautan-tautan Akses

AS Berencana Ekspor Senjata Api Ringan


Alat yang disebut "bump-stock" dipasang di senjata semi-otomatis di toko senjata Gun Vault.
Alat yang disebut "bump-stock" dipasang di senjata semi-otomatis di toko senjata Gun Vault.

Penembakan massal yang dilaporkan dilakukan oleh seorang bekas akuntan di kota Las Vegas tanggal 1 Oktober lalu yang mengakibatkan 58 orang tewas dan hampir 500 lainnya luka-luka kena tembakan senjata otomatis, kembali memicu perdebatan tentang pemilikan senjata api di Amerika.

Hanya beberapa hari sebelum itu, muncul laporan bahwa pemerintahan Presiden Donald Trump sedang menyiapkan perubahan peraturan yang akan mengalihkan pengawasan ekspor senjata api non-militer jenis itu dari Departemen Luar Negeri ke Departemen Perdagangan.

Ketika diwawancarai oleh stasiun democracynow, William Hartung, direktur Arms and Security Project pada Center for International Policy atau pusat kebijakan internasional, menjelaskan, "Mereka (pemerintah Amerika) sedang berusaha melonggarkan peraturan ekspor senjata api ringan, dengan mengalihkan pengawasan dari Departemen Luar Negeri ke Departemen Perdagangan. Selama ini, Departemen Luar Negeri membuat keputusan penjualan senjata seperti itu berdasarkan pertimbangan apakah pembelinya terlibat dalam pelanggaran HAM atau tidak. Tapi kalau prosesnya dialihkan ke Departemen Perdagangan, maka departemen itu akan memberlakukan penjualan senjata seperti penjualan barang-barang lainnya. Faktanya menunjukkan ribuan orang tewas karena tembakan senjata api ringan di seluruh dunia."

Kategori senjata api ringan yang dijual Amerika ke luar negeri itu termasuk pistol, senapan dan senapan serbu, senapan mesin kecil dan senapan mesin ringan. Singkatnya, senjata yang mudah dibawa-bawa.

William Hartung menambahkan, pemerintah Amerika juga akan melonggarkan peraturan yang membatasi penjualan pesawat tempur, bom dan senjata-senjata besar lainnya.

"Seperti senjata-senjata yang digunakan oleh pemerintah Arab Saudi untuk membunuhi warga sipil di Yaman. Pemerintahan presiden Obama dulu telah mengenakan sejumlah larangan, termasuk penjualan bom kepada Arab Saudi, tapi Presiden Trump mencabut larangan itu. Trump juga mencabut pembatasan penjualan senjata ke Bahrain dan ke Nigeria. Jadi dia adalah pendukung kuat industri senjata Amerika," jelasnya.

Hartung mengatakan, sejumlah anggota Kongres Amerika telah mengambil sikap tentang hal itu, khususnya yang menyangkut serangan atas Yaman oleh Arab Saudi. 47 anggota Senat menolak rencana penjualan bom kepada Arab Saudi, penolakan terbesar terhadap penjualan senjata kepada mitra Amerika di Timur Tengah itu.

Instruktur penembak Frankie McRae menggunakan senjata AR-15 yang dipasangi "bump stock" di Klub Tembak 37 PSR di Bunnlevel, North Carolina, 4 Oktober 2017.
Instruktur penembak Frankie McRae menggunakan senjata AR-15 yang dipasangi "bump stock" di Klub Tembak 37 PSR di Bunnlevel, North Carolina, 4 Oktober 2017.

"Sejauh yang menyangkut pengawasan senjata dalam negeri dan penjualan senjata api ringan ke luar negeri, saya kira masih banyak yang harus kita lakukan. Senator Patrick Leahy, Senator Ben Cardin dan Senator Diane Feinstein sepakat ini bukanlah sesuatu yang mencerminkan kehendak rakyat. Kita harus mendapat lebih banyak lagi dukungan dari rakyat Amerika, dan supaya berhasil, isu ini harus menjadi gerakan progresif yang lebih besar dan kuat," ujar Hartung.

Menurutnya, banyak senjata itu akhirnya akan jatuh ke tangan geng-geng penjahat, teroris dan diktator. Kelompok lobi senjata api yang sangat berpengaruh, National Rifle Association atau NRA juga menentang larangan penjualan senjata api Amerika di seluruh dunia. Katanya, larangan ekspor ke luar negeri akhirnya akan berdampak pada industri dalam negeri.

Jadi, kata Hartung lagi, "NRA dan para pembuat senjata jelas berada dibalik usaha pelonggaran peraturan ekspor senjata Amerika itu, karena menurut saya, merekalah yang akan mendapat keuntungan darinya." [ii]

XS
SM
MD
LG