Tautan-tautan Akses

Militan ISIS Asal Indonesia Siap Lakukan Aksi Teror


Wakil Ketua Komisi I DPR, Tubagus Hasanudin. April 7, 2017 (VOA)
Wakil Ketua Komisi I DPR, Tubagus Hasanudin. April 7, 2017 (VOA)

Dalam setahun terakhir, kelompok Negara Islam Irak Suriah (ISIS) mengalami kemunduran penguasaan wilayah dan kekuatan di Suriah dan Irak. Posisi ISIS di Irak semakin terdesak setelah pada Oktober tahun lalu Irak menggelar operasi besar-besaran untuk merebut wilayah Mosul, basis terakhir ISIS di Irak. Hal itu membuat mereka merasa perlu meningkatkan kehadiran di wilayah lain. Kawasan di luar wilayah konflik pun mulai dilirik. Wakil Ketua Komisi I DPR-RI Tubagus Hasanuddin dalam wawancara dengan VOA mengatakan para militan ISIS dari berbagai negara termasuk Indonesia, sudah mulai kembali ke negara asal untuk melakukan aksi teror.

Berikut wawancara Andylala reporter VOA Jakarta dengan Wakil Ketua Komisi I DPR-RI Tubagus Hasanuddin

VOA : Kami mendapat informasi adanya kepulangan militan ISIS asal Indonesia dari Suriah.

TB Hasanuddin : Data intelijen menyebutkan, dari Indonesia yang terlibat ikut dalam militan ISIS di Suriah khususnya sekitar Mosul, itu hampir 600 orang kombatan. Saya dapat informasi sekitar 57 sampai 60 an orang diantaranya mati tertembak. Sisanya karena kemungkinan yang terakhir pertempuran di sekitar Mosul itu tidak terbunuh semuanya, diperkirakan akan menyebar atau kembali ke negara asal. Termasuk militan dari Indonesia. Mereka ini juga nanti menyebar ke daerah-daerah yang akan disiapkan sebagai basis teritori mereka. Ketika ISIS itu gagal. Ke Timur Tengah juga ga akan mungkin. Nah yang menjadi basis perlawanan mereka diprediksi di wilayah ASEAN. Khususnya dari data intelijen menyebutkan Indonesia, Filipina bagian Selatan dan Thailand Selatan. Yang paling mungkin berdasarkan data geografi, demografi dan dukungan dari masyarakat sekitar adalah di Filipina Selatan. Sudah ada embrionya disana. Kemudian di Indonesia, sudah diprediksi sejak awal, mereka siap melakukan pelatihan di beberapa tempat dengan persyaratan memungkinkan geografinya. Yang kedua, diluar jangkauan pemantauan aparat intelijen. Dan yang terakhir, cukup makanan. Antara lain misalnya di daerah Sulawesi bagian selatan. Dan ambon, yang pernaha ada konflik. Terutama di daerah Halmahera. Kalau basis operasional untuk melaksanakan klandestin (aktifitas bawah tanah) paling banyak di daerah urban Jawa barat. Seperti Bogor, sekitar Bekasi, kemudian juga Depok dan seterusnya. Atau mereka masuk ke titik tertentu yang targetnya adalah dekat dengan wilayah ibukota.

VOA : Kalau jaman Noordin M Top, sentral komando yaitu kelompok Jamaah Islamiyah. Tapi sekarang mereka tidak menjadi organ yang besar tapi terbagi dalam kelompok kecil. Pendapat anda ?

TB Hasanuddin : Mereka sekarang masuk ke wilayah-wilayah melalui klandestin dengan membentuk kelompok-kelompok kecil. Dan kelompok-kelompok kecil itu menurut data intelijen itu mulai melakukan penggalangan untuk membesarkan kelompok. Penggalangan untuk mencari logistik. Nah di dalam gerakan-gerakan gerilyawan ketika dilihat siapa sel yang paling besar dan paling berpengaruh, maka dia itu pimpinannya. Hirarki kepemimpinan di ISIS pasti digunakan.

VOA : Apakah mereka akan menggunakan isu politik sebagaimana yang berkembang dalam Pilkada DKI Jakarta saat ini, melalui sentimen agama ?

TB Hasanuddin : Merek belum masuk ke ranah itu. Tapi bahwa suasana hiruk pikuk pilkada DKI itu menguntungkan dalam hal pengkondisian wilayah buat mereka iya. Suasana misalnya ada semangat khilafah itu sangat menguntungkan. Untuk prakondisi perlawanan mereka.

VOA : Apa rekomendasi anda sebagai masukan untuk Pemerintah.

TB Hasanuddin : Untuk militan ISIS yang pulang ke Indonesia itu ketika masuk harus dilakukan sweeping yang betul secara hukum yang dilakukan dirjen ke imigrasi an. Siapa yang masuk cek yang betul. Yang kedua, di gerakan di giat kan lagi lagi aparat intelijen. Supaya membagi wilayah itu menjadi teritori yang jelas. Provinsi kabupaten desa dusun. Setiap jengkal tanah di Indonesia harus diawasi. Untuk kebaikan ya ga pa pa. Kalau ada kejahatan disana akan mudah. Dan yang terakhir, memotong hubungan kelompok ini dengan kelompok yang lain. Supaya tidak menjadi bagian yang mendukung. Karena bagaimanapun juga ketika bicara khilafah dalam situasi ini maka mereka mudah tergiur. Terakhir, Pemerintah harus bisa menjaga situasi ini dari kelompok intoleran. Salah satu cara adalah menindak mereka yang dianggap intoleran.
--------

Kepala BNPT Komisaris Jenderal Suhardi Alius pernah mengungkap ada sekitar 500 WNI yang bergabung dengan ISIS di Suriah. Sebagai catatan, sekitar 69 WNI telah tewas dalam pertempuran di Suriah maupun Irak.

Sementara itu, Lembaga analis keamanan dan intelijen, Soufan Group memperkirakan lebih kurang 700 WNI telah bergabung dengan ISIS. Mereka dikabarkan telah menyatu dengan para milisi dari Malaysia (100 orang) dan Filipina (100 orang), guna membentuk kelompok teror Katibah Nusantara (Satuan Tempur Nusantara). [aw/em]

XS
SM
MD
LG